Jaringan Ngumpet, Kita Sibuk Mengumpat

SEKIAN jam yang lalu hingga tulisan ini ditulis dan hendak di applod jaringan bergerak serupa keong yang habis ditumpuk dengan batu, jaringan ngumpet dan kita semua sibuk mengumpat. Tentu saja termasuk penulis catatan yang tak penting ini.
Begitu banyak status dan histori yang mengumpat, mulai dari yang paling halus dan datar. Hingga yang agak kasar dan cenderung bergelombang. Sekali lagi termasuk catatan yang tak penting ini.
Bumi seakan pecah dan langitpun seperti runtuh, dan ini bukan hanya soal jaringan yang bermasalah saja, tetapi ini jauh labih laten dari sekedar status dan jaringan yang bermasalah itu.
Bahwa betapa kita kini, telah begitu banyak menggantungkan kehidupan kita pada kuasa jejaring yang bernama internet itu. Dan ditengah jaringan ngumpet dan saat semua mengumpat itulah, catatan tidak penting ini bergerak.
Tetapi catatan ini bukan pula, soal kecakapan dan kreatifitas memanfaatkan momentum. Juga bukan soal pemanfaatan situasi dan permainan kebahagiaan diatas penderitaan atau keterjajahan dan ketertindasan bagi banyak pihak. Yah, bukan merdeka di atas keterjajahan orang lain.
Tetapi ini hanya soal memotret kondisi dan kenyataan yang tengah terjadi, sama sekali tidak sedang dimaksudkan sebagai cara untuk memupuk eksistensialitas. Tetapi ini hanya soal bertahan saja, bertahan dan belajar menyiasati kebahagiaan di saat momentum mengharuskan kita terjerembab dalam kepusingan yang menggasing.
Itu satu hal, dan hal lainnya adalah, betapa kuasa jaringan internet telah membawa kita kepada situasi serupa kerbau yang dicucuk hidungnya dan manut saja pada kuasa internet itu. Kita kelimpungan dalam beberapa jam hanya lantaran kita tidak bisa memetik kebahagiaan dan mungkin semacam sekedar menghibur diri dengan memanfaatkan jaringan internet itu.
Bukankah, kebahagiaan tidak terletak pada yang ada di luar diri kita, demikianlah kata para bijak yang selalu mengatakan kepada kita, bahwa kebahagiaan itu letaknya di dalam diri kita. Kebahagiaan sangat terletak pada cara kita merespon segenap kondisi dan situasi.
Ya, kebahagiaan bukanlah soal kondisi yang ada di luar diri kita. Dan biarlah tulisan ini kembali belajar menemukan dirinya pada kebahagiaan yang juga semoga tidak menjadi kebahagiaan yang semu. Atau kebahagiaan yang pura-pura.
Sebab jika hendak jujur, penulis catatan inipun telah begitu jauh terjerembab dalam keterjajahan dan ketidak berdayaan pada kuasa yang bernama internet. Kuasa internet yang kini tengah serius menjajah kita, semoga bukanlah bentuk lain atau simbolisasi dari apa yang kita sebut nafsu dunia yang telah membuat kita ketagihan dan kecanduan bahkan kelimpungan olehnya.