TikTok, Perempuan dan Anak

APLIKASI TikTok, begitulah namanya. Siapa saja yang membaca dan mendengarnya maka, boleh jadi yang segera muncul di kepalanya adalah soal goyangan, musik, anak muda, heboh, perempuan. Serta beragam hal aneh pula viral dan tak lazim alias kreatif.
TikTok adalah sebuah platfrom video musik yang berasal dari China yang mulai digandrungi pada tahun 2016 dan mulai mendunia. Hampir seluruh negara mengenal aplikasi yang disebut TikTok ini. TikTok adalah sebuah aplikasi video yang berdurasi pendek sekitar 15 hingga 60 detik, namun kian memanjang peta wilayah yang menggandrunginya, termasuk Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang masyarakatnya demam TikTok dan merambah ke semua kalangan. Anak-anak, orang dewasa, laki-laki perempuan, bahkan mereka yang berada di usia sepuh alias kakek nenek pun tak mau kalah, juga ikut menggunakan aplikasi TikTok.
Tak pelak, sebagai sebuah platform aplikasi sekaligus media ekspresi yang baru, kemunculan-pun tak pelak menuai pro dan kontra.
Masih lekat di dalam memori publik, pada tahun 2017 silam, seorang kreator TikTok di Indonesia menuai bully-an karena dianggap aneh. Hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bahkan sempat memblokir TikTok karena dianggap tidak mendidik, kala itu.
Ada sejumlah akun TikTok yang menampilkan goyangan atau konten nyeleneh, melanggar aturan dan bahkan ‘tidak senonoh’ menampilkan gerakan seksual, kekerasan dan lain sebagainya. Celakanya, tampilan eksperesi semacam itupun, menjadi tontonan umum dan bahkan melahirkan banyak pengikut yang pula ikut mencontohnya.
Anak baru gede, sebagai anak yang masih dalam bilangan generasi labil-pun, tak terkecuali perempuan-pun ikut pada kegandrungan era digital itu.
Tak heran memang, sebab tampilan kombinasi musik dan video yg disajikan dalam aplikasi TikTok, memang tampak begitu menarik perhatian pengguna, mengundang banyak penikmat yang kemudian ikut pula menggunakan dan bahkan mengekspresikan dirinya ke dalam aplikasi itu.
Bagitulah, TikTok bergerak dari sekedar ruang ekspresi bergerak menjadi objek diskursus yang melahirkan banyak perspektif. Tak pelak para pengamat pendidikan dan dunia pencerahan, utamanya para ativis atau penggiat perlindungan perempuan dan anak menangarai bahwa, TikTok telah pula melahirkan sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab.
Ya, mereka menggunakan video TikTok para perempuan dan anak untuk kepentingan pribadi yang mengarah pada kejahatan kriminal, seksual dan eksploitasi perempuan dan anak.
Dalam kerangka ideal, rasa-rasanya memang, terdapat banyak pengguna TikTok yang tak begitu menyadari bahwa dengan menampilkan video yang berlebihan nyeleneh dan tak lazim akan dirinya itu, nyata telah menjadi cara baru mereka mengekploitasi dirinya sendiri untuk menjadi bahan tontonan bahkan hiburan murah bagi orang lain.
Dari segi norma kesusilaan, telah banyak pengguna akun TikTok, terutama perempuan melanggar dan bahkan dengan percaya diri mengekploitasi tubuhnya sendiri di dalam video TikTok itu.
Meskipun kini telah ada revisi beberapa konten dalam video tiktok menampilkan tutorial dan hal hal bermanfaat lainnya namun masih banyak pula yg menggunakan aplikasi TikTok dalam beberapa hal yang tidak seharusnya dipertontonkan.
Hemat penulis, kiranya inilah yang perlu diperhatikan dalam konteks dan tatanan kesopanan, terutama dalam mengontrol pemberdayaan anak dan perempuan di negara yang beradab ini.
Bukankah, sebagian besar pengguna TikTok adalah perempuan dan anak? Yang kerenanya, tidaklah berlebihan jika dalam hemat penulis, ini menjadi tugas besar bersama kita hari ini.
Utamanya para pemerhati perempuan dan anak untuk ikut mengontrol dan terlibat aktif dalam melihat dan mendiskusikan mereka yang tengah dalam pusaran kegandrungannya pada aplikasi TikTok yang nyaris telah membuat kebudayaan dan nilai-nilai tradisional kita menjadi kedodoran.
Niat luhur ini penting, karena proses pembentukan karakter dan revoslusi mental perempuan dan anak-anak kita, sebagai sebuah narasi besar kita ini hari ini, rasa-rasanya akan mengalami kebuntuan, jika penggunaan aplikasi TikTok dan sejenisnya tidak berada pada porsi yang baik pula ideal bagi kita, manusia Indonesia.
Namun seperti ibarat nasi, semuanya telah menjadi bubur. Perempuan dan anak-anak Indonesia terlanjur telah terjung bebas ke dalam dunia aplikasi TikTok dan telah lupa membaca diri dan keberangkatan jati dirinya sendiri. Itu tampak dari pengguna TikTok yang kian bergerak naik pula drastis.
Tak pelak, sejumlah kasus ekploitasi perempuan dan anak-pun belakang telah banyak pula kita temui dalam video TikTok.
Ini buah dari kecepatan edar, dan kemudahan menjangkau dan menggunakan aplikasi video pendek, buatan bangsa luar.
Bangsa luar yang boleh jadi, tidak begitu paham, bahkan tidak mesti merasa bertanggung jawab pada kondisi manusia Indonesia yang kini tengah terengah-engah menafsir ulang narasi besar revolusi mental kita. Entahlah.
Sangat mngedukasi
Sangat inspiratif