CERPENGAGASAN

Surat Cinta Untuk Kepala Desa

Kepada yang terhormat

Kepala Desaku Yang Sangat Kusayangi.

Di-manapun sekarang kau berada.

 

Salam Kangen!

Sayangnya masih ada dusta di antara kita. Padahal jabatanmu tinggal seumur jagung lagi. Bukan aku yang mendustaimu tapi kaulah yang mendustaiku.

Sengaja kutulis surat ini karena aku sedang dalam rindu-rindunya. Tak tahu kepada siapa rindu ini akan kusalurkan. Kepada kekasih? Aku sudah lama melapuk dalam tiang jomblo. Terpaksa aku memaksakan diriku untuk merindukanmu. Ini sesuatu yang wajar mengingat aku benar-benar sedang merindukanmu. Aku merindukan ucapan manismu waktu itu. Yang mana katamu penuh menggoda bahwa akan ada proyek jalan rabat beton di samping  rumah Kateng. Aku amat girang dengan bisikanmu. Dan selang beberapa minggu, ucapanmu memang bukanlah bualan bibir manis semata.

Mobil Truk bersiliweran mengangkut pasir. Semen puluhan sak juga diangkut. Batu dan material lainnya sudah dihadirkan. Serta tukang dan segenap stakeholdernya sudah bergerilya mengerjakan proyek jalan rabat beton itu. Masyarakat setempat tak kalah antusiasnya. Saking senangnya, mereka saling bahu membahu untuk menjamu tukang-tukang yang ada. Dengan harapan pembangunan jalan itu cepat terselesaikan.

Namun belum juga proyek itu selesai. Baru seperempat pengerjaannya. Tukang-tukang sudah diliburkan. Usut punya usut ternyata proyek itu kekurangan dana katanya. Aku sempat bertanya-tanya kenapa bisa begitu? Bukankah suatu proyek perincian dananya jelas? Bukankah tiap tahun dana desa masuk ke rekening kas desa. Permainan macam apa ini? Aku pun bersabar, barangkali tidak berlangsung lama penundaan proyek itu.

Hari demi hari terus berlalu. Betapa tidak menyenangkannya dalam penungguan. Aku gelisah dan cemas menunggu kabar darimu, sayang. Tapi sayangnya kabar baik itu tak kunjung sampai. Entah ia tersesat di mana? Entah ia dipermainkan dimana? Bulan berganti bulan, pembangunan jalan itu masih saja didiamkan.

Setelah setahun menunggu. Aku tidak sabar lagi. Batang hidungmu tak nongol-nongol juga. Aku sudah tidak bisa menahan diriku untuk tidak menulis sebuah pamflet yang isinya begini, “Sayang, kapan pulang? Mengurusi pembangunan jalan yang mangkrak ini?” Pamflet itu kutancapkan di tengah-tengah jalan. Dan sudah dibaca banyak orang. Giliran aku kembali ke tanah rantau, kudengar kabar kau merusak-rusak pamflet itu. Hatiku amat sakit dengan caramu seperti itu.

Kukira setelah membaca pamflet itu kau akan segera melanjutkan proyek pembangunan jalan itu. Ternyata kamu sama sekali tidak peduli. Hal itulah yang membuatku semakin sakit hati sampai sekarang.

Dan sekarang bulan Desember. Dengan begitu sudah setahun lebih proyek itu mangkrak. Ditumbuhi semak belukar karena tak terurus. Yang lebih fatal malah dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga sekitar. Kamu semakin sibuk mengurusi pencalonan dirimu kembali menjadi kepala desa, padahal masih ada tugas yang menunggu untuk kau selesaikan.

Bersama surat ini kunyatakan dengan tegas padamu sayang, “KITA PUTUS” Maafkan aku, bukan bermaksud tidak ingin setia denganmu. Tapi kau sendirilah yang menyia-nyiakan cinta yang kuberikan. Doakan aku! Semoga pilihanku pada PILKADES mendatang bisa menang. Dan tidak membuat hatiku terluka seperti yang kau lakukan padaku. Yang terpenting, dia mau mengurusi pembangunan jalan yang mangkrak itu bekas ketidak pedulianmu.

Sekian!

Dari Mantanmu

TTD

Mawan Mawan

MAWAN SASTRA adalah penulis sastra yang berdomisili di Sulbar dan kini produktif menulis cerpen diberbagai media termasuk di media sosial dan blog

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: