ABDUL MUTTALIB

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung
  • ABDUL MUTTALIB

    Budaya Tanding, Bukber Terbatas

    “Sore ini kita buka puasa bersama di Cafe Rumah Putih ya,” ajak kawan seniman perupa via pesan WhatsApp. Wah, ajakan buka puasa bersama (bukber) yang cerdas nan egaliter. “Saya siapkan nasi padang, ente siapkan es buah/cemilan buka bersama dengan owner dan barista Cafe Rumah Putih,” lanjut seniman yang juga Direktur Uwake Culture Foundationt. Jadilah bukber edisi terbatas itu disiapkan dengan…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Jelekko*

    SUDAH beberapa hari ini daku berusaha menahan diri untuk tidak memberikan respon atas satu diksi yang dijadikan judul tulisan ini. Satu kata yang justru berhasil memancarkan resonansi atas situasi minor diri sendiri. Viralnya kata itu di jagat maya Sulbar, bisa jadi serupa amsal, semacam ringkasan, seperti pemadatan atas mekanisme peragihan dan ‘pembakaran’ jiwa di bulan puasa ini. Ya, minimal tidak…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Rembulan Itu Telah Pergi

    DAKU menamainya Rambulan. Seekor perkutut kesayangan yang di suatu pagi yang lengang, daku dapati tengkurap dan tak lagi bergerak di dalam sangkarnya. Seketika pagi itu terasa hening. Tanpa kata, daku membuka sangkarnya, memegangnya dan mengelus bulu lebatnya yang begitu halus.. Daku tak lagi sanggup melihat wajah Rambulan meski untuk terakhir kalinya. Tanpa pikir panjang, daku menyediakan lubang dan menguburnya. Peristiwa itu…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Dondori dan Kisah Seekor Lalat

    DONDORI dalam bahasa Mandar sering diartikan bulu perindu, jika di terjemahkan secara bebas (seolah) ada pertautan makna antara rindu dan dondori. Mungkin serupa kopi dan susu yang tengah diaduk di dalam gelas. Gelas itu dapat bermakna tempat yang sering disebut kafe. Kafe bagi kaum milenial dapat bermakna tempat bertemunya beragam hajat. Entah itu hajat memadu kasih dengan orang terkasih, mengulas…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Agustusan

    Anak-anak terlihat girang, para ibu justru terlihat gelisah dan bapak-bapak bisanya hanya senyum-senyum. Inilah gambaran singkat rumitnya menyiapkan riasan, kostum dan bekal makanan sesaat hendak mengikuti acara pawai dan ragam lomba tujuh belas di bulan Agustus. Kemerdekaan ternyata tak hanya butuh disyukuri tapi harus dilanjutkan perjuangannya. Minimal berjuang agar riasan anak tidak sampai luntur saat pawai diarak keliling kampung, aneka…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Sudut Pandang Suami

    KETAHUILAH jika seorang istri pamit bepergian ke suatu acara keluarga yang jaraknya jauh dan diharuskan menginap, maka terbitlah penderitaan paling nyata di sudut pandang suami. Mengurus anak, masak dan mengeloni anak tampak sebagai aktivitas yang seolah tanpa rumus tutorial. Pekerjaan yang terlihat ringan dilakukan tiap hari oleh seorang istri, ternyata begitu menyiksa bagi suami meski dilakukan (hanya) sekian hari. Anak…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Panggilan Manusia Fitrah

    SETINGGI apa pun sekolahmu jika panggilan mudik tiba, segeralah berkemas pulang untuk sekedar mamasak buras dan ketupat di rumah. Itulah drama kecil yang tiap tahun harus diterima pemudik, entah ia seorang suami, anak dan cucu. Sekilas drama kecil itu terlihat sepele, seolah kehormatan suami tengah dilucuti dihadapan istri, seolah pencapaian ilmu seorang anak seketika lenyap dihadapan ibu, dan semua pencapaian…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Azimat Tiga Biji Tai Kambing

    SUDAH banyak peristiwa heroik yang dituturkan, namun cerita heroik dari seorang demonstran seolah kembali mengingatkan, bahwa nilai kepemimpinan tak cukup terlahir dari derita rakyat, tapi ikut ditopang keyakinan batin yang kuat. Makanya sebelum berangkat ke Jakarta, sang demonstran tidak lupa bertandang dan sowan ke kiainya di kampung. Kiai yang tak hanya memberikan berkah, nasihat, tapi juga ikut memberikan azimat keselamatan.…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Pelajaran Menggambar

    JUDUL tulisan ini tidak dimaksudkan menyaingi daya sugesti dari cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira Ajidarma yang top itu. Cerpen yang sempat diganjar sebagai cerpen terbaik pilihan koran harian Kompas di tahun 1993. Tulisan ini hanya mencoba menuliskan dua peristiwa sederhana dari pelajaran menggambar yang diikuti si Adek di Taman Kanak-kanak (TK) tempatnya bersekolah bersama si Kakak. Meski usia si…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Sudut Pandang Solusi

    SUATU waktu daku diajak oleh para pengurus aliansi mahasiswa Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman) untuk diskusi terkait pendidikan dengan pendekatan bahasa menggunakan sudut pandang analisis wacana. Acaranya terbilang menarik, karena dihadiri puluhan mahasiswa di tengah kondisi generasi melenial yang tengah gandrung mentafakkuri game online, tiktok dan sajian frank dari para pesohor dan selebritis. Generasi milenial yang lebih memilih menjadi konsumen…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Traffic Light Tinambung

    TRAFFIC light di kampungku Tinambung sudah lama tidak berfungsi, padahal dulu sewaktu berfungsi justru didekati lewat fungsi “yang lain” dengan tiangnya kerap dijadikan tempat bagi sebahagian kusir bendi mengikat kudanya. Pemandangan itu tidak hanya terlihat artistik, tapi juga terasa eksotis, namun semoga tidak dianggap erotis. Erotis jika sampai melorotkan rasa malu atau sampai menunjukkan “aurat” dari keagungan tradisi dan kebudayaan…

    Read More »
  • ABDUL MUTTALIB

    Puisi Puasa Gejet

    “Telepon genggam yang tak pernah lepas dari genggaman // Benda mungil yang sangat disayang // Surga kecil yang tak ingin ditinggalkan // Yang layarnya memancarkan gambar gerimis yang mengguyur senja.” Demikian nukilan larik-larik puisi Joko Pinurbo berjudul “Telepon Genggam” (2003). Sekilas puisi itu menawarkan panorama indah atas relasi atau persinggungan manusia dengan gejet. Sebuah relasi yang belakangan ini terlihat timpang…

    Read More »
Back to top button