ABDUL MUTTALIBGAGASANKOLOMOPINITERKINI

Ziarah Masa Lalu

TIDAK jarang pertentangan tersulut dari perbedaan cara pandang. Salah satunya cara pandang dalam memaknai kenangan. Kenangan tentang orang terkasih kini hanya dapat ditemui dalam wujud makam.

Menemuinya lewat prosesi ziarah makam. Prosesi yang karib dilakukan di dua momen lebaran: Idul Fitri dan Idul Adha. Dua momen itu, tidak hanya menghadirkan suasana berdimensi spritual dan sosial, melainkan ikut menyajikan nostalgia masa lalu.

Nostalgia yang dapat bermakna kerinduan dalam bingkai kenangan. Letaknya dapat bermakna tempat dan berada di waktu yang lampau. Meski dalam terminologi bahasa, nostalgia berasal dari dua suka kata latin.

Nostos berarti rindu pulang, dan algos berarti sakit. Sehingga kerinduan yang bersifat nostalgia di momen seperti lebaran, tidak sebatas kepulangan secara lahir, akan tetapi sudah bermakna kepulangan secara rohani.



Makna pulang secara rohani itu kian terasa ketika ziarah di makam orang terkasih yang darinya kita bertumbuh-penuh kasih sayang. Darinya kita memiliki kenangan indah, manis dan mengenal nilai-nilai kebajikan.

Orang terkasih yang dulunya tak lelah mengajari bersikap. Teguh dalam pendirian dan menuntut kedewasaan dalam bertindak. Kenangan itu kian kuat mendera dan sekali waktu butuh dijenguk lewat tradisi ziarah makam.

Tradisi yang diyakini ampuh-menguatkan mental, setelah setahun berjibaku dengan kecederungan gaya hidup individualistik, materialistik dan pragmatis di kota. Lewat tradisi itu, kita seolah diajak-merangkai kenangan masa lalu dalam iklim komunal-transenden di kampung.

Kampung yang dapat terasa jauh sekaligus dekat. Jauh jika kampung yang dimaksud adalah kampung rohani. Tempat kita mengenang masa lalu. Waktu di mana kita terbiasa pada iklim nilai, etika serta adab yang girang diperagakan para tetua kampung.



Terbilang dekat jika nilai kampung kenangan itu dihidupkan kembali lewat nostalgia. Nostalgia yang menumbuhkan daya hidup, cinta kasih dan kebijaksanaan dari orang-orang terkasih yang dulunya begitu dihormati.

Meski orang terkasih itu kini hanya dapat ditemui dalam bentuk nisan. Nisan lapuk yang sudah termamah usia. Tempat kita biasa bersimpuh, menaburkan bunga dan memanjatkan doa ke langit. Semoga jasad yang terbaring di bawah pusara mendapatkan kemesraan dan cinta paripurna dari pemiliki semesta.

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: