
SEJAK awal tahun 2020 penduduk bumi dikejutkan dengan serangan virus yang melanda kota Wuhan, China. Seketika kota Wuhan menjadi sorotan kamera. Seketika pula peraturan dan kebijakan para pemerintah China diterapkan demi melawan virus mematikan tersebut. Kita semua kagum, takjub, dan terlena dengan apa yang dilakukan China dalam berperang, dan lupa membuat benteng pertahanan seolah virus itu hanya senang berkeliaran di kota Wuhan. Alhasil beberapa negara dibuat kalang kabut ketika virus tersebut mulai menyerang warganya satu demi satu.
Tak terbendung, virus itu bergerak dari satu kota ke kota lain, dari satu negara ke negara lain, dari satu benua melintasi benua lainnya. Dan Indonesia, tanah air kita tercinta tak luput dari serangannya. Tak berbeda dari negara lain, pemerintah Indonesia pun menerapkan berbagai peraturan yang tujuannya tentu untuk mempersempit ruang gerak sang virus. Salah satunya dengan menerapkan libur dan menghimbau bagi masyarakat agar saling menjaga jarak, jika tidak terlalu penting untuk keluar, maka tinggal di rumah menjadi pilihan yang bijak.
Apakah masalah selesai? Bukan Indonesia namanya jika tidak terjadi kontroversi. Indonesia dengan segala bentuk keberagamannya menjadi negara yang tentu sangat menarik untuk diulas oleh sebagian orang. Dan saya mencoba menjadi salah satu dari sebagian orang itu untuk ikut mengulas beberapa hal yang menarik semenjak sang virus menyerang. Kita semua tentu tahu tugas dan peran para ibu rumah tangga. Namun, tugas dan peran mereka ternyata bertambah semenjak diberlakukannya kebijakan sekolah dan kerja dari rumah.
Baik ibu yang kesehariannya memang mengurusi segala tetek bengek kebutuhan anak dan suami maupun ibu yang berprofesi sebagai wanita karir hampir memiliki permasalahan yang sama, yaitu menjadi pengganti guru bagi anak mereka di rumah. Terlihat sepele, namun ternyata ini menjadi persoalan bagi sebagian mereka dikarenakan prosesnya membutuhkan hasil yang harus dipertanggungjawabkan kepada guru si anak. Nah, karena adanya kebijakan lebih baik tinggal di rumah, maka tentu proses pembelajaran tersebut membutuhkan media yang kita sebut dengan aplikasi yang pastinya akan membutuhkan jaringan online. Di sinilah beberapa permasalahan itu muncul oleh sebagian para ibu tadi, jika anak mereka sudah menginjak bangku sekolah kelas menengah hingga atas tentu bukan masalah. Tetapi pembelajaran online ini juga diberlakukan kepada para anak yang duduk di bangku SD bahkan yang masih di lembaga PAUD.
Segala tugas yang harus dikerjakan oleh para anak lalu kemudian melaporkan hasil tugasnya menjadi urusan baru bagi para ibu tadi selama mendekam di dalam rumah. Dimulai dari kebingungan para ibu yang masih kudet pada persoalan penggunaan gadget, lanjut kepada membantu anak menelaah maksud tugas yang diberikan guru, kemudian membantu anak mempersiapkan segala bahan atau peralatan yang akan digunakan dalam mengerjakan tugas, hingga menemani anak mengerjakan tugas lalu kemudian melaporkan hasil tugasnya. Tak ayal, di dunia sosial media beredar beberapa meme yang menunjukkan betapa kesulitannya si ibu menjadi guru dadakan, meme jeritan hati para anak yang diajar oleh sang guru dadakan atau orang tuanya sendiri yang ternyata lebih kejam dari gurunya di sekolah dan bahkan meme yang menyindir para orang tua yang selalu memandang sebelah mata profesi guru pun ikut ambil bagian. Beberapa meme tersebut disebarkan tentu bukan tanpa sebab. Itulah gambaran sebenarnya yang melanda para ibu tadi hanya saja dituangkan dalam format yang lucu.
Tetapi kemudian dari setiap persoalan yang dialami manusia, tentu kita percaya bahwa ada hikmah yang diselipkan oleh sang Maha Kuasa. Saya sempat membaca beberapa curhatan teman yang mengeluhkan kondisi seperti di atas pada salah satu grup aplikasi obrolan, dan ada yang menarik perhatian ketika salah satu teman yang berprofesi sebagai salah satu guru yang juga menerapkan kegiatan pembelajaran dari rumah. Dia mengungkapkan bahwa beberapa anak didiknya terkesan senang dengan kondisi ini. Para anak didiknya tersebut malah meminta tugas baru setiap harinya dengan antusias. Menurut teman tadi, itu karena cara atau metode yang dibuatnya menarik bagi para anak didiknya.
Ketertarian dan antusias para anak didik teman itu dalam mengerjakan tugas bisa jadi memang karena metode yang menarik oleh sang guru. Tetapi saya mencoba melihat dari sisi yang lain. Mungkin saja ketertarikan dan antusias para anak itu dikarenakan adanya keterlibatan orang tua mereka yang ikut ambil bagian, atau si anak merasakan kehangatan orang tua yang berada di sampingnya ketika mereka sedang mengerjakan tugas sekolah. Bisa jadi karena tugas tersebut, si anak mendapatkan perhatian lebih yang jarang didapatkannya ketika sang virus belum menyerang.
Ini merupakan salah satu skenario sang Pencipta yang sangat menakjubkan. Para wanita karir yang selalu sibuk dengan segala urusan perkantorannya. Para orang tua yang tidak pernah tahu akan kesulitan anaknya saat mengerjakan tugas sekolah. Mereka yang selalu meremehkan tugas para guru. Semuanya dikumpulkan di dalam rumah bersama keluarga, penuh kehangatan, sadar akan segala kelalaian yang telah dilakukan selama ini lalu kemudian bersujud menyembahNya secara berjamaah bersama keluarga. Wallahu A’lam
*AJU