JIKA anda pernah menjejaki tempat ini, buttu Salabose, maka yang anda jumpai adalah pemandangan Kota Majene yang damai, hamparan nyiur kelapa yang melambai-lambai, dan bentang laut biru, di balik pesona teluk Mandar yang eksotik, plus desiran angin yang teramat sejuk, amboi, sungguh menawan hati.
Buttu Salabose, dalam batin penulis, bak taman surga yang acap diceritakan dihikayat-hikayat Mandar lama. Buminya tentram, damai, sejuk dan penuh dengan barakka’ (Berkah).
Di Buttu Salabose ini dulunya adalah tempat yang “gelap gulita”, jauh dari syiar-syiar agama, ada dahaga batin yang sangat terasa.
Sampai suatu saat, datang pelita yang membawa cahaya menyilaukan, menentramkam dan menjadi rahmat bagi buttu ini, bagi Mandar dan bagi warga Banggae Majene yang merindukan kedamaian-ketentraman lahir dan batin.
Dialah Tosalama’ta, Tuanta’, Annanggurutta’ Almagfurlah Syekh Abdul Mannan, bersama I Moro Daengta di Masigi (Raja Banggae III),mensyiarkan Islam pertama kali di Mandar-Banggae (Majene).
Islam Ahlusunnah Waljamaah (Aswaja) Annahdliyah, yang berkembang di Majene saat sekarang ini, adalah sebuah pergumulan batin lokalitas Mandar, dan cahaya Islam yang jauh nun di Arab sana, tempat kelahiran insan agung termulia sepanjang zaman, Rasulullah SAW.
Dibalik pergumulan tersebut terjadilah Pribumisasi Islam. Agama Islam membumi dan menyatu dengan kehidupan masyarakat. Kehidupan warga yang tentram, pun alam yang senantiasa terjaga keasriannya.
Yuk, datang kesini. disini ada CINTA, yang engkau, aku dan kita cari-cari selama ini..
Shallu alannabi…!!!(*)