
BERSYUKUR pernah singgah di Pondok Pesantren (ponpes) ini, Ponpes Tebuireng Jombang Jawa Timur. Meraup berkah, walau sekedar berwudhu dan memandangi santri-santriwatinya yang lucu-lucu.
Ponpes yang ukurannya tak begitu luas. Tapi, sangat masyhur dan terkenal di seantero negeri. Bahkan dunia sekalipun.
Membincang Islam di negeri ini, pasti akan menyebut ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Dan menyebut Ponpes Tebuireng dari rangkaian sejarah pembentukannya.
Membicarakan NU tak akan barokah tanpa takzim kepada pendirinya yakni Almukarram Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari, yang juga pendiri Ponpes Tebuireng. Oleh beliau, NU digagas dan diistikharah pendiriannya di Ponpes ini.
Kyai yang menjadi Rais akbar NU. Jabatan yang tak bisa disandang oleh siapa pun selain beliau di tubuh NU diseluruh tingkatan hingga sekarang dan selamanya.
Hadratussyekh KH. Hasyim Asyari merupakan ayahanda dari KH. Wahid Hasyim, mantan menteri agama RI yang menjadi panitia BPUPKI/PPKI. Panitia yang memperjuangkan Proklamasi Kemerdekaan RI. Beliau dilahirkan untuk merumuskan dasar negara: Pancasila.
Hadratusyekh juga merupakan kakek dari Presiden RI ke 4 KH. Abdurrahaman Wahid (Gus Dur), Nyai Hj Aisyah Wahid, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah), Nyai Hj Lilik Wahid, KH. Umar Wahid dan KH. Hasyim Wahid (Gus Im). KH. Wahid Hasyim adalah ayahanda dari keenam anaknya.

Ponpes Tebuireng, yang kini bermuram durja.
Malam tadi telah ditinggal pergi pengasuhnya sekaligus pelita jiwanya, untuk selama-lamanya. Almagfurlah KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah).
Beliau pergi secara tiba-tiba. Hanya sakit sebentar dan tak lama berselang menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dikabarkan sendiri oleh putera beliau, Gus Irfan Wahid, saudara sepupu Ning Alissa, Yenni, Anita dan Inayah Wahid (puteri-puteri Gus Dur)
Kabar duka itu membuat seisi negeri menangis. Bukan hanya warga Nahdliyyin, tapi seluruh komponen bangsa yang tahu kiprah dan sosok beliau semasa hidup.
Gus Sholah adalah tipikal Kyai yang melihat pesantren sebagai sebuah masa depan, bukan sekedar benteng penjaga moral. Beliau back to pesantren setelah sekian lama berkiprah di dunia teknorat di Ibu kota.
Beliau memimpin ponpes peninggalan kakeknya, dengan memadukan unsur keilmuan klasik pesantren dan sistem manajerial yang beliau pelajari selama berkiprah diluar pesantren.
Gus Sholah menata sistem manajerial pesantren Tebuireng menjadi sedemikian rapi dan menjadikan pesantren ini semakin kompetitif.
Bagi beliau, alumni Ponpes Tebuireng tak boleh kalah bersaing di dunia yang semakin modern dan kompetitif di luar sana. (*)
Selamat Jalan Kyiai
NU dan bangsa ini sangat kehilangan sosokmu.
Bi Husnul Khatimah
Al-Fatihah..