
“Sistem yang dibangun adalah untuk mencari keadilan bukan untuk balas dendam” [Pete Gallego Politisi Amerika]
BIARLAH tulisan ini beranjak dari maraknya diskusi diseputar revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat seluruh lapisan masyarakat seakan ikut membincangkannya. Beberapa poin kontroversial RUU KPK yang menjadi sorotan masyarakat itu, jika dicatatkan diantaranya, KPK menjadi lembaga pemerintah.
Dan yang kedua, penyadapan wajib seizin Dewan Pengawas yang pembentukannya ditentukan oleh DPR. Sedang yang ketiga, KPK bersinergi dengan penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Polri. Sampai disini, KPK pada akhirnya harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk lakukan penuntutan.
Keempat, tiap instansi, kementerian dan lembaga wajib kelola LHKPN yang semula pelaporan serta pemeriksaan dikelola oleh KPK. Kelima, KPK diawasi oleh Dewan Pengawas, sehingga dari situ disinyalir akan syarat dengan intervensi DPR melalui Dewan Pengawas itu.
Yang keenam, kasus yang menjadi perhatian dan meresahkan masyarakat tidak lagi jadi syarat pengusutan. Artinya KPK tidak ditakutkan tidak akan lagi menangani kasus-kasus besar yang sedang jadi pembicaraan publik.
Sampai disini, hemat penulis, dengan adanya RUU KPK akan menambah catatan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja DPR yang seolah ingin menyelamatkan para koruptor dan melemahkan kalau keliru menyebut melumpuhkan bahkan membunuh semangat KPK.