CERPEN

Seakan Menyalahkan Ombak

PENGHUJUNG musim timur dimana angin berhembus dari selatan tak lama lagi akan bergeser ke musim barat periode bulan Juni-September. Ku’ding telah membaca tanda alam soal pengetahuannya dalam pergantian musim. Rasi bintang dan matahari jadi salah satu penanda yang dipelajarinya saat masih jadi nelayan di kampungnya dulu.

Disiang itu cuaca cukup panas. Teriknya matahari menyayat kulit semua kru kapal korban tenggelamnya Kapal Ba’go yang masih setia bersama perahu Lepa-lepa. Angin dari selatan berhembus kencang disertai percikan ombak kala-kala menampar sisi kanan sampan diatasnya berisi dua kru yang sedang menyandarkan bandannya.

Sementara Ku’ding disiang itu mendapat giliran untuk berada didalam air bersama tiga kawannya. Tangannya masih setia berpegang di samping lepa-lepa mengikuti arah arus yang yang membawa mereka dilautan luas. Terdampar di laut sudah tujuh hari dilaluinya. Bekal persediaan makanan dari sisa rumput laut yang diambil dua hari yang lalu bahkan mulai mengering menimbulkan bau yang cukup amis. Sedikit demi sedikit dibuangnya, sementara sisa kayu lapuk masih disimpan dengan merendamnya di laut, saat lapar menimpa, tinggal mengangkatnya ke atas Sampan lalu dikunyah sembari membayangkan lezatnya hidangan saat di rumah.

Mata Ku’ding mulai sayup, tubuhnya semakin lemas sebab separuh hari panas matahari terus mengkuti disertai dahaga kering merontah lapar tak terhingga. Namun dengan gigihnya jemari tangannya masih berpegang pada Sampan.

Weiii Ku’ding, paingarang tarruso aa?!lino duapa dioroi,” pesan kawannya yang melihat kondisi Ku’ding yang tidak membaik.

Sampai menjelang sore, kru kapal itu sempat tertidur. Tiba-tiba pamang Ku’ding terbangun sebab terhentak oleh wajahnya di hempas percikan ombak. Dalam pandangannya yang masih kabur, setengah sadar antara tidur dan bangun. Dari kejauhan Ku’ding melihat sebuah kapal Layar berjenis Phinisi hendak melintas di depan Sampan mereka. Layarnya terlihat masih samar-samar. Sontak mereka semua terbangun, berharap kapal itu datang memberi pertolongan ditengah kesengsaraan.

“Heiii, diang kappal landur o, pembue nasang o dai. Cowa bei kode mala adzi meita mai,” perintah Ku’ding kepada temannya diatas Sampan

Mereka pun semua sontak terbangun. Rasa letih hilang sejenak setelah mereka benar-benar melihat kapal tersebut. Temannya yang diatas perahu mengambil selembaran daun kelapa kering yang sempat diambil dua hari yang lalu saat melihat kumpulan rumput laut. Lalu dikibaskan berharap mereka dilihat kapal tersebut. Sebuah kode diberikan sebagai isyarat minta pertolongan.

Tolong…kami disini. hei tolong, tolong…,” sekuat sisa tenaga yang dimiliki digunakan untuk terus berteriak berharap kapal itu menghampiri sambil melambaikan tangannya

Karena cuaca laut kurang bersahabat membuat perahu mereka sulit terlihat karena terhalang oleh ombak. Kapal itu pun berlalu. Buyar harapan untuk selamat dari lima kru kapal Ba’go yang malang. Mereka semua terdiam seakan menyalahkan ombak itu.

NASRUL MASSE

Anak pelaut yang ingin menulis dan membaca di daratan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
%d blogger menyukai ini: