CERPENGAGASAN

Tasrif, Mahasiswa Palang Pintu Kampus

MEMASUKI tahun ajaran penerimaan Mahasiswa Baru, Tasrif dengan antusiasnya ikut mendaftar di sebuah kampus ternama di Sulawesi Selatan. Kala itu, sekitar tahun 2012 ia bersama bapaknya diantar menuju Makassar. Sebab Tasrif dianggap masih awam kondisi kota metropolitan, kota yang juga dikenal dengan kuliner Coto nya itu.

Dulu penampilannya masih culun, ala-ala orang desa menuju kota. Memasuki dunia kampus, Tasrif secara perlahan berevolusi menjadi lelaki tangguh. Awal semester ia langsung ikut demo anarkis. Bakar ban di tengah jalan depan gedung sebuah instansi.

Berbagai aktifitas akademik ia masuki baik internal maupun eksternal. Sosoknya jadi garang, rambutnya pun mulai memanjang kribo. Hampir tiap hari ia tak pernah lepas dalam genggamannya sebuah megapone. Sering terlibat di forum-forum aliansi membahas isu-isu faktual. Ia pun jadi seorang aktifis intelektual yang gahar.

Lima tahun dunia kampus digeluti, Tasrif jadi mahasiswa palang pintu di kampusnya. Ia disegani, dihormati baik kalangan mahasiswa, pemilik warung, tukang bentor, sampai pemilik club malam. Membuatnya jadi mahasiswa super star atas perjuangannya membela wong cilik, membela kaum minoritas dalam keterasingan

Pernah suatu hari, Tasrif hendak pulang kampung. Diperjalanan ia menyempatkan istirahat di warung SPBU Bojo karena sudah merasa lelah. Di dalam warung, sebelum pesan, ia sudah mengamati daftar harga menu yang ditawarkan, dan yang paling murah ia pesan, nasi palekko dan kopi susu. Maklum status mahasiswa kantong masih kering-kering basah.

Berselang beberapa saat, Tasrif menuju kasir hendak membayar tagihan . Kebetulan pegawai yang ada di kasir seorang perempuan pemilik bodi bahenol.

“Berapa semua mbak,” tanya Tasrif sok kaya. (sudah kebiasaan orang di kampung memanggil mbak meski pemilik warung orang mandar atau bugis).

“Tidak usah dibayar mas, gratis kok,” balasnya.

“Kenapai,” tanya tasrif penasaran

“Ini sebagai ucapan terimah kasih ibu saya. Katanya pernahq perjuangkan pedagang waktu dia masih jualan di makassar,” balasnya dengan seyum manis

“Ohh iyye makasih mbak,'” ucap Tasrif berlalu

Dalam perjalanannya, Tasrif masih memikirkan atas nikmat gratisan yang di peroleh dari pemilik warung tadi. “Ternyata terkenal banda palakang,” ucap Tasrif membatin. Ia pun melajukan motornya, hendak buru waktu agar sampai di kampung tidak ke malaman sesuai prakiraan targetnya.

Memasuki perbatasan Pinrang-Polman, Tasrif kaget bukan kepalang, dalam hayalannya untuk segera berjumpa sang kekasih, tiba-tiba didepannya ia ditahan polisi dari petugas swiping gabungan.

“Mana SIM dan STNK nya pak,” tanya pak polisi bertubuh kekar.

“Wahhh inimi orang yang selalu demo dulu,” timpal petugas lainnya.

NASRUL MASSE

Anak pelaut yang ingin menulis dan membaca di daratan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: