GAGASANKOLOMMS TAJUDDINOPINITERKINI

Saatnya Mencari Lino di Malinona Batin dan Jiwa Kita Sendiri

BERENTET catatan, berita dan tulisan, gambar, graphis, meme serta sejumlah perangkat visual maupun audio yang menjadikan virus corona atau covid-19 sebagai angle utamanya, secara serampangan menyerang kita. Ia datang serupa mitraliur yang ditembakkan secara acak ke semua penjuru kehidupan. Ada yang menggembirakan, tetapi tak sedikit pula yang menyedihkan. Bahkan cenderung menakutkan.

Ketakutanpun pelan bermutasi menjadi semacam gerakan bersama yang spontan dan mewabah. Bersamaan dengan kian marangseknya wabah virus corona itu sendiri ke dalam kehidupan yang tidak saja menyerang imunitas, tetapi juga menyerang nalar kita secara senyap dan tak telihat. Tak sudah-sudah. Dan tak henti-henti.

Dan ditengah katakutan itu, ribuan pesan informasipun dikeluarkan oleh lembaga kompeten untuk menjadi tameng warga dalam merespon secara cakap, momok yang memang menakutkan ini. Mulai dari laku di rumah saja, menjaga jarak aman, penggunaan alat pelindung kesehatan, serta pembiasaan laku hidup bersih dan lain sebagainya.

Bahkan pesan berantai dari yang entah berkompeten atau tidak, untuk makan telor tengah malam pun sempat menjadi gerakan bersama warga yang dilakukan secara serentak dan nyaris massif. Sejumlah tudingan sebagai usaha tak berdasar nalarpun terlontarkan. Tetapi tak sedikit pula yang membelanya sebagai bahagian dari usaha. Yang mendalilkan bahwa, usaha tak akan pernah mengkhianati hasil. Dan Tuhan tidak tidur serta diam melihat usaha hamba-hambaNya. Termasuk dengan mattula’ bala (baca: ritual tolak bala) sekalipun.

Sejurus dengan kenyataan keberangkatan tulisan ini, tak pikir panjang, di tengah ketekunan penulis menjalani hari-hari di rumah saja. Dan untuk menetralisir kejenuhan, pilihan baiknya adalah menulis, membaca buku dan menonton filem. Dan pilihan filemnya, sebagaimana kegandrungan penulis adalah menonton filem bergendre komedi produk bangsa sendiri. Biar tak ribet dengan subtitle, juga bisa agak rileks, santai dan lepas dari data-data pergerakan wabah. Tujuannya simpel saja, agar bisa tertawa lepas.



Jadilah filem yang bertitel ‘Kapal Goyang Kapten’ produksi Mega Pilar Pictures yang dirilis 2019 silam sebagai pilihan. Sekali lagi, pilihan ini didasari oleh keinginan untuk rileks dan bisa tertawa lepas. Dan di menit-menit awal filem ini memang membuat penulis tertawa seorang diri. Namun dalam berjalanan berikutnya filem ini lalu membuat penulis harus serius dan kembali berfikir tentang problem-problem serius yang dihadapi warga dunia hari ini.

Terlebih tatkala Pak Sentot yang diperankan oleh Mathias Muchus berada dalam kekalutan dan keputusasaan bersama sejumlah orang di pulau hantu itu mengatakan, “jangan terlalu yakin dulu, kematian itu rahasia besar”. Bahwa di tengah ketiadaan pilihan-pilihan terbaik, maka tindakan paling bijak adalah meneguhkan keyakinan, bahwa ending akhir dari semua perjalanan garis nasib adalah pada takdir Tuhan pencipta kehidupan.



Belum lagi hal menarik lainnya dan tak kurang seriusnya adalah, tatakla Tiara yang diperankan Yuki Kato kepada Daniel yang diperankan Ge Pamungkas yang minggat dan takut pulang kembali ke rumahnya, mengatakan, “semua orang pasti punya ketakutan, tetapi coba lihat Pak Sentot dia berhasil bertahan hidup karena dia sudah berdamai dengan ketakutannya”.

Pada titik ini, filem ini jika ditarik kepada kondisi kekalutan kita atas virus corona, seakan mengajari kita untuk belajar berdamai dengan ketakutan. Termasuk tatkala kita tidak lagi memiliki pilihan selain untuk menyerah pada kenyataan kehidupan kita di hari-hari terakhir ini.

Begitulah filem arahan sutradara Raymond Handaya, dalam pembacaan subjektif penulis, mencapai ekstase puncak dialognya, tatkala para traveler dan perompak amatiran terlibat dalam dialog soal kue mika ambon yang berasal dari Medan. Membuat seorang diantara mereka berseru keras dan berteriak lantang, “astaga, ada yang gak beres dengan negara ini”. lalu seketika disambut lebih lantang lagi oleh yang lainnya, “yang gak beres itu otak kalian itu loh”.



Dan agak-agaknya, ditengah momok wabah ini, penting kita kembali belajar pada banyak hal. Dan lalu pelan-pelan bergerak merangsek ke dalam diri kita masing-masing. Kembali mendengar dan berdialog dengan suara lirih batin dan jiwa kita sendiri. Karena lino (baca:dunia) yang sesungguhnya ada di dalam malinona (ketenangan) suara batin kita sendiri.

Bukan malah membuat dalil kontra. Dengan mengarahkan jari telunjuk kita kepada orang lain, apatalagi malah ikut melemparkan tanggung jawab atas virus yang tak kelihatan ini, hanya kepada negara atau orang per orang. Karena saling menyalahkan, toh tidak akan menyelesaikan apa-apa. Semoga wabah corona ini menjadi mimpi buruk yang akan membuat kita segera terbangun dalam harapan yang lebih baik dan lebih bisa memaknai silaturrahmi dan kebersamaan.



Dan semoga dalam tempo yang tak lagi begitu lama, destinasi dan pusat-pusat keramaian yang cantik, indah dan membanggakan di negeri dan yang ada di sekitar kita, kembali dapat kita datangi beramai-ramai dalam keguyuban bersama keluarga dan teman-teman kita. Setelah tempat-tempat cantik dan indah itu kini lengang seperti wilayah sepi yang mati bahkan menyeramkan.

Biarlah kini, naluri narsis kita disimpan rapi dulu di dalam ruang-ruang kejenuhan kita sendiri-sendiri. Seraya kembali mendengar dan berdialog dengan suara lirih batin dan jiwa kita sendiri. Karena disitu ada lino yang begitu malino. [*]

Boyang, Ahad, 05 April 2020

MS TAJUDDIN

belajar membaca dan menulis juga pembelajar di kehidupan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: