Menuju Festival Sipamandaq, Panitia Ziarah di Allamungan Batu di Luyo
Prof. Heddy: Pesan Penting dari Allamungan Batu

POLMAN, TAYANG9 – Sebagai rangkaian dari persiapan pelaksanaan festival sipamandaq yang akan dihelat Agustus mendatang, panitia pelaksana bersama pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, panel ahli serta professor ahli sastra lisan dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta berkunjung ke Allamungan Batu di Kecamatan Luyo Polewali Mandar, Ahad 03 Juli 2022.
Dalam kunjungan ke Luyo itu, rombongan tampak disambut sejumlah tokoh yang ada di Luyo. Salah satunya Mas’ud Saleh putera Luyo sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, bersama Andi Rustam Pettalolo, mantan camat Kecamatan Luyo beserta sejumlah unsur pemerintah dan masyarakat Kecamatan Luyo.
Bustan Basir Maras, salah satu panitia dalam kunjungannya itu mengatakan, awalnya kunjungan ke Allamungan Batu di Luyo itu sudah teragenda sejak setahun yang lalu. Namun batal karena sejumlah kendala.
“Agenda kunjungan ini sudah direncanakan sejak tahun lalu namun karena ada beberapa kendala sehingga baru bisa dilaksanakan tahun ini. Dan ini merupakan kegiatan pra festival sipamandaq,” ujarnya.
Adapun alasan menjadikan sipamandaq sebagai nama festival yang akan dibesut itu, “karena memang kita ini ber-Mandar dalam skala besar dan Majene merupakan salah satu pewaris kuat dari Mandar. Karena dari 14 kerajaan di Mandar, Majene mewarisi tiga yakni Banggae, Pamboang dan Sendana sehingga Majene merasa bertanggung jawab dengan persekutuan 14 kerajaan tersebut. Jadi sipamandaq lahir dari sini untuk kembali menguatkan Mandar”.
Tak heran, masih lanjut Bustan, Allamungan Batu di Luyo dijadikan sebagai salah satu titik kunjungan awal sebagai rangkaian dari penyelenggaraan festival sipamandaq itu.
“Kunjungan ke Allamungan batu yang merupakan situs bersejarah merupakan salah satu rangkaian pra Festival Sipamandaq yang akan dilaksanakan Agustus mendatang. Allamungan batu merupakan tempat nenek moyang berkongres, dan melahirkan kesepakatan sipamandaq, assitalliang dan lain-lain. Sehingga ini harus menginspirasi kita dan kami datang untuk meminta izin kepada para leluhur kita untuk menjadikan sipamandaq sebagai nama festival,” terang Bustan.
Juga dikatakan Bustan, festival sipamandaq diharapkan bisa menjadi pengangkat nilai-nilai sipamandaq. “Kami berharap festival ini bisa mengangkat kembali nilai-nilai sipamandaq, dengan mengangkat tema loa to matua, loa tongang, loa di para’bue dan belajar kembali pada sastra lisan Mandar. Karena semua ini diceritakan dalam sastra lisan Mandar. Melalui sastra lisan ini, kita akan kembali belajar tentang Mandar”.
Dalam kesempatan yang sama, guru besar dari Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil yang juga ada dalam rombongan kunjungan itu, mengaku terkesan dengan kunjungannya ke Allamnungan Batu di Luyo itu.
“Saya sangat terkesan mendengar cerita dari Allamungan Batu yang menyatukan 14 kerajaan di Mandar. Ini merupakan pesan yang sangat penting dan kuat dari Mandar, tidak hanya untuk Sulawesi tapi untuk Indonesia dalam hal menyepakati persatuan. Juga ada banyak filosofis dari Mandar yang berangkat dari kearifan lokal masyarakat Mandar yang membuat saya semakin terkesan,” ungkapnya.
Hematnya, penting ada upaya pelestarian dan penataan pada situs Allamungan Batu yang ada di Luyo itu.
“Saya berharap hal-hal seperti ini bisa dilestarikan bahkan saya sangat berharap agar tempat Allamungan Batu lebih ditata lagi karena disana pernah terjadi peristiwa penting. Saya juga berharap kearifan lokal yang muncul dari sipamandaq ini bisa diungkap lebih banyak dan disosialisasikan lebih luas sehingga menjadi salah satu elemen perekat bangsa dan negara dan kemudian kedepannya acara festival sipamandaq ini bisa dilaksanakan dalam skala yang lebih luas hingga internasonal,” beber Prof. Heddy.