BERITAFEATUREGAGASANOPINI

Lesni yang Berani “Bangunkan” Gus Dur Dengan Puisi

PERINGATAN Haul Gus Dur ke 10, Sabtu kemarin, di Sekretariat Gerakan Pemuda Ansor Polewali Mandar, Sulawesi Barat, penulis termasuk orang yang paling datang telat, dan duduk paling di belakang.

Duduk dibelakang, suara mereka yang duduk di barisan paling depan agak terdengar kurang kedengaran. Mereka adalah moderator dan pemantik diskusi, yang sejak tadi mengurai sepak terjang Gus Dur dan pemikiran-pemikiran beliau semasa hidup. Cukup ramai hadirin yang menyimak. Ada yang tampak serius hampir tak berkedip, ada juga yang sesekali bermain gawai dan cara duduknya sangat santai.

Ditengah rangkaian haul yang sedang berlangsung, penulis sejenak menoleh ke kanan dan kekiri. Menoleh ke kanan, ada jejeran sandal dan sepatu hadirin. Menoleh ke kiri, ada senyum kemayu peri-peri kopri PMII, yang juga tak ingin ketinggalan berkah Gus Dur, di penghujung tahun ini.

Ada yang  tersungging, saat penulis  tersenyum dengan hati menyapanya. “adek-adek dari Denwatser atau PMII?,”.

“iyye kak, dari Kopri PMII,” jawab salah satu diantara mereka dengan senyum menawan. Namanya Lesni, warga baru PMII, yang duduk disamping seorang Denwatser bernama Asfitasari. Lesni,  Ia tengah bersiap dengan pembacaan sebait puisi, di acara malam itu kemarin, setelah selesai diskusi.

Ya, Lesni Ayu Lestari, kopri PMII, senyumnya semanis peri, sungguh menawan hati.

Sejam waktu telah berlalu, sahabat Munawir Arifin, ketua cabang PMII 2011-2012, masih berselayang pandang dengan ulasan tentang Gus Dur yang ditinjau dari pemikiran politik Gus Dur, politik kebangsaan.

Sahabat kami satu ini, adalah alumni magister Politik Universitas Indonesia (UI), yang pernah jadi pengurus PB PMII. Malam minggu kemarin, bersama sahabat Busra Baharuddin, ketua GP Ansor Polewali Mandar, menyampaikan pandangan-pandangannya tentang konsep pemikiran Gus Dur, tentang politik kebangsaan, pribumisasi Islam di Indonesia, di Mandar, serta tentang Gus Dur yang sangat sulit untuk didefenisikan.

Nah, selesai dengan paparan keduanya, tibalah saatnya, Lesni, berdiri, penuh percaya diri, membaca sebait puisi, tentang Gus Dur, yang ditulis oleh Rozy, dari jombang kota santri.

Pembaca puisi yang bikin sejumlah anggota banser senyum-senyum, berlomba-lomba mengabadikan Lesni, agar kelak jadi memori di kamera gawai masing-masing. Dugaan penulis, sepertinya itu yang ditunggu-tunggu dari tadi. Di face book, mereka kemudian berlomba live streaming.

Puisi dibacakan Lesni dengan penuh penghayatan hati. Merangkai memori atas perjuangan Gus Dur yang sufi, gagah berani, melawan politisi, para pembajak demokrasi dari orde baru, hingga zaman reformasi.

Gus Dur yang trending, populis, menjadi idola di seantero negeri, haulnya setiap tahun diperingati, makamnya selalu ramai diziarahi, oleh manusia yang datang silih berganti.

Gus, kata Lesni, bahwa negeri ini sedang dilanda caci maki, hate-speech, produksi hoax yang terus dipabrikasi tiada henti.

Gus, kata Lesni, bangunlah kembali, bangsa ini rindu sendau guraumu, canda tawamu, guyonan-guyonan khasmu, yang tak di miliki manusia manapun di Republik ini, manusia-manusia yang terpapar benci, caci maki, jarang ngopi dan “kurang santuy”.

Agama dimodifikasi, dipolitisasi sedemikian rapi, demi kuasa, menapikan prinsip dan tujuan berdemokrasi.

Gus, semua rindu, kangen akan nasehat-petuahmu, gagasan cemerlangmu, ide-ide brilianmu, yang mungkin tak akan dijumpai hingga ujung usia kami dan Republik ini nanti.

Al-Fatihah..(*)

MUHAMMAD ARIF

Selain dikenal sebagai aktivis yang produktif menulis, dirinya kini tercatat sebagai pimpinan pengurus cabang Gerakan Pemuda Ansor Polewali Mandar

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: