KOLOMMS TAJUDDIN

Kekuasaan, antara Karitatif dan Penguasa Zalim

KEKUASAAN adalah mata pisau yang bisa berfungsi ganda. Dan pada takaran tertentu, kekuasaan bisa pula malah disfungsi. Kekuasaan memiliki dua kemungkinan. Pertama adalah, bisa bermakna baik demi kemaslahatan, tetapi juga bisa menjadi mesin pembunuh yang zalim.

Penguasa di atas tampuk kekuasaannya bisa hadir berbentuk malaikat bersayap yang tiba-tiba muncul dan hadir di saat warga tengah berada dalam gulita kekalutan dan kegalauan. Ia hadir dan tampil sebagai malaikat yang datang membawa bala bantuan sebagai sikap karitatif dan karenanya membuat warga bergantung–kalau kasar disebut tersandera.

Sebagaimana Harry Edson Browne penulis berkebangsaan Amerika pernah melontarkan kritik tajam yang menohok terhadap kepiawaian pemerintah dalam menciptakan ketergantungan.

Ia menggambarkan sebuah ironi tentang pemerintah yang mungkin sengaja mematahkan kaki warganya, dan lalu hadir dan tampil layaknya malaikat baik yang menawarkan tongkat, dan akhirnya menuai standing aplaus dari publik sebagai sang juru selamat.

Sampai disini kekuasaan hanya menjadi semacam kursi reyot yang setiap sudut dan bagiannya terukir indah bahkan bersepuhkan emas, namun di kedalaman bahannya penuh rayap yang tengah menggerogotinya.

Begitulah, tatkala seorang penguasa tengah asyik duduk manis di atas singgasana kursi indahnya, ia lupa bahwa dalam nikmatnya, saban waktu dirinya bisa saja jatuh dan terjungkal. Karena seluruh bagian dari kursi singgasananya itu telah rapuh. Setelah dalam keheningan yang amat senyap, rayap tetap memangsanya dalam diam.

Sampai disini menjadi penguasa, bukan hanya soal memiliki cukup kekayaan dan uang. Yang dengannya, sudah merasa bisa mengatur segalanya, termasuk suara rakyat yang konon dalam konsepnya adalah juga suara Tuhan.

Sebab jika demikian adanya, maka tidak mustahil penguasa akan memerintah dalam kuasa uang dan kapital semata, kering rasa rasa dan nir nurani. Pada saat yang sama, standar nilai etik dan moral terkubur di bawah telapak kaki kekuasaannya.

Kekuasaan hanya di kalkulasi dengan angka, dan karena itu semuanya bisa diatur. Penguasa acapkali luput, bahwa tidak semua hal bisa ditukar takar dengan kekayaan dan uang semata.

Demikianlah, catatan ini tengah bicara satu hal, bukan sekedar catatan liar yang tak jelas titik berangkatnya dan entah kemana arahnya. Boleh jadi catatan ini adalah catatan yang tertindis di bantal-bantal tidur para penguasa yang dengan kekuasaannya bisa seenak perut dan dengkulnya melakukan apa saja. Tak urusan apakah tindakan dan keputusannya tidak sedang menyakiti warganya ataukah menggembirakan.

Sebab yang terpenting bagi mereka, adalah kekuasaan adalah soal menghadiri acara, datang membuka dan berpidato dengan atau tanpa teks dan lalu salaman pulang dengan sikap bangga dan duduk manis di atas mobil berpendingin.

Juga tentang bagaimana media publikasi, termasuk media sosial mereka didesain sedemikian rupa untuk bertugas memoles sedemikian rupa kutipan statemen dan kesan pencitraan yang serba baik para pengauasa itu.

Dan pada titik ini, di hari-hari terakhir ini, kita telah diperhadapkan betapa perihnya politik. Ia bisa melipat dan memelintir hukum dan melindas suara-suara nurani dan keadilan. Dan penguasa hadir layaknya malaikat baik dan suci hatinya dan tulus moralnya.

Sampai di sini cinta dan kasih sayang kepada karyat menjadi bulshit adanya, padahal kita tahu betul bahwa salah satu sifat Tuhan yang otentik adalah cinta dan kasih sayang, dan karena itu, harusnya bisa diimplementasikan dalam kesunyataan.

Jika benar mereka yang penguasa itu juga adalah makhluk Tuhan. Sebagaimana tugas utama hamba termasuk, para pemimpin dan penguasa itu juga adalah hamba Tuhan sekaligus hamba rakyatnya. Karena itu harus belajar untuk selalu mensifati sifat Tuhan sekaligus menurut kepada apa yang dikehendaki oleh Tuhan juga rakyatnya.

Lagi pula bukankah, singgasana kekuasan yang tengah mereka kendalikan itu, sesungguhnya hanyalah seupil kekuasaan yang dipinjamkan Tuhan kepadanya. Dan jika juga tidak tergerak, tunggulah semua akan kembali bersuara, termasuk rayap-rayap yang tengah bekerja dalam diam di kursi kekuasanmu itu. Dan boleh jadi pada saat itulah, kekuasaan menjadi macet dan disfungsi. Merdeka!

MS TAJUDDIN

belajar membaca dan menulis juga pembelajar di kehidupan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
%d blogger menyukai ini: