
kau akan pergi, katamu
satu kepedihan lagi dijatuhkan di dadaku
pun sepertinya keretamu tak mau menunggu
meski aku belum selesai membacamu
tepat pukul 02.45 peluitmu berbunyi
tergesa kau angkat koper sambil berlari
saat aku baru saja selesai menenggak
sesendok obat pereda batuk
aku menyebutnya sebagai episode musim penghujan
seperti hujan di kelopak mataku yang berjatuhan
akhirnya satu lakon telah selesai dimainkan
namun cerita tak pernah usai, hanya dalam satu halaman
Tangerang
Mabuk
sembilan musim bunga pernah kaualamatkan
pada kenangan demi kenangan
yang singgah di pelupuk mata
jadi sekelebat bayang yang kerap menyala
lambaian demi lambaian yang tertangkap hening
jatuh pada detak jam di dinding
kau yang begitu dekat, begitu lekat
saat waktu riuh merekat
secawan anggur telah tandas, tapi kau tak lagi mabuk
tak mampu kubujuk
Tangerang