GAGASANKOLOMOPINITERKINIYUSUF DAUD

Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Perubahan Penyelenggaraan Ujian Nasional

Penulis: Angga Setyadi. M. Limpukasi

SUNGGUH suatu yg sangat kebetulan sekali ditengah pandemi corona yang melanda dunia disaat Indonesia sedang mempersiapkan salah satu prosesi nasional tahunannya, yakni US dan UN, serta UP.

Karuan, dengan bahaya pandemi Corona yang mengancam, hampir semua aktifitas penting nasional dan keagamaan dihentikan di tahun covid-19 ini, termasuk tiga kegiatan penting di dunia pendidikan itu.

US, UN, dan UP setiap tahunnya harus dilaksanakan dengan alasan untuk memastikan standar mutu pendidikan yang dilakukan oleh semua satuan pendidikan. Hasil dari pada tiga kegiatan ini, yang umumnya di tetapkan dalam bentuk angka-angka perolehan siswa akan menjadi alat untuk memberi penilaian dan perengkingan kepada peserta didik.

Dalam tiga kegiatan tersebut, akan ditentukan siapa siswa yg memperolen nilai berapa. Dengan kegiatan evaluasi akhir nasional ini, penilai akan menentukan siapa siswa yg akan mendapatkan nilai tertinggi(pintar) dan siapa siswa yg mendapat nilai rendah (tidak pintar).

Namun demikian, meskipun telah ditentukan penilaian, tetapi tidak akan mempengaruhi apa-apa, karena siapa yg dianggap pintar dan siapa yg dianggap bodoh akhirnya semunya akan (di) lulus (kan). Jadi, pada dasarnya hampir tidak ada beda antara perolehan nilai tertinggi dan perolehan nilai terendah.

Lalu apa beda mereka yg mendapatkan nilai tertinggi dan yg mendapatkan nilai terendah? Hampir tak ada jawaban rasional atas pertanyaan ini. Satu-satunya (yan dapat digunakan untuk menjawab) hanyalah ancaman kepada siswa yg memiliki nilai rendah, bahwa “mereka tidak akan dapat bebas memilih lembaga pendidikan faforitnya jika nilainya tidak tinggi atau tidak mencapai standar”.

Tentu ini hanyalah semata-mata ancaman, sebab realitasnya, untuk menentukan siswa dapat memilih lembaga pendidikan paporitnya dan yg dinyatakan ber kwlitas, ukurannya adalah bukan hanya sekedar berapa nilai yg tertera pada SKHU saja tetapi terutama adalah seberapa tebal dompet orang tua murid untuk membayar mahar yg ditetapkan oleh lembaga pendidikan yg akan dimasuki oleh anaknya. Tak dipungkiri bahwa satu dua kasus penerimaan siswa baru/mahasiswa baru dilaksanakan secara (hampir) ideal, tapi jumlahnya tidak akan lantas menjadi refresentasi, bahwa penerimaan siswa/mahasiswa baru sudah berjalan ideal di Tanah air.

Kembali kepada masalah covid-19 serta dampaknya. Saat ini kita telah memastikan bahwa US, UN, dan UP tidak dilakukan, bahkan dalam bentuk apapun, – sama sekali tidak dapat dilaksanakan -. Dan hasilnya telah ada, yakni; “lulusan tahun ajaran 2019 -2020 dan saat ini kita dalam proses penerimaan siswa baru untuk tahun ajaran 2020-2021, tentu siswa baru ini adalah prodak/output tahun ini, tahun dimana kita tak menyelenggarakan US, UN, dan UP.

Beberapa sekolah/guru, kemarin telah mencoba melakukan evaluasi secara online. Mereka mengirim soal-soal evalusia kepada siwa-siswinya ke rumah masing-masing melalu media sosial dan selanjutnya jawaban atas soal-soal tersebut dikemblikan oleh siswa untuk mendapatkan nilai atau score dari para guru.

Metode diatas akhirnya menjadi problem tersendiri, karena tidak semua siswa/guru memiliki media social, bahkan tidak semua siswa,- juga guru dapat memanfaatkan teknologi tsb, mengingat bahwa selain keterbatasan fasilitas, mungkin pula mrk tak dpt menggunakannya. Ini bukan hal yg mustahil, mrk yg berada di daerah terpencil, jauh dari perkembangan tehnologi imformasi tentu sangat terbuka kemungkinan dimana mereka belum mendapatkan pengetahuan dan pengalaman mengenai penggunaan alat komunikasi super canggih ini. Walhasil, kalaupun evaluasi dilakukan dalam tahun ajaran ini dengan memanfaatkan internet, tentu sifatnya akan terbatas dan tidak dalam skala nasional, jadi Bukan Ujian Nasional namanya..

Keadaan saat ini membantu kita untuk dapat memperbandingkan dua kondisi; – kondisi pertama adalah kondisi dimana kita menyelenggarakan prosesi pelulusan setiap jenjang satuan pembelajaran, ini adalah agenda tahunan yg tidak pernah kita lewatkan selama ini, dan kondisi kedua; yakni, dimana yg oleh situasi dan keadaan terpaksa tidak melakukan prosesi pelulusan(US, UN, UP).

Dengan dua kondisi,yaitu kondisi pertama dan kondisi kedua diatas, ini membantu kita untuk dapat memperbandingkan sekaligus memberi penilaian, apakah kegiatan evaluasi Nasional yg selama ini kita selenggarakan berkorelasi dengan kepastian kwalitas melalui objektifitas penilaian hasil belajar siswa, baik sercara kolektif maupun secara individual, ataukah kegiatan ini hanyalah kemubassiran nasional yg berdampak sangat kecil terhadap peningkatan kwalitas dan mutu pendidikan di tanah air. Jangan sampai selama ini kita hanya melakukan sebuah tradisi tahunan tanpa makna apapun bagi peningkatan kwalitas pendidikan, kecuali hanya sekedar menghabiskan waktu dan anggaran. Jangan sampai dia hanyala cara menghamburkan anggaran pendidikan yang secara nasional dianggarkan sebesar 20% dari total anggaran nasional.

Bagaimanapun, Covid-19 telah berjasa memberi kita kesempatan untuk menilai, apakah ada perbedaan yg mencolok (dalam hal peningkatan kwalitas) antara melakukan evaluasi akhir pendidikan secara nasional dengan tidak melakukannya.

Tidak terlalu sulit untuk dapat mendeteksi perbedaan kwalitas outpot siswa yg ikut evaluasi nasional (siswa tamatan tahun yg lalu) dan siswa yg diluluskan tanpa melalui prosesi Eavaluasi nasional (siswa yg ditamatkan tahun ini). Jika mereka yg mengikuti proses evaluasi memang benar-benar memiliki keutamaan ketimbang adik-adik tingkatan mereka yg hanya sekedar di luluskan dalam tahun ini, kondisi tersebut akan segerah nampak secara kasat mata. Tugas kita hanya melakukan pengamatan, baik secara individual maupun secara kolektif. Secara tekhnis pengamatan dapat kita lakukan semenjak mereka memasuki jenjang pendidikannya hingga setidaknya satu semester.

Jika kenyataannya bahwa mereka yg terlibat dalam US, UN, dan UP lebih memiliki kwalitas dan pengalaman belajar yg lebih baik, sedangkan yg hanya (terpaksa) diluluskan saja tahun ini ternyata kwalitas dan pengalaman belajar mereka lebih rendah dibanding dengan yang mengikuti semua proses UN maka tentunya ini dapat menjadi indikator bahwa pelaksanaan evaluasi akhir nasional memilki pengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dan semestinya dipertahankan untuk tetap menjadi bagian terpenting dalam penyelengaraan pendidikan kita, akan tapi jika ternyata hasilnya sama saja, itu artinya bahwa tidak melakukan evalusia akhir nasional adalah sesuatu yang tak menjadi masalah.

Masalahnya kemudian adalah, soal kemubazziran. Jika tidak menyelengarakan evaluasi akhir nasional adalah hal yg tak berdampak buruk, artinya tidak menyelenggarakannya adalah hal yang baik karena paling tidak kita sudah terhindar dalam dua hal; (1). Tidak merepotkan diri dalam satu kegiatan yg tidak penting, dan yang (2). Tdk sampai melakukan pemborosan anggaran pelaksanaan evaluasi yg nilainya tidak bisa dianggap kecil.

Andai saja, ternyata tak menyelenggarakan evaluasi akhir nasional menjadi sebuah kesepakatan nasional, dan kemudian disahkan kesepakatan tersebut dengan sebuah regulasi untuk menjadi aturan baru bagi duni pendidikan kita,dan, jika ini benar-benar terjadi, (ini baru berandai), artinya, kita tak lagi berkibat kepada hasil UN untuk memberikan penilaian dan memberikan predikat “lulus” kepada setiap siswa kita dalam rangka penyelesaian setiap jenjang studinya. Ini sebuah perobahan yang cukup besar dlm duni pendidikan kita. (masih berandai) Jika ini terjadi maka terpaksa kita harus bersepakat ”bahwa Covid-19 adalah pahlawan bagi perobahan di dunia pendidikan kita”.

Mamuju Tengah, 14 Mei 2020
Penulis: Angga Setyadi. M. Limpukasi The Nature School

Editor: YD. 15 Mei 2020

YUSUF DAUD

Alumnus Program Magister Hukum ini selain tercatat sebagai dosen disejumlah perguruan tinggi, juga aktif sebagai advokad dan konsultan hukum juga gandrung pada diskusi pada soal-soal pemberdayaan dan kemanusiaan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: