BERITASOSOK

Bantu Obati Patah Tulang, Pua Sadiah Bangun Masjid

CAMU atau yang akrab disapa Pua Sadiah (80) tampak duduk santai di depan rumahnya. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Walau bibirnya sesekali tampak komat kamit merafal. Entah sedang merafal dzikir entah shalawat pemuliaan kepada Rasulullah. Sesekali matanya tampak menatap ke atas rumahnya, atau orang lalu lalang di di depan rumahnya. Sesekali pula matanya yang sudah mulai buram dengan kacamata minusnya itu tampak menatap ke bangunan masjid Al Sadiah di depan rumahnya. Sebuah mesjid yang lantai duanya masih berupa patok-patok besi coran penegas belumlah rampungnya pembangunan masjid itu. Jika lantai dua masjid itu ikut direkeng, maka dapat dikatakan masjid itu baru sekitar 35 persen selesai. Itupun sebatas lantai satu saja.

Sekilas. Nyaris tidak akan masuk diakal bagi bagi siapapun yang datang dan hanya mengunjungi masjid yang terletak di Kampung Aribang Dusun Toyangan Kecamatan Matakali itu, jika ternyata masjid itu dibangun oleh upaya mandiri Pua Sadiah. Betapa tidak, dalam usia yang telah sepuh itu dan dengan melihat dari dekat kehidupannya nyaris tidak mungkin dirinya akan mampu membangun masjid yang serupa itu.

Sebuah masjid yang menurut pengakuannya telah tiga kali ditempati shalat jumat berjamaah oleh warga kampung Aribang. Bahkan, menurut Pua Sadiah, Masjid yang mengambil nama putri sulunya Al Sadiah itu malah telah tiga kali ramadan ditempati warga untuk penyelenggaran shalat tarawih berjamaah. Tentu saja, terhitung bulan ramadan 1436 H yang lampau.

Kepada penulis yang berkunjung ke rumahnya siang tadi sekitar pukul 10.30, Pua Sadiah berceritera, semula niatnya membangun masjid itu lebih disemangati oleh keinginannya untuk menjalankan perintah agama untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Tidak heran memang, sebab telah terbilang sekitar tiga puluhan tahunan Pua Sadiah mengabdikan dirinya dengan membuka praktek pengobatan warga yang mengalami cedera patah tulang.

Ya, ilmu mengobati penderita patah tulang yang diperoleh melalui mimpi itu telah membuatnya setia untuk tetap ikhlas berbuat kepada sesama. Bahkan dari hasil prakteknya itupun tidak digunakan sendiri olehnya, tetapi justru digunakan untuk pembangunan masjid yang telah berdiri tepat di depan rumahnya.

Padahal jika dihitung dari penghasilan praktek pengobatan alternatifnya yang gratis karena tidak menarik besaran tarif dari warga yang datang berobat kepadanya itupun, untuk dimakan dan membiayai kehidupan termasuk kuliah anak-anaknyapun rasanya masihlah sulit.

“Karena ilmu ini datangnya melalui mimpi, maka saya harus berbuat ikhlas untuk membantu sesama. Dan selama tiga puluh tahun saya buka praktek pengobatan alternatif ini tidak pernah sekalipun saya meminta tarif dari para pasien yang datang kepada saya. Biarlah rejeki itu urusan Tuhan saja, dan kalaupun ada pasien yang memberikan kepada saya itu juga sungguh-sungguh berdasarkan keikhlasan pasien saja”, tuturnya dalam bahasa Mandar yang pasih.

Ia mengatakan, hingga kini ribuan pasien telah berobat kepadanya dan tak tanggung-tanggung dirinya juga mengikhlaskan rumahnya untuk menjadi tempat menginap bagi para pasien yang jauh dan tidak memungkinkan untuk bolak balik datang menjalani pengobatan karena jarak yang jauh.

“Ia, sejak saya mengobati para warga yang datang kesini, saya telah mengikhlaskan rumah saya untuk ditempati tinggal bagi pasien yang jauh. Bahkan pada lebaran yang baru saja lewat, ada tiga orang pasien yang masih tinggal disini bersama kami merayakan hari raya. Itu juga karena rumahnya jauh,” ujarnya dalam nada merendah.

Hingga kini dirinya telah mengobati berbagai pasien yang berasal dari berbagai kalangan dan berbagai daerah. Bahkan dari Belanda dan Arab pun pernah ada yang datang berobat kepada. “Iya kalau dari dalam negeri sendiri seperti Kalimantan, Palu, Makassar, Jakarta sudah datang dan berobat kesini. Bahkan dari Belanda dan Arab-pun pernah saya obati,” urainya.

Bahkan hingga kini telah ada pula pasien yang telah diperlakukan seperti anaknya sendiri, setelah tiga tahun tinggal menjalani rawat inap di rumahnya. “iya bagi saya sudah seperti anak saya sendiri, ke kebun dia ikut dan sudah sering sekali ikut membantu saya untuk mengurusi pasien yang datang kesini. Terlebih saat ramadan kemarin saya terjatuh saat memperbaiki masjid dan mata saya sudah tidak bisa lagi melihat dengan normal. Dialah kini bersama keluarga saya yang banyak membantu,” tutur Pua Saadiah.

Benar saja, Ibrahim (30) nama pasien yang disebut Pua Sadiah kepada media ini di rumahnya itupun mengaku, telah tiga tahun menjalani rawat inap. “Iya saya sudah tiga tahun ada disini, dan sekarang Alhamdulillah sudah bisa berjalan. Padahal saat saya datang kesini saya tidak pernah menduga bisa seperti saat ini. Beberapa tulang saya patah, tulang dada, paha betis dan tangan saya patah semua akibat tertabrak mobil saat mengendarai sepeda motor. Dan saya dengan Pua (bapak-red) sudah seperti orang tua saya sendiri,” urai Ibrahim sambil menggerak-gerakkan tongkat alat penyangga tubuhnya yang masih ia gunakan saat berjalan.

Sekedar diketahui, bagi pasien yang datang berobat kepada Pua Sadiah cukup mengganti biaya pembeli jahe merah, air mineral dan rokok yang telah juga telah disediakan di rumahnya. Dan jahe merah serta air mineral itulah kemudian yang dijadikan obat. Selain itu kepada setiap pasienpun diharapkan untuk dapat ikut membantu memberikan sumbangan pembangunan masjid yang tengah dalam proses perampungannya itu. Tentu saja dalam jumlah yang seberapa ikhlasnya. [**]

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: