BERITASTRAIGHT NEWS

Ahmad Zaki Al-Mahdaly: Pemilu Harus Berpihak pada Kearifan Lokal

POLMAN, TAYANG9 – Kini Pemilu terkesan telah ikut melanggengkan liberalisasi dan dehumanisasi, karenanya penting untuk kembali meletakkan local knowledge (kearifan lokal-red) sebagai nilai utama dalam setiap penyelenggaraan pemilu, begitu yang disampaikan Ahmad Zaki Al-Mahdaly penggiat pemilu dan demokrasi yang juga aktivis muda NU Sulbar di kantor Bawaslu Polewali Mandar, Senin 16 Maret 2020 sore tadi.

“Pemilu kini harus kembali kepada lokal knowledge, kalau kita mau melihat pemilu yang tidak lagi mengarah kepada liberalisasi dan dehumanisasi,” ungkap Saiyyed Zaki sapaan karibnya.

Bahkan lebih jauh dikatakannya, kini Pemilu termasuk Pemilukada telah ikut pula melanggengkan kekerasan verbal dan membuat masyarakat atau warga selalu berada dalam posisi sebagai objek.



“Contoh paling nyata, pada kasus-kasus money politik (politik uang-red) sering sekali yang berada pada posisi yang disalahkan adalah masyarakat atau warga. Padahal money politik tidak akan terjadi, jika kesadaran awal muncul dari para pelaku politik praktis, khususnya partai politik. Ini saya kira yang penting kita pkirkan bersama,” ungkapnya.

Karenanya, bagi Saiyyed Zaki, kendati sulit membangun kesadaran kolektif akan kearifan lokal, namun baginya, mesti ada upaya bersama semua pihak untuk mengembalikan kearifan lokal sebagai salah satu ruh penting dalam perhelatan pemilu.

“Ini yang membuat kami gelisah saat ini, bagaimana mengembalikan setiap pemilu termasuk kontestasinya agar lebih menekankan kesadaran akan kearifan lokal. Ini memang susah, tetapi saatnyalah kini membangun kesadaran yang sama baik itu partai politik sebagai peserta pemilu maupun setiap unsur penyelanggara pemilu,” urainya dalam diskusi lepas di Kantor Bawaslu yang juga dihadiri, Abdul Muttalib salah satu akademisi muda yang juga sering terlibat dalam diskusi yang mewacanakan soal-soal demokrasi, kepemiluan dan kebudayaan.

Abdul Muttalib mengatakan, dalam spektrum politik, kini mesti ada upaya massif berbagai pihak, yang tidak lagi hanya melihat penyelenggaraan pemilu dalam kacamata normatif.



“Saya kira penting, kini untuk tidak hanya melihat pemilu dalam perspektif regulasi yang normatif. Tetapi bagaimana kearifan lokal digerakkan ke dalam setiap proses berdemokrasi kita. Namun jangan pula, lalu kemudian dibuatkan dalam bentuk konsensus bersama, karena kalau menjadi konsensus bersama akan cenderung regulatif dan akan mengarah kembali kepada hegemoni,” ujar Abdul Muttalib.

Dalam kehadiran penggiat demokrasi dan kepemiluan di Kantor Bawaslu Polman itu, Arham Syah Anggota sekaligus koordinator divisi penanganan pelanggaran Bawaslu Polman itu juga mengatakan, pihaknya sepakat jika pemilu ikut memikirkan dan meletakkan kearifan lokal di dalamnya.

“Saya sepakat, jika pemilu juga ikut menimbang kekayaan khasanah kearifan lokal kita. Tetapi catatannya adalah, kearifan lokal yang kita maksud itu adalah, kearifan lokal yang tidak bertolak belakang dengan regulasi yang ada. Karena disadari atau tidak kearifan lokal adalah kekayaan kita, namun kearifan lokal itu harus yang progressif dan bisa implementatif sehingga bisa ikut membuat kaya khasanah demokrasi dan kepemiluan kita,” beber Arham Syah pada diskusi yang juga dihadiri sejumlah staf Bawaslu Polman itu.



Alhasil dalam diskusi yang berlangsung sekitar satu setengah jam itu, baik Saiyeyd Saki, Abdul Muttalib maupun Arham Syah sama sepakat bahwa pemilu salah satu bangunan nilainya harus berpihak pada kearifan lokal, termasuk kearifan lokal masyarakat Mandar. [**]

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: