KOLOMSULHAN SAMMUANE

Suara Tuhan di Antara Denting Sendok dan Senyuman

DISELA riuhnya lagu pujian dan tawa anak-anak yang memenuhi jalanan kampung Tabone pada perhelatan pekan raya, ada denyut kehidupan lain yang tak kalah hangat merebak. Deretan warung sederhana yang bermunculan di sudut-sudut kampung, tertata di pinggir jalan, halaman rumah, bahkan di bawah rindangnya pohon, hingga lokasi lapang yang menjadi pusat kegiatan pekan raya.

Para pedagang lokal membuka lapaknya dengan semangat yang tak biasa. Bukan hanya sekadar berdagang mencari untung, namun mereka ikut meramaikan Pekan Raya Persekutuan Anak dan Remaja Gereja Toraja Mamasa (GTM) dengan sukacita.

Tabone, kampung yang tenang dengan kehidupan warga yang amat bersahaja itu tiba-tiba berubah menjadi lautan ungu dengan tawa anak-anak dari berbagai klasis GTM se-Indonesia.

Dan di antara peserta itu, terdapat  pahlawan-pahlawan kecil ekonomi lokal yang turut andil menyemarakkan kegiatan ini, mereka hadir dengan semangat menjajakan makanan ringan, minuman segar, buah segar, hingga kerajinan tangan lokal dari sudut-sudut kampung.

Bagi mereka, kehadirannya dalam kegiatan itu, bukan sekedar memanfaatkan momentum untuk menambah kepul asap dapur. Namun juga untuk ikut serta merasakan getaran personal dan semangat kebersamaan yang komunal untuk menyatu dalam dialog dan transaksi sebagai penjual dengan pembeli.

“Saya cukup senang, karena bukan hanya karena jualan saya laris, tapi dikegiatan ini anak-anak sopan, ramah, yang membuat kami merasa seperti satu keluarga,” ujar Ibu Linda, salah satu pedagang bakso bakar dan minuman segar yang menjadi andalan lapaknya.

Di bawah tenda plastik yang ditopang bambu, dia menjajakan bakso bakar dan minuman segarnya dalam gelas bening yang di tata rapi. Tangannya cekatan memutar balik bakso di panggangan yang ditusuk pada batang lidi yang terbuat dari bambu.

“Selain berjualan saya juga bisa bersua dengan keluarga dari jauh, karena kebetulan orang tua saya dari sini,” ujar Ibu Linda yang tak henti tersenyum kepada anak-anak yang lewat di lapaknya.

Tak ada papan nama atau plang seperti toko besar, tak ada harga yang mahal, hanya selalu ada rasa haru yang muncul dari interaksi sederhana pada setiap transaksinya.

Tangan kecil yang menukar uang saku dengan setusuk bakso bakar diiringi senyum lebar dari seorang remaja GTM memuji jajanan buatannya, hingga obrolan ringan tentang asal daerah mereka disetiap percakapannya.

Di sinilah toleransi dan persaudaraan seperti kian tumbuh dan mekar, bukan dari ceramah panjang di atas altar, tapi dari kehidupan nyata dalam pekan raya.

“Disini tiak hanya tentang untung dan uang semata, tapi ini soal ikut merasakan sukacita dan harapan, melihat kampung kami ramai dan hidup seperti ini. Rasanya seperti pesta besar yang tidak hanya milik gereja, tapi juga milik kami semua.” ujar seorang perempuan yang akrab disapa Mama Ola, pemilik salah satu lapak jajanan yang juga warga lokal disana.

Kampung Tabone pun menjadi saksi bahwa pekan raya , masyarakat dan anak-anak Tuhan berjalan bersama, yang tumbuh bukan hanya iman, tetapi juga sebuah toleransi dan pergumulan kehidupan yang jauh lebih dalam dan bermakna bagi para para pelapak itu sendiri, sebab boleh jadi lapak itu menjadi roda penggerak agar kehidupan keluarganya tetap berputar.

Di pekan raya ini, suara Tuhan tak hanya bergema dari mimbar atau altar ibadah, namun juga terdengar dari suara kasih lembut dalam obrolan sederhana antara pedagang dan anak-anak, menyatu dalam deru pemanggang yang menyala sejak pagi, yang begitu hangat dibungkus dengan cinta.

Ia hadir dalam tangan-tangan yang menyuap, bukan hanya memberi makan, tapi juga membagikan perhatian dan kepedulian yang langka. Tuhan tak melulu berkhotbah lewat kata, kadang Ia hanya diam kemudian hadir dalam satu gelas minuman segar atau bakso bakar yang dibagikan tanpa pamrih.

Dan ketika malam mulai turun perlahan, tenda-tenda doa mulai lengang, langkah-langkah kecil kembali ke penginapan masing-masing dan suara Tuhan tetap tinggal. Ia menetap di sudut-sudut warung sederhana itu, di antara sendok-sendok berdenting yang telah lelah mengaduk, dan senyuman-senyuman yang tak habis dibagikan.

Di Tabone, Tuhan tak hanya menghadirkan suara dan cinta-Nya di tempat Ibadah. Boleh jadi Ia hadir lewat dentingan sendok yang diaduk dan sebuah senyuman yang tanpa banyak bicara, namun itu terasa hangat di dalam dada. Saat mereka tertidur sekalipun, Tuhan tidak pernah tidur, namun setia hadir menghampar cinta dan kebaikan juga kedamaian. (**)

SULHAN SAMMUANE

Selain Menulis dirinya juga dikenal aktif sebagai pemerhati pendidikan anak usia dini

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: