BERITAFEATURE

Sang Ketua DPRD, Doktor Terakhir 2022 di Kampus Hijau itu

Catatan: Kesan singkat Pada acara Promosi Dr. Hj. St. Suraedah, M. Si

SUASANA tegang, padat seperti es, cair dan mengalir oleh gaya bicara rektor yang juga seorang penulis novel. Dia pandai sekali membaca situasi. Seperti membaca sebuah ruang yang bakal dijadikan setting dalam sebuah cerita, dia juga mahir membaca tatapan mata sebagai kunci penempatan peran yang tepat pada tokoh dalam novel sampai kepada siapa yang harus berperan apa, siapa yang harus berkata apa, siapa yang harus bergerak bagaimana, mengapa tokoh-tokoh berperan dan harus menegaskan kata-kata tertentu dalam dialog-dialog.

Itulah kehebatan seorang rektor yang juga novelis. Penulis novel Melawan Takkdir yang kemudian diangkat ke layar lebar. Dia tahu bahwa seorang wanita, meskipun sering tampil memimpin sidang-sidang di DPR akan mengalami gugup yang kencang. Dia tahu, kalau ketua DPR itu akan mengalami guncangan dada yang hebat dan nafas yang terengah ketika berdiri di hadapan para penguji. Dia mengikuti perkembangan cerita Sang Legislator itu sejak ujian proposal, ujian hasil dan ujian tutup kurang mulus, bahkan sedikit tahu bagaimana riwayat pendidikannya yang kurang terarah. Dia malah berintermezzo kepada mahasiswanya itu dengan mengatakan bahwa pendidikan akhir menjadi doktormu ini adalah penebus dosa dari pendidikan masa lalumu yang kelam.

Rektor yang menjadi ketua sidang memulai dengan rasa syukur dan sapaan hormat kepada yang hadir, dan selanjutnya menguraikan kalimat untuk mencairkan es yang beku, situasi ruangan yang tegang seperti tegangnya seorang yang berdiri menghadap penguji. Gayanya yang rileks membuat yang hadir spontan tertawa ringan, dia mulai bertanya dengan nada serius tapi dengan pertanyaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan isi disertasi. Yang diuji tentu dapat menjawab dan pasti merasa lucu. Dia mencoba membuka dialog ringan yang membuat calon doktor itu dapat bersuara santai tanpa getaran kekkhawatiran. Dia mulai percaya diri. Melihat situasi itu, ketua sidang yang penulis novel itu mempersilahkan satu persatu penguji memberikan pertanyaan. Dia tersenyum, skenario di dalam benaknya sesuai benar di dalam kenyataan sore itu. Semua yang hadir merasa lega Aku yang juga hadir menikmati bacaan skenario yang dirancang oleh pemikir yang kaya rasa.

Wajah merekah menyembulkan senyum kesyukuran, nafas yang lega dan degup jantung teratur setelah pertanyaan-pertanyaan dari para maha terpelajar dapat terjawab dengan sangat apik. Seorang anggota DPR pusat juga nampak tersenyum melirik ke istri tercintanya di sisi kirinya. Wanita yang diirik itu nampak sedikit menunduk tertegun mengusap titik air di sudut matanya. Dia tertegun dan lalu sadar bahwa kehendak Tuhanlah yang membuat kejadian ini dapat terjadi. Dia kenal betul riwayat pendidikan dan bagaimana anaknya itu memperoleh ijazah selama ini. Dia tahu pula batas kemampuan komunikasi yang dimiliki. Riwayat pendidikan dan pengalaman belajar yang oleh Sebagian orang tidak tahu. Di hadapannya. Dilihat dan didengarnya para professor, maha terpelajar itu mengumumkan hasil promosi yang sangat sangat memuaskan. Dia tidak mau percaya tapi itu terjadi.

Wanita itu tertegun. Ini bukankah mimpi. Ini kejadian yang betul-betul terjadi. Disaksikan para pejabat dan akademisi. Di tempat sangat terhormat. Di dalam ruangan, hadir rektor Universitas Negeri Makassar, mantan rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sulawesi Barat, para pejabat yang sedang menempuh pendidikan program doktornya, beberapa anggota DPR. Dihadiri pula oleh bupati dan wakil bupati Majene, sekertaris daerah Sulawesi Barat, Bupati Mamuju anaknya yang pertama, dihadiri oleh keluarga besarnya. Keraguan pada kemampuan yang sangat terbatas yang dimiliki oleh anaknya terhapus. Sekolah dan cara anaknya belajar selama ini ditutup dengan cara sekolah dan belajar yang serius dan bersungguh-sungguh. Walau dia dan keluarga lainnya sempat menyangsikan, tapi sangsi-sangsi itu lalu terbantahkan dengan apa yang disaksikannya.

Di dalam kelegaan yang bening, hening ruangan berbahagia itu disulam suara wanita yang sangat setia menyiramkan ayat-ayat penyejuk dan kedamaian. Dia adalah promotor dari seorang doktor yang keseribu empat puluh di UIN Alauddin Makassar. Kalimat pemantik kesadaran untuk bangkit sebagai perempuan pemikir untuk kepentingna bangsa tertancap di dalam dadanya. Bahwa perempuan kini tidak lagi terkurung di dalam kegelapan intelektual, tidak lagi sekedar penghias isi rumah tangga. Bulir-bulir kata penyejuk dan penyadar diri sebagai manusia, hamba Allah yang taat menjalankan syariat islam.

Ketua DPR wanita itu menyeka sudut matanya yang basah rasa haru Bahagia yang dalam dan mengalirkan kata demi kata nasihat akademik yang disampaikan oleh promotornya.

“Politik dalam islam merupakan aktivitas yang mulia, bermanfaat karena berhubungan dengan pengorganisasian untuk urusan ummat, urusan publik. Agama adalah dasar perjuangan, sedangkan penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan tanpa prinsip agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak dikawal akan sia-sia”.

Dia menundukkan wajah lalu mengangkatnya kembali, diresapinya kata agama yang harus menjadi roh perjuangan hidupnya di dalam berpolitik. Dia yakin dia akan mampu melakukan itu atas dasar kemauan diri dan izin Allah swt. Dia yakin atas izin Allah dia akan mampu mengubah diri untuk lebih baik dari sebelum dia menyandang doktor.

“Politisi perempuan yang berkemajuan, jagalah kredibilitas diri dalam melakukan komunikasi politik untuk menghilangkan stigma masyarakat yang selama ini berkembang, bahwa politik banyak diwarnai perilaku jahat, korup, money politic, janji-janji palsu, menghalalkan segala cara, dan perilaku jahat lainnya”.

Hati sang doktor baru itu berbisik bahwa itu memang kenyataan, itu terjadi pada bangsa ini. Mendalam semangatnya untuk mengubah semua itu dengan mengembangkan strategi-strategi suci seperti yang ditulisnya dalam disertasinya. Tiba-tiba dia tersentak dengan kalimat yang diucapkan oleh promotornya,

“Masa depan Saudara terbuka luas untuk menjadi negarawan. Masyarakat Indonesia masa kini membutuhkan negarawan bukan hanya politisi”.

Dia mengangguk memahami sepenuh hati.

Dengan penambahan nama dua huruf di depan namanya, tantangan baginya untuk menunjukkan bahwa ketika sebuah nama bertambah tenaga dari pemilik nama itu harus bertambah. Dia harus semakin memperluas cakrawala berpikirnya, tidak saja sebatas daerah dan regional tapi harus berpikir nasional dan internasional, dan terlebih lagi harus berpikir tentang ummat. Dan dengan teknologi hal tersebut akan dapat terjangkau.

Indonesia membutuhkan perempuan pemikir yang jujur, yang taat menjalankan agamanya. Mampukah? Ya, dia berkata ke dalam dirinya sendiri bahwa di dunia tidak ada yang tidak mungkin kalau kita berusaha dan Allah menghendaki. Jadi tak pantas bagi siapa saja untuk meremehkan orang lain, merendahkan hanya karena mungkin seseorang itu mempunyai masa lalu yang remang-remang atau bahkan kelam. Bukankah Allah yang Mahakuasa membolakbalikkan hati manusia, mengubah sesuatu dengan sangat mudah. Memberi hambanya kekuatan iman, kekuatan berketetapan dalam pendirian mencari keridhaanNya.

Ya, dia yakin bahwa dia bisa menjadi seorang negarawan yang berpegang teguh pada agamanya, islam. Itu akan melekat dalam hidupnya, bukan hanya karena dia alumni dari perguruan tinggi islam, tapi udara yang dicipta para dosen dan pembimbingnya, teman-temannya mahasiswa s3 membawanya kepada dunia damai dengan landasan kokoh Alquran dan hadits.

Ucapan selamat dan senyum Bahagia terekam dalam dokumentasi untuk mengabadikan sejarah. Ruangan mulai sepi. Orang-orang meninggalkan lantai 4 ruang rektorat. Turun ke lantai 1, lalu berjalan ke depan. Dan saat hendak meninggalkan Gedung rektorat, matanya Kembali melihat puluhan ucapan selamat yang terpajang. Karangan bunga ucapan selamat.

Oh, dari sekolah yang banyak. Aku mengajaknya berfoto di sisi karangan bunga itu ada rasa haru gembira yang mendalam dia rasakan. Dia membaca nama-nama kepala sekolah itu dan dia dikenal. Sesaat kemudian doktor terakhir di tahun 2022 itu meninggalkanku dengan senyum bahagianya. Aku, Nursalim, dan Juraeri berkata sesutu di dalam diam.

Makassar, 30 Desember 2022


Penulis: Suparman Sopu, penyair, seniman dan penggiat budaya juga tokoh pendidikan Mandar Sulawesi Barat

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button