TAYANG9 – Selepas lulus kuliah saya mencoba mencari peruntungan untuk memenuhi biaya hidup. Meliputi kebutuhan primer dan sekunder, salah satunya rokok, kuota internet, makanan dan biaya pacaran yang memerlukan ongkos dalam-dalam.
Bermodalkan titel sarjana, saya jadi MOTIVATOR bagi kaum pemabuk dan gelandangan ( padahal saya juga sarjana gelandangan kala itu). Karena kurang cocok saya hanya mampu bertahan selama 6 bulan. Lalu saya pun merambah ke pekerjaan lainnya yaitu jadi KONSEPTOR untuk orang-orang baru mengenal pacaran. Meski keuntungannya tidak banyak namun hampir 1 tahun saya mampu melaksanakan rutinitas itu. Sebab saya dapat jaminan rokok dan kopi tiap hari dari pemuda-pemuda di mabuk kapayang.
Bosan dengan bergelut di belakang layar dalam kisah-kisah romantisme mereka, perlahan saya tarik diri. Disebabkan pekerjaan itu kurang menantang. Lalu mencoba ke hal-hal yang lebih rumit dan keluar dari zona nyaman (bukan zona jalur perang).
Kebetulan tempo hari saat hendak pulang kampung, saya berjumpa kawan lama diatas mobil Pete-pete. Singkat cerita, saya ditawari kerja di Pembiayaan yang lokasi kantornya pas di samping Lokalisasi. Tanpa tawar pikir panjang saya ia-kan tawaran itu untuk jadi Dep KOLEKTOR. Tugasnya cukup bahaya, merampas dan menagih kepada nasabah yang bermasalah.
Hanya sebulan bisa bertahan, saya keluar tanpa pamit pas dapat gaji pertama. Pekerjaan yang cukup beresiko, saya tak ingin nyawa saya berakhir di parang, cangkul, badik, dan di sumpahin celaka di jalan.
Musim politik telah tiba, berbekal pengalaman diatas, saya masuk kedunia politik praktis untuk jadi tim sukses. Dewi fortuna berpihak kepadaku, kandidat yang saya dukung meraih kemenangan. Alhasil, bak durian runtuh percikan efek kemenangan telah datang, saya pun jadi KONTRAKTOR dari beberapa proyek aspirasi. Materi melimpah, uang kecukupan untuk kebutuhan yang lebih mewah. Mobil, motor, bentor becak, trak-TOR semuanya dapat dibeli.
Kata ustad, harta tidak dibawa mati, saya sadar dan tersungkur. Harta yang saya dapatkan tidak membuat hidup bahagia, seakan terus dihantui oleh kelicikan-kelicikan. Saya telah mengingkari idealisme saat masih kuliah. Jadi ORATOR untuk menyuarakan ketidakadilan, ketimpangan dalam pemerintahan termasuk adanya indikasi pelaku KORUPTOR dan gejolak di masyarakat sebuah tanggung jawab sebagai mahasiswa.
Saya pun berniat kejalan lurus tanpa belok tikung. Melebur bersama masyarakat pinggiran untuk jadi MEDIATOR sewaktu terjadi konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan Koorporasi. Selesai persoalan itu dengan perjanjian diatas materai, saya diajak oleh satu guru Dosen sewaktu masih jadi mahasiswa untuk bergabung di sebuah anak perusahaan media cetak ternama di Sulsel sebagai wartawan berita.
Kurang lebih dua tahun, saya bersama dua teman yakni Sulhan Sammuane dan Zulfikar serta mentor saya Iyyat Teha mendirikan Media online dikelola secara swadaya. Saya didapuk sebagai EDITOR berita meski jabatan itu belum layak buat saya. Namun amanah itu mesti dijalankan lantaran sudah mengakar sebagai murid harus patuh pada guru.
Akhirnya, saya jadi FASILITATOR.
Harap jangan menanggapi serius tulisan ini, hanya catatan menunggu datangnya rasa kantuk di malam selasa 25 Mei 2021.