BERITASOSOK

Laila, Bersama Senja Yang Raib Tercuri di La Kayang Resto

“Alina tercinta. Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja-dengan angin, debur ombak, matahari terbenam dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap?”

Seketika paragraf pembuka cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku” karya Seno Gumira Adjidarma (SGA) terlintas sewaktu bertandang ke La Kayang Resto (LKR), beberapa waktu yang lalu. Rumah makan berkonsep sederhana, terasa mesra dan nyatanya ampuh memancing imajinasi untuk segera mengerat dan mencuri senja untuk sang kekasih hati. Upss…

Sayang, senja yang didamba sore itu tidak terlihat. Gerimis dan mendung seolah bersekongkol merahasiakan keberadaan senja yang biasanya ikut ditawarkan LKR sebagai viuw utama. Restoran yang dikelalola Laila Nur Djamaluddin selaku Owner, ketika ditemui penulis membeberkan, LKR dibuka sebagai penawar kerinduannya memiliki restoran, yang selain menawarkan sajian makanan dengan rasa yang khas, ikut pula menciptakan suasana hangat-kekeluargaan. Memilih lokasi di Desa Pisuloang, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, atau sekitar 40 menit jarak tempuh dari ibu kota Majene.

Posisi LKR tepat dipinggir pantai, di jalur utama trans Sulselbar. Lokasi strategis itu sengaja dipilih untuk menyasar semua kelas atau segmen masyarakat, utamanya para pejalan yang hendak membuang suntuk setelah lelah memberondong diperjalanan.

Variasi menu yang ditawarkan dipastikan tidak sampai menguras dompet. “Harga makanan, mulai dari 20 ribu sampai 30 ribu. Saya kira cukup bersahabat dan spesial menu nan recomendate ala LKR adalah Ayam Salt Sauce,” jelas Laila dengan mata berbinar sewaktu membeberkan ragam fasilitas LKR seperti; area meeting room, musolah dan teras cafe di lantai dua. Lantai bawah menyediakan wahana permainan anak, parkiran, pantai, senja, deburan ombak eksotis dan home band yang terlihat begitu atraktif pula familiar dengan penikmatnya.

Sekitar tiga puluh meja sengaja dipersiapkan untuk memanjakan para pengunjung, dan akan dilayani tujuh orang karyawan yang terasa karib, hangat dan kesemuanya berasal dari penduduk sekitar. “Sejak awal pengerjaan LKR senantiasa melibatkan warga setempat dengan maksud memberdayakan,” tukas Laila yang dulunya cukup lama meniti karir di PT. Pelayaran Indonesia (Pelni).

La Kayang Resto

“Kukirimkan sepotong senja itu untukmu Alina, dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata, tanpa peduli apakah ada orang lain mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak perduli dengan kata-katanya sendiri.”

Lanjut SGA dalam cerpen surealisnya yang seolah memancing keingintahuan akan arti kata La Kayang. Makna “Kayang” seolah memberikan otoritas kepada penafsir dalam memberikan arti dan makna kata. Laila sendiri ketika ditanya, arti kata La Kayang malah menggiring ke inti makna yang bersifat filosofis yakni; Kayang sebagai pelindung atau peneduh, “Ya mirip atap pada lambung perahu bercadik sandeq khas Mandar,” urai Laila dengan mimik serius.

Kata “La” sendiri ternyata adalah inisial Laila sang Owner. Laila yang sore itu terlihat anggun, mengenakan baju terusan berwarna putih bergaris hitam, serta jilbab hitam polos. Sesekali, handphone di meja berbunyi dan menyela ketika SulbarDOTcom merekam penyataan bahwa bisnis restoran LKR yang tengah digelutinya memegang motto; kepuasan pengunjung adalah investasi utama.

Sebagai langkah awal, ketika launcing, LKR tidak begitu gemebyar menawarkan konsep. Cukup dibantu tujuh karyawan sudah termasuk koki. “Ini bahagian dari strategi awal dalam membaca kecenderungan pasar dulu,” tutur Laila seraya memberikan bocoran event basar musik akustik yang rencananya bakal digelar pada malam pergantian tahun. Event itu nantinya mematut tiket masuk sebesar 50 ribu, sudah termasuk snack, minum dan sajian live performance home band LKR.

Tidak terasa gerimis perlahan mereda. Hembusan angin mulai menusuk kulit. Debur ombak pantai kian terasa ritmis. Malam telah berlabuh. Lenyaplah harapan untuk menikmati suguhan sepotong senja yang elok. Jangan-jangan SGA benar. Senja yang indah itu. Senja yang kenangan itu. Senja yang melenakan itu sudah raib dicuri seseorang untuk diberikan ke pacarnya. Jangan-jangan lho ya! [**]


ABDUL MUTTALIB, aktif menulis dan tercatat sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Sulbar juga bergiat pada sejumlah kegiatan seni budaya.

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: