KOLOMMS TAJUDDINTERKINI

Kepada yang Terhormat Hari Minggu

ANGIN berhembus kencang melabrak pohon kelapa dan pohon pisang. Terpal biru tenda terowongan berkibar-kibar. Tali rapia pengikatnya putus dan lepas. Sesaat kemudian, hujan datang dan mengguyur tenda itu. Sejumlah orang di bawahnya berlarian menyelamatkan diri. Bau tanah menyeruak. Tanah basah.

Ditempat lain, satu unit mobil mini bus keluaran teranyar yang bergerak melamban di atas jalan aspal mendadak terhenti. Sebuah pohon tumbang dan menimpa atapnya dan berhasil membuatnya tidak bisa bergerak. Pengendara bersama penumpangnya tidak saja kaget, tetapi juga gelagapan hingga tak lagi bisa membedakan pedal gas, kopling dan pedal rem. Wifer mobil itu bergerak konstan menyibak sisa air hujan yang meluncur di kaca depan.

Hari ini hari minggu. Sehari setelah angin dan hujan datang mengguyur. Loadspeaker berkekuatan standar dari caiyya-caiyya bergetar. Sebuah lagu koplo sedang didendangkan. Suaranya menyambar kain gorden yang telah tersulap menjadi hiasan yang menjuntai sebagai plafon tenda terowongan ukuran jumbo.

Orang-orang dengan parfum dan tampilan meyakinkan tampak berdatangan. Di bagian belakang, sejumlah orang tampak sibuk memastikan kompor gas tetap menyala. Sedang sisanya duduk di depan baskom lengkap dengan sabun dan spon pembersih gelas dan piring. Air keran mengalir deras.

Kali ini, aku menyaksikan mereka asyik berswa photo, dan rasa-rasanya sejenak kita melupakan protokol kesehatan, juga berita acara pemeriksaan para tersangka pelanggar protokol kesehatan. Juga tentang seteru hasil akhir perolehan suara pemilihan bupati, walikota dan gubernur. Tetapi kita tidak boleh melupa, bahwa getar frekwensi kemanusiaan kita harus tetap terhubung baik dengan penguasa semesta kehidupan.

Karena itu, biarkanlah hari vakansi kali in, tersulap menjadi hari kerja membangun penghargaan pada ekosistem kehidupan kita bersesama. Bukankah tugas penghambaan kita juga, salah satunya adalah pelayanan nilai-nilai empati, toleransi dan kebersamaan kemanusisaan kita dalam buhul-buhul kemasyarakatan? Sebagai laku juga sebagai kedzo.

Sebagaimana pappasang pattorioloang Mandar “Papiyai kedzomu diparammu rupa tau, kedzo ditia disanga rupa tau.” Sebuah pappasang yang sejak dulu telah memandu kita untuk menjadi manusia (baca: rupa tau) dengan jalan menata kelola laku atau kedzo, di tengah kehadiran kita dalam laboratorium kehidupan yang semestinya membuat kita patuh pada nilai-nilai kebersamaan itu.

Dan jadilah, di bawah tenda, seusai semua prosesi berjalan baik, saya menulis catatan singkat yang tak penting untuk status whatssapp: semoga tenda terowongan itu tetap kokoh / menampung wangi parfum dan jejak high heels // doa / biarlah terlayarkan ke langit yang tak sekedar rumbai / agar tak tumpah syakwasangka ke dalam piring presmanan // hingga absah segala hijab di genggaman pua’ imang menuju pelayaran para nabi menuliskan hakikat ke dalam hikayat //

Papiyai kedzomu diparammu rupa tau, kedzo ditia disanga rupa tau

MS TAJUDDIN

belajar membaca dan menulis juga pembelajar di kehidupan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: