BERITASOSOK

Doktor Muhammad Zain, Sosok Pecinta Ilmu dan Figur Autentik

MENGUTIP pernyataan Prof Munawir Syadzali (Menteri Agama RI 1983-1993), al-Hayatu Musayyarah wa laisa Mukhayyarah, kehidupan itu diperjalankan, sehingga tidak selamanya berdasarkan pilihan kita. Pesan ini kurang lebih menginspirasi perjalanan hidup Dr Muhammad Zain. Sejak kecil ia bercita-cita menjadi Imam kampung dan penulis, di sebuah kampung kecil bernama Puccero Desa Tumpiling Kecamatan Wonomulyo. Ia lahir dari keluarga sederhana, bahkan seringkali berjuang “massangking” (memanen padi) untuk persiapan sahur puasa ketika musim paceklik tiba. Itulah Zain yang masa kecilnya dihabiskan di pematang sawah.

Bahkan hampir semua permainan anak di masanya dilakoni, seperti main gasing, logo dan Caladdu’. Menurutnya bahwa permainan seperti itu mampu memantik kreativitas. Selain Bertani, ia juga menjadi penggembala sapi. Siapa sangka dibalik itu, selepas SD beliau mulai berkenalan dengan beberapa ulama di Campalagian. Tahun 1983, ia bertemu dengan Sayyid Said pendiri Pondok Syeikh Hasan Yamani, Parappe. Tujuan beliau ke Campalagian untuk mencari pondok pesantren gratis karena kekurangan biaya. Selain itu, ia juga berguru kepada Annanggurutta KH. Abdul Latif Busyra. Kedisiplinan sudah menjadi karakternya sejak kecil, setiap jam 4 subuh sudah bangun tidur. Pada usia belia, ia sudah belajar nahwu Sharaf dengan tidur tidak pakai bantal. Bahkan tidak mampu membeli buku Sharaf standar (Sarapa’ Galappo’) sampai harus belajar tengah malam untuk bisa meminjam buku milik santri seperguruannya.

Zain juga belajar kepada Puang Kali K.H. Muhammad Zein di Bonde, seorang Faqih besar di masanya. Di sana Zain menjadi khadam melayani Kyai termasuk menuntun beliau shalat berjamaah di Masjid Raya Campalagian karena pada usia tua, beliau “gangguan” penglihatan. Sesekali Zain kecil mengurus belanja harian Sang Kyai di pasar Campalagian. Di sinilah untuk pertama kalinya ia digembleng kejujuran atas amanah yang diberikan. Setiap uang lebih, selalu dikembalikan kepada gurunya secara cermat dan teliti.

Zain kecil mengalami Mangaji Tudang atau lebih dikenal dengan nama Ngaji Sorogan. Yaitu santri mendatangi guru untuk membaca kitab standar tertentu. Ia sangat ketat mengatur jadwal belajarnya. Pagi setelah shalat shubuh, ia sudah mendatangi satu atau dua guru kitab kuning. Pagi hari belajar di Madrasah Tsanawiyah Swasta/ Perguruan Islam, Bonde. Pada siang hari sampai sore ia masuk Madrasah/Diniyah Takmiliyah (Sekolah Arab). Itulah sebabnya, pada usia masih muda, ia sudah banyak mengkhatamkan kitab-kitab klasik seperti Kitab Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, dan kitab I’anat al-Thalibin (5 jilid).

Proses Pendidikan di kampung itulah yang mengantarkannya menempuh Pendidikan lanjutan di kampus IAIN Alauddin Ujung Pandang. Tahun 1991, meskipun perdebatan dan pro kontra dalam keluarga, karena kendala biaya, ia tetap nekad melanjutkan kuliah. Ia bermodalkan uang Rp150.000, dan niatnya hanya mengantar sepupunya ke Makassar, itupun di mobil duduk bagian paling belakang dan membantu sopir angkat barang agar tidak kena sewa/ongkos.

Di Makassar, Zain bertemu Wajidi Sayadi (sekarang Profesor di IAIN Pontianak) gurunya di pesantren yang mengurus pendaftaran dan pemberkasan kuliah, sehingga bisa menjadi mahasiswa IAIN Alauddin Ujung Pandang. Lulus jadi mahasiswa, Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuluddin. Jika kebanyakan mahasiswa merayakan kelulusannya, Zain justru pusing lagi-lagi berpikir biaya kuliah. Sebab, itulah sehingga intensitas belajarnya ditingkatkan satu tahun pertama agar ia bisa mendapatkan beasiswa Supersemar.

Selanjutnya, saat masih berstatus mahasiswa pada semester akhir, ia sudah menjadi asisten dosen dan telah menggembleng para yuniornya di kampus almamaternya. Ia menulis dan menyelesaikan skripsinya dalam waktu relatif singkat. Mulai dari pengajuan judul, penulisan proposal dan ujian skripsi hanya sekitar satu bulanan. Bahkan penulisan skripsi secara intensif hanya sekitar lebih satu mingguan. Dan penguji utamanya adalah Prof. Kyai Mochtar Husein (Ayah Dr Zainal Arifin Mochtar/ PUKAT, dosen UGM Yogyakarta). Ia sempat berpikir tidak berniat lanjut studi program magister, tapi ingin kembali ke kampung untuk bertani. Sementara teman-teman seangkatannya sibuk mengikuti bimbingan tes program pra pascasarjana. Ia dan lima temannya memilih belajar mandiri dengan membedah soal-soal dan reading text (books) pasca sarjana. Alhamdulillah, dari enam sahabatnya, hanya dia saja yang lulus beasiswa dari Departemen Agama RI dan diterima pada program pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kepercayaan Zain akan firman Tuhan bahwa orang-orang beriman dan berilmu akan ditinggikan derajatnya (Q.S. Al-Mujadalah:11) menjadi pegangan dalam menyelami dunia akademik. Selain itu, prinsip leluhur terwariskan melalui pesan orang tuanya: “Nak! Kita memang keluarga tak punya, namun pada kondisi apapun kita harus tahan menderita”. Zain faham betul bahwa kualitas dan keotentikan seorang pemimpin mesti diuji dengan penderitaan, bukan dimanja dengan fasilitas dan privilege. Pemimpin besar semua terlahir dari ombak besar. Tidak ada pemimpin yang lahir dari ombak yang tenang.

Terkait pencalonan PJ Bupati Polman, Zain optimis dengan melihat akan banyaknya calon yang diusulkan. Stok pemimpin di Mandar ternyata banyak. Itu berarti ada banyak pilihan. Tinggal siapa yang diberi kesempatan dan amanah. Saya yakin, ke depan kondisi Mandar akan semakin baik. Kolaborasi dan sinergitas adalah kunci kemajuan suatu daerah. Saat ini, digital leadership sangat dibutuhkan di Mandar sebagaimana program yang sedang digalakkan Prof Zudan, Pj Gubernur Sulawesi Barat. Kita apresiasi dan mendukung penuh semua gerakan dan program strategis serta sustainable dari beliau.

FARHAM RAHMAT

Alumni Hukum IAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta Timur, Blogger juga aktif dalam pengembangan skill Bahasa (Inggris, Arab dan Teks Lontara) Alumni SKPB Akbar Tandjung Institute. Kini Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar dan nyantri di Majelis Shalawat Simpang M, dan didaulat sebagai Ketua Zain Office, editor di media katalogika.com. Serta dirinya tercatat sebagai pemuda pelopor Literasi Digital Kabupaten Polewali Mandar

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: