
SIAPA yang tidak kenal Setya Novanto, ketua DPR RI yang namanya mulai tersohor sejak dirinya sering disebut-sebut terlibat dalam pengaturan anggaran negara. Salah satunya adalah kasus perpanjangan kontrak PT. Freeport sehingga ia mendapat julukan “Papa Minta Saham”. Kemudian yang terakhir adalah kasus suap dana E-KTP yang menyeret namanya masuk status tersangka hingga jilid dua.
Posisinya yang cukup strategis dengan mempimpin sebuah lembaga negara dengan bonus menjadi ketua Partai politik yang cukup eksis dari zaman orde baru hingga zaman now. Membuat karir Papa Minta Saham semakin melejit, punya kuasa yang cukup strategis baik diparlemen maupun di pemerintahan. Ia seorang politikus ulung, dengan berbagai jurus maut yang miliki ketika namanya masuk radar lembaga anti rasuah, Sang papa terus menerus mampu keluar dari jeratan kasus dengan sucinya.
Publik mulai dibuat penasaran olehnya, seorang pionir politik yang selalu lolos dari bidikan maut KPK. Ia pria tangguh, pria yang membuat rakyat tercengang melihat aksi-aksinya di panggung pemerintahan. Seorang papa yang katanya akrab dengan presiden Amerika Serikat. Ditambah dua sahabatnya yang menggemaskan lewat ciutan-ciutan renyah dan gurih, bapak Fadli Jon Dan bapak Fahri Hamjah, atau yang disingkat trio SFF.
Namun pepatah kuno tak mengingkari nasib Sang Papa, Diatas langit masih ada langit, “Sepandai-pandainya tupai melompat namun pasti jatu jua”. Itulah yang yang harus dirasakan, kesaktian sang Papa harus di uji dengan lika-liku jurus dan ilmu yang dimiliki yang kemudian dikalahkan dengan yang namanya kebenaran. Sang papa harus menghadapi hukum alam yang tidak bisa diingkarinya. Dan harus merelakan bagaimana rasanya menggunakan rompi oranye saat hendak keluar dari gedung KPK yang dihadang puluhan wartawan.
Dengan luka benjol seperti Bakpao kata Pengacaranya itu, yang awalnya benjol di kiri kemudian pindah ke sisi kanan. Itu kan luka yang cukup unik. Ibarat pemain sepak bola, ia pemain yang multi posisi, bisa berpindah dari posisi kanan ataupun kiri. Namun, beruntunglah sang papa yang punya pengacara sekaliber Fredrich Bla bala bla…yang namanya mulai terkenl lewat tumpangan kasus Detya Novanto, punya kapasitas keilmuan yang tidak bisa ditawar lagi. Demi kliennya, katanya ia akan menggugat kasus tersebut
hingga ke lembaga HAM Internasional, coba bayangkan…!!!
Kasus dugaan korupsi dana E-KTP senilai 2,3 triliun menjadi kasus korupsi kedua terbesar setelah kasus Bank Century yang kasusnya hilang entah kemanan?. Menjadi kisah akhir dari seorang Setya Novanto. Setelah lolos dari status tersangka jilid pertama lewat pra peradilan, KPK tak patah arang untuk terus membidik sang Papa, dan tersangka jilid dua pun menjadi akhir perjuangan sang Papa yang mengakibatkan dirinya menabrak tiang listrik yang tak berdosa itu.
Ketika Sang Papa berada di titik “Klimaks”, crot…!!! Ia harus memulai hidup baru, dengan persiapan yang sematang-matangnya sebelum memasuki gelanggang jeruji besi. Umumnya ketika seseorng berada di titik klimaks, orang merasakan kenikmatan yang tiada tara, namun kali ini, beda dengan nasib Bapak Setya Novanto. Titik klimaksnya akan diperhadapkan pada hukum yang berakhir di penjara.
Titik Klimaks Setya Novanto itu, juga membuat orang-orang yang berada di wilayah kasus suap anggaran E-KTP, merasa deg-degan, sebab, kuat dugaan jika bukan hanya sang Papa yang terindikasi cipratan anggaran. Namun satu dua hingga puluhan yang mungkin akan masuk dipusaran Kasus tersebut. Satu tepukan dua lalat mati, mungkin pribahasa itu akan menjadi trending topik setelah papa mulai melaksanakan ciutannya dihadapan para hakim.
Kita tunggu saja, yang penting tiang Listriknya dalam kondisi baik-baik saja ya Pa!!!