GAGASANOPINISALAHUDDIN SOPU

Temukan Jalanmu Menuju Taman Sang Nabi

At-Takhalluq bi Akhlaq Allah

SALAH satu ajaran Islam yang sangat penting adalah akhlak sebagaimana dinyatakan dalam Hadis: “Berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah”. Berakhlak dengan akhlak Allah itu artinya kita harus bisa mewujudkan sifat-sifat Tuhan yang biasa disebut asma’ul husna itu, yang secara garis besarnya terangkum dalam sifat rahman dan rahim.

Namun di al-Asma’al-Husna itu ada dua kategori sifat Allah. Yaitu sifat Jamaliah dan sifat Jalaliahnya. sifat Jamaliah adalah sifat-sifat yang berisi aspek-aspek keindahan dan kelembutan Allah, seperti al-Rahim (Maha Penyayang), al-Ghafur (Maha Pengampun), al-Lathif (Maha Lembut), dan al-Rahman (Maha Penyayang). Sedangkan sifat Jalaliah adalah sifat-sifat yang berisi aspek-aspek keagungan dan kebesaran Allah SWT, seperti al-Akbar (Maha Besar), al-Azhim (Maha Agung), al-Qawiy (Maha Kuat), dan al-Qadir (Maha Kuasa).

Sifat Jamaliah Tuhan itu jumlahnya 5 kali lebih banyak dari sifat Jalaliahnya. Sebagai contoh di dalam Al Quran terdapat 100 ayat tentang sifat ghafur (pengampun) dan hanya ada 1 ayat tentang dzuntiqam (pembalas). Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah Swt itu sangat cinta dan sayang terhadap ciptaannya, sehingga sekalipun seseorang telah berulang kali melakukan kesalahan, namun Allah setiap saat tetap akan memberi kesempatan kepada orang itu untuk bertobat dan kemudian memberikan ampunan.

Namun, pertanyaannya adalah bolehkah kita berakhlak dengan akhlak Allah, al-Jabbar, al-Kahhar, dan sifat Jalaliah-Nya yang lain?

Pertanyaan ini saya pernah tanyakan ke dosen saya waktu saya kuliah di LIPIA. Dosen saya itu menjawab, “tidak boleh, itu sifat hanya khusus untuk Allah swt. Makhluk tidak boleh memiliki sifat tersebut”. Jawaban tersebut tidak atau belum memuaskan bagi saya. Saya coba buka kitab-kitab al-Asma’ al-Husna yang lain. Ternyata, dalam kitab al-Maqsad al-Atsna fi Asma’ Allah al-Husna, jawaban al-Ghazali beda lagi. Beliau berkata, “boleh saja.” Tapi maknanya tentu saja tidak se-vulgar makna harfiahnya.

Misalnya saja, kita boleh saja memiliki sifat Allah al-Jabbar, pemaksa, tapi itu dalam arti Anda membuat diri Anda menjadi kharismatik sedemikian rupa, sehingga setiap ucapan yang keluar dari mulut Anda menjadi sangat dipatuhi (bersifat memaksa) oleh siapa pun yang mendengar dan bersama Anda. Tentu membuat diri menjadi diri yang kharismatik itu butuh proses yang panjang. Tapi itulah cara yang harus ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa memiliki sifat Allah tersebut.

Atau Anda bisa saja memiliki sifat tersebut, tapi secara temporer. Tidak selamanya. Misalnya, sifat Allah al-Mutakabbir, yang sombong/angkuh. Sifat Allah ini boleh saja Anda sandang ketika Anda berhadapan dengan orang yang angkuh juga. Ada ungkapan التكبر إلى المتكبر صدقة atau diungkapan lain, عبادة (Takabur/sombong terhadap orang sombong adalah sedekah, atau ibadah).

Sebenarnya ini hanya untuk memberikan shock terapy kepada orang tersebut. Sebab ada orang yang tidak mempan hanya dengan sindiran, kata-kata halus, pemberian contoh, hikmah, dll. Ibaratnya, dengan bersikap sombong juga, kita memberikan pukulan palu Godam ke orang yang sombong tersebut. Wallahu a’lam

Paccinnongan, 12 Nopember 2020

SALAHUDDIN SOPU

Dosen Pemikiran Islam UIN Alauddin Makassar

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
%d blogger menyukai ini: