GAGASANOPINI

Siapa Bilang Waktu Tidak Bisa Dipersingkat (?)

TAYANG9 – Malam itu kami bertiga ngobrol di salah satu tempat _ngopi_ hits di Sendana, Majene, Sulawesi Barat. Malam itu lumayan digin. Cukup mengganggu. Tapi jangan berekspestasi seperti dinginnya Kota Enrekang, Sulawesi Selatan. ini dingin versi anak pesisir.

Kami menyoal banyak hal. Dari yang usang sampai yang aktual. Dari yang idealis sampai yang realistis. Dari yang absurd sampai yang subtansial. Dari yang rasional sampai yang takhayul.

Kami pun sempat menyinggung perihal waktu. Ini bermula saat Rifat menceritakan pengalaman kurang enaknya ketika mendampingi pemateri di satu kajian. Ia ditegur pemateri karena di pengantar ia mengatakan “untuk mempersingkat waktu”. Menurut pemateri, waktu tidak bisa dipersingkat.

“Wah waktu itu bisa dipersingkat” sahut saya, “Bagaimana caranya ?” tanyanya. Saya pun menjelaskan teori relativitas dengan modal retorika seadanya. Retorika saya yang tak semantap Adian Napitupulu atau Fahri Hamzah menyulitkan saya meretorikan teori rumit ini.

Penuturan saya soal relativitas yang tak beres membuat gagasan relativitas sulit dimengerti Rifat. Akhirnya saya berjanji sampaikan lewat tulisan saja. Yah melalui tulisan ini. Karena bagi saya, menyampaikan gagasan lewat tulisan itu lebih mudah.

Ada pula anggapan populer terkait relativitas. Katanya dilatasi waktu hanyalah soal persepsi. Artinya waktu terasa lambat kalau kita melakukan hal yang kita tidak sukai dan terasa cepat bila melakukan hal yang kita sukai. Misal, 10 menit jalan bareng sama doi terasa lebih cepat dibanding 10 menit jalan dibawah terik matahari.

Padahal tidak begitu konsepnya. Dalam relativitas Einstein, waktu memang bisa memendek dan memanjang. Seperti karet gelang, bisa memanjang, bisa memendek.

Bicara soal dilatasi waktu, maka kita harus mulai dari gagasan relativitas versi Newton karena gagasan waktu bermula dari situ. Jadi menurut Newton keadaan diam itu relatif.

Benda A diam dan benda B bergerak terhadap benda A tapi bisa juga dikatakan benda B diam dan benda A bergerak terhadap benda B. Contoh, (Rotasi dan revolusi bumi diabaikan sejenak) Dapat dikatakan bumi itu diam sedang kereta api yang sedang melaju di atasnya bergerak, bisa juga dikatakan kereta api diam dan bumilah yang bergerak.

Bila anda bermain ping pong di dalam kereta api yang sedang melaju, dan ada orang bermain ping pong di pinggir rel kereta api, keduanya akan mematuhi hukum Newton yang sama. Jadi tak bisa diketahui dengan pasti mana yang diam dan mana yang bergerak.

Ketiadaan acuan diam yang mutlak membuat kita tidak bisa memastikan apakah dua peristiwa yang terjadi di waktu yang berbeda berada dalam posisi yang sama dalam ruang.

Misal, seseorang dalam kereta yang sedang melaju 20 meter per sekon. Anggaplah orang ini membuang bola kasti secara vertikal. Bola ini melayang 2 detik sebelum akhirnya tiba kembali ke titik dimana bola ini dibuang. Bagi orang di luar kereta bola ini berpindah sejauh 40 meter karena kereta api bergerak sejauh itu. Konsep ini menjadi dasar bagi Newton untuk mengatakan ruang itu tidak mutlak.

Tapi newton sepakat kalau waktu itu mutlak. Karena selisih waktu antar dua peristiwa selalu sama bagi semua pengamat.

Pada tahun 1865. Seorang ilmuwan fisika bernama Clark Maxwell berhasil menjelaskan esensi cahaya secara detail, menurutnya cahaya adalah gelombang elektromagnetik, karena cahaya adalah gelombang maka kecepatan cahaya dapat diukur ( sebelumnya diyakini kecepatan cahaya itu tak terhingga )

Bila cahaya memiliki kecepatan, maka kecepatan cahaya relatif atas apa ? Untuk menjawab itu dibuatlah gagasan tentang eter. Apa itu eter ? suatu zat kecil semacam partikel. Eter adalah medium bagi cahaya, seperti udara yang jadi medium bagi gelombang suara.

Tahun 1879 dilakukan percobaan untuk menguji keberadaan eter oleh Michelson dan Moerley. Percobaan ini disetting sedemikian rupa, cahaya dibelokkan empat kali dengan menggunakan benda semi-cermin. Sehingga di percobaan ini, adakalanya cahaya searah dengan eter dan adakalanya cahaya berlawanan dengan eter.

Hipotesanya, kalau eter ada, cahaya yang bergerak searah dengan eter akan lebih cepat dibanding cahaya yang bergerak berlawanan dengan eter. Di percobaan itu, mereka menemukan fakta, kecepatan cahaya selalu sama walau dirambatkan searah ataupun berlawanan dengan eter. Atas dasar percobaan itu, dunia sains menyimpulkan bahwa eter itu tidak ada.

ketiadaan eter ini menegaskan bahwa kecepatan cahaya sama bagi semua pengamat. Einstein mengatakan gagasan eter bisa dihilangkan asalkan gagasan waktu mutlak ditinggalkan. Jadi Kita bisa membandingkan gagasan Newton dan Einstein dalam hal waktu.

Menurut Newton, waktu tempuh seberkas cahaya dari satu titik ke titik lain bagi semua pengamat adalah sama (karena waktu itu absolut), tapi jarak perpindahannya berbeda bagi tiap pengamat yang berbeda posisi (karena ruang itu relatif), dan kecepatan cahayanya juga relatif karena kecepatan cahaya adalah hasil bagi antara waktu dan perpindahan cahaya.

Sedangkan menurut Einstein kecepatan cahaya itu sama bagi semua pengamat ( berapapun kecepatan pengamat ). Sehingga gagasan waktu mutlak harus disingkirkan , karena kalau tidak, kecepatan cahaya jadi relatif.

Kita bisa melambatkan waktu dengan bergerak mendekati kecepatan cahaya. Ketika kita bergerak mendekati kecepatan cahaya, kecepatan cahaya akan tetap konstan ( karena kecepatan cahaya tetap sama bagi semua pengamat berapapun kecepatan pengamat) akibatnya waktu kita jadi melambat.

Tapi ini mustahil dilakukan karena relativitas Einstein mengatakan energi dan massa itu setara. Semakin cepat suatu benda semakin bertambah energinya, semakin bertambah pula massanya. Jadi benda yang mencoba mendekati kecepatan cahaya akan membutuhkan energi banyak, sehingga massanya juga bertambah. Massanya yang bertambah akan memperlambat geraknya. Jadi hanya entitas non massa saja yang boleh bergerak mendekati kecepatan cahaya.

Kurang lebih begitulah bagaimana waktu bisa dipersingkat. Kita belum punya kemampuan melambatkan waktu tapi kita paham mekanisme untuk melakukan itu.

Mungkin kita bisa melakukan itu 50 tahun atau 100 tahun ke depan, karena banyak yang dulu dianggap mustahil sekarang bisa dilakukan. Dulu orang hanya pasrah jika ada wabah, sekarang dengan ilmu pengetahuan manusia bisa mengendalikan wabah bahkan memusnahkannya.

MUHAMMAD GUFRAN

Sarjana biasa-biasa yang kebetulan hobi menulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: