Senin Pagi, 1 Juni 2020

SENIN pagi, 1 Juni 2020 catatan ini mulai bergerak. Tatkala jumlah pasien yang meninggal akibat covid-19 berada di angka 1.613 orang dan jumlah pasien covid-19 berada di angka 26.473 orang. Serta jumlah pasien yang dinyatakan sembuh berada di angka 7.308 pasien.
Di waktu yang bersamaan Senin pagi, 1 Juni 2020 sejumlah media menayangkan gambar-gambar serta tulisan-tulisan selebrasi hari lahirnya Pancasila yang juga tebaca oleh kita.
Dan dalam waktu yang bersamaan, segelas kopi tengah berada tepat disamping laptop tempat catatan ini mulai bergerak. Sebagaimana pagi, selalu menjadi momentum baik bagi perayaan kesyukuran atas kebaikan Tuhan pada kehidupan. Tidak terkecuali, kesyukuran atas perjalanan tulisan ini dalam mencatatkan kebahagiaan bangsa yang telah melewati begitu banyak jalan sejarah perjuangan yang membuat kita menjadi bangsa pejuang dan bukan bangsa pecundang.
Demikianlah, pagi semestinya tidak saja menjadi momentum perayaan kesyukuran, tetapi juga sudah selayaknyalah menjadi peristiwa bergeraknya kembali dinamika kehidupan yang padanya menjadi awal bagi pergerakan dan semangat-semangat kejuangan yang baru. Dan selain rasa syukur, juga menjadi sangat baik jika, pagi juga diawali dengan upaya bersama untuk sama melayarkan doa-doa kita ke atas langit semesta. Terlebih terkait dengan angka-angka ribuan saudara kita yang terhempas, digoyang bahkan dikalahkan oleh pademi, sebagaimana angka-angka di alinea awal tulisan ini.
Dan biarkanlah disela-sela pembacaan angka-angka itu, juga selebrasi perayaan 1 Juni yang ditemani kopi serta rasa syukur dan pelayaran doa-doa itu, juga kita putar kembali rekaman pidato yang disampaikan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 di kanal-kanal internet itu. Pidato dalam diksi yang tegas dan detail dari seorang pemimpin besar yang dengan begitu cerdas meletakkan pilihan Pancasila sebagai ideologi kita dalam menggerakkan tatanan dalam berbangsa dan bernegara.
Dalam pidatonya sebagaimana kutipan yang terekam dalam kanal-kanal internet itu, Bung Karno mengatakan:
“malam itu aku menggali. Menggali di dalam ingatanku. Mengali di dalam ciptaku. Menggali di dalam hayalku. Apa yang terpendam di dalam bumi Indonesia ini. Agar supaya, sebagai hasil dari penggalian itu dapat dipakai sebagai dasar indonesia merdeka yang akan datang. Sudah terbukti bahwa pancasila yang saya gali dan saya persembahkan kepada rakyat Indonesia. Bahwa Pancasila itu adalah benar-benar suatu dasar yang dinamis. Suatu dasar yang benar-benar dapat menghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia. Suatu dasar yang benar-benar bisa mempersatukan rakyat Indonesia itu, untuk bukan saja mencetuskan revolusi. Tetapi mengakhiri revolusi ini dengan hasil yang baik”.
Dalam pidatonya terdengar jelas, frasa ‘malam itu’. Dan kita tidak pernah tahu, bagaimana suasana kebatinan dan alam pikir Bung Karno pada malam yang disebutkan dalam pidato Bung Karno itu? Dan tepat di jam berapakah malam yang dimaksudkan oleh Bung Karno, saat dirinya menggali dalam ingatan, dalam cipta dan dalam hayalnya itu? Dan ritual kesyukuran dan doa seperti apakan yang dijalani sebelum dan atau sesudah Bung Karno menemukan hasil penggalian itu?
Yang pasti, kini kita telah mendapati dan menerima Pancasila sebagai ideologi final yang sangat tepat di negara dan bangsa kita. Bangsa yang begitu beragam dan digelayuti oleh beragam keteledoran dalam tata kelola dan perilaku nilai kebangsaan kita. Dan lalu membuat kita, acapkali terjebak dalam kebangsatan yang tidak adil dan tidak beradab dengan segenap tingkatan dan variannya.
Dan di atas dalil itulah, Pancasila menjadi amat sangat kita butuhkan dalam upaya kita menjadikan Pancasila tidak hanya sebatas jargon, tetapi semestinya sebagai tindakan nyata yang mewantah dalam senyatanya kehidupan kita. Sehingga kebangsatan yang tak adil dan tidak beradab itu, segera berevolusi menjadi nilai-nilai kebangsaan yang adil dan beradab. [/*]