GAGASANPUISI

Puisi Ramadan dan Lebaran

Bertahanlah Untuk Tidak Membatalkan Puasamu Anakku

Bertahanlah untuk tidak membatalkan puasamu anakku.
Bukan agar engkau kelak, terlihat seperti orang alim yang di kepalanya penuh pengetahuan agama. Namun hatinya tandus dari sentuhan nilai cinta dan kemanusiaan. Lalu dengan begitu enteng engkau akan mengkafirkan orang yang pikirannya tidak sejalan dengan pikiranmu.

Bertahanlah untuk tidak membatalkan puasamu anakku.
Bukan karena wajah yang engkau temui di televisi dan koran-koran itu juga berpuasa. Dan dengan cerita indah mereka disorot sebagai pesohor yang alim. Lalu mereka hidup dari hasil penjualannya atas agama yang telah ia modifikasi seenak perutnya.

Bertahanlah untuk tidak membatalkan puasamu anakku.
Bukan agar kami sebagai orang tuamu direken sebagai orang tua yang berhasil mendidik anak-anaknya. Lalu keluarga kita akan disebut oleh warga kampung sebagai keluarga yang terhormat.

Bertahanlah untuk tidak membatalkan puasamu anakku.
Bukan agar engkau bertumbuh seperti anak orang berduit yang pendidikan mental agama anaknya diserahkan ke pesantren. Dan begitu pulang di bulan ramadan, sibuk bersafari ke masjid-masjid kampung. Berceramah menggurui sambil menunjuk-nunjuk bahkan menyalahkan tradisi, leluhur dan orang tua yang santun dan tawadhu di depannya.

Bertahanlah untuk tidak membatalkan puasamu anakku.
Bukan agar engkau memahami betapa sakitnya hidup dalam kelaparan dan kehausan. Sebab untuk itu, kita telah menamatkannya sebagai pelajaran yang memang harus kita jalani saban waktu di luar ramadan sekalipun.

Bertahanlah untuk tidak membatalkan puasamu anakku.
Karena kita tidak punya pilihan lain selain berpuasa.

Makassar-Mandar, 29 Juni 2015 M/ 11 Ramadan 1436 H


 

Biarkan Aku Lebaran Dalam Empat Paragraf Bersamamu A’ba

jelang lebaran, biarlah aku hanya akan memilih pulang menziarahi makam tempatmu kini terbaring aba. sebab aku tahu di lebaran kini, engkau tidak akan lagi menyambutku di pintu pagar rumah kita dengan senyum yang paling ikhlas yang pernah aku temui di hidup ini.

a’ba, jujur aku sangat rindu saat kita bersama memasak sayur dengan sedikit garam dan santan kelapa. santan dari kelapa yang kita tanam kala aku masih kecil dulu. sayur santan memang selalu cepat basi katamu, tetapi aku percaya bahwa doa dan harapanmu yang engkau panjatkan dulu, tatkala aku yang masih kecil dan tengah tertidur pulas tidak akan pernah basi hingga kini. bahkan, kuyakin ia masih tercatatkan baik di langit ikhlas hatimu itu.

a’ba, lebaran kali ini aku pastikan akan terasa hambar, tanpa cerita dan pertanyaanmu tentang kehidupan di luar yang kian hari kian menjebak dan menipu. tetapi percayalah, karenamu aku akan tetap baik-baik saja, bersama amma’ yang akan selalu setia menjaga aliran darah dan semangatmu untuk berbuat baik.

a’ba, aku juga tahu, bahwa air mata rinduku kini tidak akan lagi bisa engkau hapuskan, tetapi biarlah ia tumpah dan membanjiri doa-doaku yang akan kulayari menuju pertemuan denganmu dan dengan tuhan kita. sebagaimana hatiku juga adalah hatimu yang akan kembali kita pertemukan dalam khusyuknya lantunan takbir dan tahmid kepulangan di hari fitrah.

Mandar, 13 Juli 2015 – 27 Ramadan 1436 H


 

Biarkan Aku Lebaran Dalam Empat Paragraf Bersamamu Amma’

jelang lebaran, biarlah aku hanya akan memilih pulang ke hatimu amma’. hati yang begitu setia melahirkan kebaikan kepada anak-anaknya dan selalu mengajariku tentang baiknya khusyuk dalam rangkulan cinta dan kasih sayang yang mendamaikan hidup.

amma’, aku tahu, tidak akan aku temukan ketupat dan opor ayam juga masakan dari tanganmu yang telah mulai keriput itu. tetapi aku amat meyakini bahwa kasih sayang dan ketulusan cintamu tidak akan pernah keriput juga basi. dan itulah menu dan suguhan terbaikmu kepadaku saban lebaran tiba yang tidak akan aku temukan dari siapapun, selain darimu.

amma’, jujur aku selalu keliru dalam menafkahi batin cintaku kepadamu, tidak seperti dirimu yang begitu khatam melafalkan cinta dan kata-kata baik dalam setiap doamu yang beralamatkan kepada tuhan demi kebaikan hidupku. atau juga tentangmu yang begitu setia melahirkan ribuan bahkan jutaan kasih sayang sebagai telaga kautsar yang akan selalu kudatangi saat aku haus pada belain indah tangan ikhlasmu di kejauhan jarak.

amma’, karenamu biarlah aku selalu pulang ke hatimu, bersama jutaan doamu yang menemani kepergian dan kepulanganku. dan ijinkan aku untuk kembali pulang di lebaran kali ini untuk membasuh wajah dan diriku yang tebal melegam dilekati dosa perjalanan hidup. ya, membasuh wajah dan diriku dengan sisa air yang aku gunakan mencuci kakimu yang tak lagi sekokoh dulu saat berjalan itu. agar dengan begitu, kita bisa kembali sama suci di hari fitrah.

Mandar, 13 Juli 2015 – 27 Ramadan 1436 H

MS TAJUDDIN

belajar membaca dan menulis juga pembelajar di kehidupan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: