CERPENGAGASAN

Perjumpaan Malam

“Ada apa denganmu, Tania?”
“Tidak ada apa-apa, Pa.”
“Habisi makananmu dan beristirahtlah”
Hanya percakapan singkat itu yang tertuang dalam makan malam tadi. Suamiku dan anakku telah beranjak dari tempat duduknya dan menuju kamar masing-masing dan aku masih berkutat di tempat dudukku. Di ruang makan kami tadi.

Malam ini bintik-bintik putih tidak terlihat di langit. Awan menyelimuti langit hingga bulan. Ya, seperti itulah mungkin gambaran perasaannya.

Anakku, Tania, yang kutangkap dari raup wajahnya. Aku mulai bertanya-tanya pada benakku apa yang sedang dipikirkan oleh anakku, tidak biasanya dia seperti itu. Aku berjalan menuju kamarku dan melewati kamar anakku. Pintu kamarnya terbuka sedikit. Aku melihat ia sedang duduk di depan jendela kamarnya. Terbesit niatku untuk menghampirinya, namun ku urungkan niatku dan langsung menuju kamarku.

Aku melihat suamiku telah tertidur pulas. Awalnya aku ingn membicarakan tentang Tania padanya tapi aku tidak tega untuk membangunkannya. Kurebahkan tubuhku di sampingnya dan mencoba untuk memejamkan mataku. Tetap saja, mataku tak bisa terpejam. Aku benar-benar merasa khawatir dengan anakku. Akhirnya, kuputuskan untuk menghampiri anakku.

Sejak tadi ia hanya memandang ke langit seolah-olah mencari bintang di balik awan-awan gelap. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya.
“Ada apa denganmu nak?” Aku hanya menatap punggungnya.

“Aku lelah dengan semua ini, bu.” ia tetap menatap ke luar jendela dan memeluk boneka beruang yang kuberikan saat ulang tahunnya yang ke-9.
“Kau ada masalah? Ceritalah sama ibu nak.” aku mendekatkan diriku padanya.

“Aku tidak mampu menahan rasa ini, bu. Rasa ini terlalu berat untuk kupikul.” matanya mulai basah.

“Ada apa denganmu nak?”

“Rindu ini terlalu berat. Aku ingin melepaskan semua rasa rindu ini!” Tangisnya mulai pecah. “Maka lepaskanlah nak. Jangan kau tahan.”

“Seandainya bisa, akan kulepaskan semua kerinduan ini. Rasa ini benar-benar membuat dadaku sesak. Dia terlalu jauh meninggalkanku. Dia tidak memikirkan aku yang tidak terbiasa tanpanya! Padahal dia tahu bahwa dia adalah segalanya bagiku! Tega-teganya dia memilih meninggalkanku!”

Ia lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjangnya dan menutup wajahnya dengan bonekanya tadi. Tangisanya lebih dari sebelumnya.

“Dia? Dia siapa yang kau maksud nak?” Ia tak menjawab pertanyaanku dan hanya terus menangis dan semakin erat memeluk bonekanya.

“Ya sudah kalau begitu nak. Jika kau tidak ingin menceritakan siapa yang kau maksud itu. Istirahatlah. Semoga besok ketika kau bangun tidur, kau bisa tertawa bahagia lagi.” Kudekatkan wajahku ke jidatnya dan hendak mencium keningnya.

“Bu.” Langkahku terhenti. Ia menghapus perlahan air matanya dan perlahan mencoba tersenyum. “Iya anakku?”

“Semoga kelak kita bisa berjumpa di surga. Semoga kau tenang disana. Aku sangat merindukanmu disini. Aku selalu merasa kau masih ada di dekatku. Aku mencintaimu, bu. Selamat tidur.”

Ia menarik selimutnya dan menutupi sebagian tubuhnya. Tangan kanannya menekan tombol power pada lampu tidur yang berada di sebelah kirinya. Aku air mataku jatuh. Lampu mati.

Yogyakarta, 23 November 2018


MUHAMMAD FADLY Penulis adalah, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta. Alumnus SMAN 1 Polewali Polewali Mandar. Selain menulis, dia juga tertarik dengan dunia pertunjukan dan teater. Pada Juli lalu dirinya sempat ditunjuk sebagai pelatih sanggar teater Pammarica SMAN 1 Polewali dan berhasil mengantarkan anak didiknya ke tingkat nasional pada event FLS2N di Bangka Belitung mewakili Provinsi Sulawesi Barat.

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: