KOLOMMUHAIMIN FAISAL

Penempatan Kantor BPK Sulbar dalam Bayang-Bayang Krisis Ekologi dan Urgensi Pembentukan Disbud Sulbar

(bagian 3 dari 10 tulisan)

Bentang Budaya, Adat, dan Ruang Teritorial

Sulawesi Barat merupakan wilayah dengan keragaman budaya yang kuat dan berakar pada ruang teritorial tertentu. Kebudayaan Mandar tidak dapat dilepaskan dari relasi masyarakat dengan laut, pesisir, sungai, pedalaman dan pegunungan.

Demikian pula komunitas adat di wilayah lain yang menjadikan hutan dan tanah sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, dan spiritual.

Bentang budaya Mandar tentu terkait dengan keberadaan sejarah kerajaan dan sistem keadatan lain di tanah Mandar dan jaringan sosial-politik yang membentuk identitas kolektif masyarakat Mandar hingga saat ini.

Oleh karena itu, kebudayaan Mandar selalu melekat pada ruang tertentu yang sarat makna historis dan simbolik, bukan sekadar ruang geografis.

Dari ruang inilah lahir peristiwa-peristiwa adat dan kesepakatan politik yang memberi bentuk pada tatanan kebudayaan Mandar, salah satunya Perjanjian Allamungan Batu di Luyo sebagai artikulasi konkret persatuan dan keseimbangan kekuasaan antarkerajaan Mandar.

Perjanjian Allamungan Batu yang berlangsung di Luyo di sekitar abad ke -16 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah politik dan kebudayaan Mandar.

Peristiwa ini dipahami sebagai kesepakatan adat-politik antar kerajaan Mandar yang bertujuan membangun persatuan, pertahanan, keteraturan, dan keseimbangan kekuasaan di wilayah Mandar. Salah satu inti terpenting dari Perjanjian Allamungan Batu adalah penempatan Kerajaan Balanipa sebagai “bapak” dalam struktur konfederasi kerajaan-kerajaan Mandar. Makna “bapak” bukan dominasi absolut, melainkan sebagai penjaga keseimbangan dan persatuan Mandar.

Dengan posisi tersebut, Balanipa berfungsi sebagai poros simbolik dan politik yang menjaga keutuhan konfederasi, tanpa menghapus kedaulatan internal kerajaan-kerajaan lain.

Dalam konteks ini, sebaiknya generasi hari ini tidak abai atau kalau boleh lebih fokus melakukan kerja-kerja kebudayaan yang mempertegas bahwa nenek moyangnya dahulu memang ”pantas menjadi bapak”, intinya ”membangun kepantasan” menjadi bapak.

Ibaratnya, daripada sibuk mengejar kupu-kupu, lebih baik membenahi taman bunga, insyaAllah kupu-kupu datang. Ketergesa-gesaan kita menentukan lokasi penempatan Kantor BPK Sulawesi Barat berpotensi kontraproduktif dengan semangat Perjanjian Allamungan Batu di Luyo.

Jangan lupa bahwa, ruang-ruang kultural menyimpan sagas lisannya masing-masing, situs ritual, dan jejak sejarah kolektif Mandar. Dalam sagas lisan masyarakat, sering kali diceritakan asal-usul kampung, batas wilayah adat, hingga perjanjian moral, termasuk antara manusia dan alam. Dengan kata lain, teritorialitas adat adalah teritorialitas kebudayaan.

Sebaiknya setiap intervensi kebijakan, termasuk penempatan institusi kebudayaan, harus mempertimbangkan nilai dan semangat perjanjian di abad ke 16 ini, bukan target-target jangka pendek yang akan kontraproduktif. BPK Sulawesi Barat idealnya berfungsi sebagai ruang interaksi antara negara dan komunitas budaya serta masyarakat adat di Sulawesi Barat.

Oleh karena itu, lokasinya harus memungkinkan keterlibatan langsung komunitas budaya, pelaku adat, dan pengetahuan lokal Mandar secara berkeadilan.

Oleh karena itu, setiap kebijakan kebudayaan di Sulawesi Barat harus berangkat dari pemahaman bahwa kebudayaan bersifat lanskap-based, bukan sekadar administratif.

Artikel ini menegaskan bahwa bentang budaya Mandar, sistem adat, dan ruang teritorial merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam kebijakan revitalisasi kebudayaan.

Penempatan Kantor BPK sebaiknya mempertimbangkan aspek tersebut agar revitalisasi kebudayaan bersifat kontekstual, partisipatif, dan berkeadilan epistemik.


Tulisan ini merupakan tulisan bersambung yang fokus melihat Penempatan Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan Sulawesi Barat (BPK Sulbar) dalam Bayang-Bayang Krisis Ekologi dan Urgensi Pembentukan Dinas Kebudayaan Sulawesi Barat (Disbud Sulbar)

MUHAIMIN FAISAL

Selain aktivis sosial, seni dan budaya serta lingkungan. juga terlibat aktif dalam mendorong advokasi kebijakan publik serta kemandirian ekonomi rakyat

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: