BERITAFEATURE

Kakek Kambas, Lansia yang Bertahan Hidup Sebagai Pemungut Kelapa

BERJALAN kaki dengan sepasang sandal jepit lusuh yang terayun lambat,
dengan sebilah parang dan sebotol air yang digantung dipinggang,
menjadi rekan setia bagi lelaki bernama Kambas.

Kakek Lansia yang berusia 75 tahun ini, tinggal di Kabupaten Polman Kelurahan Madatte Kecamatan Polewali, yang bekerja mengandalkan hidup hanya sebagai seorang Pemulung atau Pemungut Kelapa.

Peluh masih membanjiri wajah Kakek Kambas, sesekali dia memijat kakinya serta menariknya kedepan, sekadar hanya untuk meluruskan dan beristirahat. Kakek Kambas bekerja tak kenal lelah, begitu terlihat saat Tayang9 berkunjung kerumahnya yang hanya berukuran 3×7 meter dengan kondisi yang sangat miris.

Rumah berlantaikan semen dibagian ruang tamu dan tanah pada sisi ruang bagian dalam dapur serta tempat tidur tanpa ranjang, yang hanya beralaskan sebuah tikar plastik menjadi peraduan istirahat Kakek Kambas saat lelah. Dinding rumah dengan papan yang sudah rusak dan beberapa bagian sudah bolong, membuat Kakek Kambas kedinginan saat malam hari dan selalu khawatir jika ada binatang yang tiba-tiba masuk kedalam rumahnya.

Hingga sore hari, waktu yang menanda dirinya baru pulang dari pekerjaannya, memungut kelapa yang jatuh di kebun warga di sekitar tempat tinggalnya. Diusianya yang sudah tua, terlihat nafasnya tersengal-sengal akibat lelah berjalan seharian. Baju yang dipakainya sesekali digunakan untuk mengelap keringat di sekitar wajahnya.

Guratan di dahi serta kulit tangan yang mengeras, memberi isyarat bahwa Kakek Kambas adalah sosok pekerja keras dalam keluarganya. Sebagai pemungut kelapa, rata-rata Kakek Kambas tiap harinya, hanya bisa mendapatkan 8 hingga 10 biji buah kelapa yang kemudian diikat, yang dalam 1 ikat terdiri dari 2 buah kelapa.

Seikat kelapa Kakek Kambas hanya dihargakan Rp3000. Padahal kelapa itu dicarinya sejak pagi hingga petang.

“Kalau rezeki, dalam satu hari saya dapat 5 tole’ (5 ikat pen.), itupun juga kalau saya sehat” Kata kakek Kambas.

Kakek Kambas memiliki dua orang anak perempuan. Anak pertama telah berkeluarga dan telah memiliki rumah dan kehidupan sendiri. Sedang anak bungsunya, saat ini yang tinggal bersamanya, sebab isteri Kakek kambas telah meninggal sejak tahun 2011 silam.

“Anak saya ada dua, semuanya perempuan. Yang pertama sudah kawin dan anak yang terakhir tinggal di rumah dengan saya. Dia hanya tamat SMA dan sekarang ikut dengan tantenya kerja sebagai penjaga warung” terang Kakek Kambas, pada Minggu (22/4).

Kakek Kambas menceritakan jika dirinya dulu adalah warga dari Kecamatan lain dan bukan warga setempat yang saat ini dia tinggali. Awalnya dia adalah warga yang bernama Kampung Tabone Kecamatan Matakali Kabupaten Polman. Kemudian berpindah ke daerah Kabupaten Mamuju bersama dengan anak dan istrinya. Tepatnya di Kecamatan Tappalang Kabupaten Mamuju, yang dengan maksud Kakek Kambas ingin merubah nasib untuk lebih baik.

Saat itu menurut Kakek Kambas, dirinya diiming-iming oleh seorang rekannya, jika di daerah tujuannya nanti akan ada lahan kebun untuk tanaman kakao dan penghasilannya akan banyak.

Alhasil, Kakek kambas nekat menjual semua harta dan tanah yang dimilikinya, untuk dijadikan modal dan penopang hidup ditempat baru nantinya. Waktu berjalan, namun nasib baik tak berpihak kepada Kakek Kambas. Sejak tahun 2001 berada di lokasi barunya di daerah Tappalang Mamuju hingga pada tahun 2013, kehidupan Kakek Kambas tidak ada perubahan yang berarti. Justru lama kelamaan kehidupan Kakek Kambas semakin menurun dan terpuruk. Makan dan kebutuhan lainnya sangat sulit dilokasi tempat dia berada saat itu.

Potret kondisi rumah Kakek Kambas yang serba apa adanya, membuat Kakek Kambas mengaku sangat membutuhkan bantuan perhatian dari berbagai pihak

Akhirnya Kakek Kambas pun kembali menjual lahan miliknya karena sudah merasa tidak nyaman lagi. Lalu dirinya dan keluarganya kembali ke Polman dan menetap di Kelurahan Madatte Kecamatan Polewali hingga saat ini.

Menjalani kehidupan sebagai pemungut kelapa, Kakek Kambas selalu bersyukur, sang Pemberi Rahmat masih memberi dirinya kekuatan untuk bekerja walau usianya sudah senja.

“Selalu kita bersyukur sama Tuhan, karena kita masih bisa bekerja. Daripada kita pergi minta-minta atau mencuri, bikin malu itu”, terangnya.

Dirinya pun mengaku sangat butuh bantuan progra pemerintah. Pasalnya selama ini, dia tak pernah mendapatkan bantuan atau program sosial. Dia mengatakan selama berada di tempat tinggalnya sekarang dan menjadi pemungut kelapa, dirinya tak pernah sekalipun menerima bantuan dari program.

“Saya tidak pernah mendapatkan bantuan atau program. Hanya saja saya dapat raskin 4 liter kalau ada lagi pembagian. Saya berharap pada pemerintah bahwa kami orang-orang kecil ini bisa diperhatikan ” harap Kakek Kambas (**)

SULHAN SAMMUANE

Selain Menulis dirinya juga dikenal aktif sebagai pemerhati pendidikan anak usia dini

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: