ADVETORIALBERITASTRAIGHT NEWS

Di Forum Tudang Sipulung, Lima Tahun Perjalanan UU Desa Direfleksi

Polewali – Tayang9 – Forum Solidaritas Pendamping Lokal Desa (FOSIL PLD) Sulawesi Barat, menggelar tudang sipulung, “Refleksi 5 Tahun Perjalanan UU Desa Menuju Desa Berdaulat dan Bermartabat”, di Aula Cadika, Polewali, Sabtu, 04/01/19.

Acara yang dikemas dalam bentuk dialog itu, di pandu langsung oleh KPW5 Sulbar, Askarullah Darwis, dengan menghadirkan sejumlah narasumber yakni, Ketua DPW PKB Sulbar, KH. Muhammad Syibli Sahabuddin, Tokoh Agama,Habib Ahmad Fadl Al Mahdaly, tokoh NG0, Aswan Achsa, Wakil Ketua DPRD Sulbar Usman Suhuriah, Korprov TA KPW5 Sulbar, Nurhamzah, dan Kepala Dinas (Kadis) DPMD Sulbar, Muhammad Jaun.

Ketua Fosil PLD Sulbar Abd.Rahman, dalam kesempatannya mengatakan bahwa tujuan pelaksaanaan dialog tersebut dilaksanakan, guna mencari jawaban atas pertanyaan dari para jajaran PLD, tentang pengelolaan dana desa yang hingga saat ini belum menunjukan kemajuan yang maksimal, serta tidak sesuai harapan.

“Kegiatan dialog ini ada untuk mencari jawaban kegalauan teman – teman pendamping lokal desa yang terhimpun dalam Forum Solidaritas Pendamping Lokal Desa Sulawesi Barat. Dimana pengelolaan dana desa terlihat kemajuannya cuman sedikit, tidak sesuai dengan harapan kita bersama, sementara dana desa (DD), dan alokasi dana desa (ADD) untuk itu sudah milyaran rupiah masuk ke desa selama Lima Tahun,” ucap Abdul Rahman, saat dikonfirmasi.

Selain itu ia juga menambahkan, penyebab utama sehingga maksimalisasi DD hingga saat ini tidak sesuai dengan harapan, lantaran ditengarai beberapa faktor, seperti kualilitas pendamping yang tidak merata, adanya tekanan, hingga kepentingan dari tingkat Kabupaten

“Kami tau penyebab benang merah semua ini adalah kualitas pendamping yang tidak merata dan tekanan kepentingan baik itu kepala desa dan kepentingan kabupaten, dan lain – lain. Walau mereka tau dana ini untuk kesejahteraan masyarakat desa. Olehnya itu kami ingin agar menang merah ini kita retak bersama agar tercapai desa yang berdaulat dan bermartabat,” tuturnya.

Sementara itu, Kadis DPMD Sulbar, Muhammad Jaun, dalam pengantarnya mengatakan, jika ingin merefleksi perjalanan Undang – undang Desa, batasannya hanya berada pada konteks Sulawesi Barat, lantaran hingga saat ini pihaknya belum memiliki data rill, untuk sampai pada tataran level Nasional.

“Kalau melihat refleksi, tentu kita melihat data, kalau capaian yang mau difokuskan, tentu rujukan data adalah, seberapa banyak data yang kita harus menjadi referensi, dalam menilai keberhasilan apakah dana desa berhasil di Sulawesi Barat atau tidak,” ucap Jaun.

Selain itu ia juga menambahkan, bahwa salah satu istilah mendasar yang menjadi tidak asing bagi kalangan Pendamping Desa (PD), adalah Indeks Desa Membangun (IDM).

“Coba kita merefleksi mulai dari 2015, sampai tahun 2018 saja, atau IPM, seperti apa data IPM di Sulawesi Barat dari 2015 sampai 2018, itu baru bisa merefleksi seperti apa kalau merefleksi dari segi capaiannya,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Wakli Ketua DPRD Sulbar Usman Suhuriah menjelaskan, bahwa salah satu tujuan utama lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014, adalah untuk membangun proses demokratisasi di tingkat desa.

“Ketika sebelumnya, itu tidak ada demokratisasi, maka gugatan pertanyaan kita ditarik hari ini sudah demokratis kah itu disana, yang dirasakan oleh kita semua..?,” katanya.

Politisi partai Golkar itu juga menambahkan, bahwa legitimasi desa untuk mengelola sendiri anggaran yang digelontorkan oleh negara, sebagaimana yang dilahirkan oleh UU Nomor 6 Tahun 2014 tersebut, bukanlah merupakan tujuan, lantaran salah satu target utamanya adalah menciptakan terjadinya proses demokrasi ekonomi.

“Kalau kemudian, melahirkan apa yang kita sebut diterimanya desa itu dalam bentuk legitimasi kewenangan, untuk mengelola anggaran dari negara, sebenarnya itu adalah mainan saja, tapi yang hendak dituju itu adalah demokrasi, yang demokrasinya itu didalamnya ada demokrasi ekonomi. Kalau itu tidak dijawab hari ini, maka dia kehilangan cita – cita undang – undang desa itu,” bebernya.

Lain halnya diutarakan oleh Tokoh NGO Aswan Acsha, yang menjelaskan bahwa secara tehknis tugas utama dari pendamping desa, adalah mendorong daya kritis masyarakat sehingga sadar dengan realitasnya, sehingga dalam setiap proses musyawarah dapat berpatipasi langsung.

“Na proses hari ini yang saya lihat, yang saya rasakan, yang saya dengar, mohon maaf, saya tidak tahu apakah penyusunan rancangan kegiatan, program yang ada ini, itu hasil dari analisa bersama masyarakat, ataupun tidak. Jadi beberapa program yang kita lihat, ada program tapi tidak berhubungan dengan potensi yang ada,” ungkapnya.

Mantan Sekretaris PWNU Sulawesi Barat itu juga menegaskan, salah satu tujuan utama sehingga daya kritis msyarakat harus dibangun, lantaran pemerintah desa bisa bekerja sama langsung dengan luar negri dalam hal ini investor.

“Na ini banyak pengalaman, ketika ada investor masuk didalam, kalau masyarakat tidak kritis, selesai, habis itu SDM nya,” tegasnya.

Hal berbeda juga diutarakan oleh Ketua DPW PKB Provinsi Sulawesi Barat, KH. Muhammad Syibli Sahabuddin, yang secara personal memahami bahwa seorang pendamping desa pasti memiliki komptensi, serta kapasitas pribadi, sabagai salah satu mediator atau penghubung antara pemerintah desa dengan maysrakat.

“Jadi, kerja – kerja PLD itu kan dia harus punya inovasi, inovasi itu yang saya tahu, itu punya kapasitas, punya personal kompeten. Kemudian yang Kedua seorang PLD yang saya tahu, yang saya pahami, dia mampu berkolaborasi.” tutur Syibli Sahabuddin.(FM)

MASDAR KAPPAL

lahir dari keluarga petani, dan kini tengah serius menjadi seorang jurnalis dan penulis baik.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: