Rindu, Doa juga Jarak

lelaki itu terdiam mendengar adzan pada jumat siang pertengahan sya’ban. tak ada parfum dan sajadah wangi juga sarung rapi disiapkan. kecuali pilingan tasbih yang bergetar dalam putaran tawaf-tawaf kesunyian.

hari ini adalah pekan pasar. ibu-ibu penjual ikan menanak air matanya. saat pasar ingkar pada keramaian. lapak-lapak tak tersentuh dan berdebu. kantong kresek beterbangan.

betis pengayuh becak sedang istirah, handuk kecilnya tergantung lusuh dan payah. sebuah cangkul mematung, gagangnya pelan mengering dari keringat tangan petani. ditemani jala dan seekor kuda yang mendengkur di kolong rumah.

membayangkan petasan yang berdenyaran, orang-orang ingin mudik. bersama berkardus-kardus kerinduan yang mulai sobek. terbuka tanpa ikatan tali rafia. karena terminal, bandara dan pelabuhan berisi ketakutan dan kesunyian.

hari ini, pelajaran sekolah adalah mengucilkan dan menepi. buku terbaca, tetapi ingatan tertimpa angka-angka ketakutan. seperti kematian yang kian terasa begitu karib dan kian dekat.

kantor jawatan yang tak tamat belajar ikhlas lengang tak berpenghuni. mesin cetak tak terurus ditemani segelas kopi yang mengering bersama tinta printer. baliho pongah dan tiang bendera yang gagah lapuk dikerat rayap.

ruang piknik menyisakan bungkus kacang dan mie siram dipeluk sunyi. tak ada tawa dan cekrek satu kali bidik, dua tiga kesombongan tersiarkan. lalat dan kucing tak lagi cekatan mengais rejeki di bawah meja pengunjung yang khusyuk berswafoto.


tetangga bersilat dengan lidah sendiri di depan cermin. tentang kepulangan anak rantau yang rindu surau dan talu bedug. cemas pada bus penumpang yang datang bersama ketakutan yang kian menderu.

keset kaki mengering di pintu masjid. seekor kecoa terbang tak tahu arah. menepi di mimbar khatib menatap laron yang tergeletak di shaf paling depan. gesek piring dan mangkuk buka puasa di masjid berubah menjadi hayalan.

dzikir dimantrakan. doa-doa dilangitkan. shalawat ditembangkan. tetapi tak ada lagi bidikan gawai di rumah ibadah dan keramaian. orang-orang menepi dalam sarung yang juga dicurigai.

hari ini hanya rindu, doa juga jarak. setelah begitu lama kita menuhankan kedekatan, keramaian dan kepongahan pengetahuan. semoga tuhan tidak murka, pada kita yang enggan menyendiri dan berani menolak jenazah saudara kita sendiri.

Boyang, 10 April 2020

MS TAJUDDIN

belajar membaca dan menulis juga pembelajar di kehidupan

Recent Posts

KPU Polman Gelar Nobar Film “Tepatilah Janji” bagi Siswa SMK, Semaraka HUT Ke 80 RI

POLEWALI MANDAR, TAYANG9 – Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 Republik Indonesia, Komisi Pemilihan…

2 hari ago

RPJMD Majene 2025 – 2029 Janji Ambisius yang Bisa Berujung Seperti Demonstrasi Pati

PROSES penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Majene 2025–2029 jika boleh jujur bisa…

2 hari ago

Mahasiswa Keperawatan Universitas Wallacea Ikuti Coaching ASI bersama BNNP Sulbar

MAMUJU, TAYANG9 – Program studi Setara Satu (S1) Keperawatan Universitas Wallacea bekerja sama dengan Badan…

2 hari ago

BAN PDM Sulbar Gelar Pelatihan Asesor, Kenalkan IA 2024 Versi 2025

SULBAR, TAYANG9 - Sebanyak 109 asesor Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Dasar Anak Usia Dini, Dasar…

5 hari ago

Sampah Polewali Mandar: Regulasi Cantik, Realita Buruk?

DI balik tumpukan dokumen kebijakan yang tampak rapi, sampah di Polewali Mandar terus menumpuk. Perda…

5 hari ago

Pembentukan dan Pengembangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Desa Limboro: Wujudkan Pariwisata Berkelanjutan

MAJENE, TAYANG9 - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Universitas Hasanuddin Gelombang 114, termasuk Nurul…

5 hari ago