Categories: ABDUL MUTTALIBKOLOM

Jelekko*

SUDAH beberapa hari ini daku berusaha menahan diri untuk tidak memberikan respon atas satu diksi yang dijadikan judul tulisan ini. Satu kata yang justru berhasil memancarkan resonansi atas situasi minor diri sendiri.

Viralnya kata itu di jagat maya Sulbar, bisa jadi serupa amsal, semacam ringkasan, seperti pemadatan atas mekanisme peragihan dan ‘pembakaran’ jiwa di bulan puasa ini. Ya, minimal tidak gampang tersulut untuk saling tuding, aduh jotos, saling seruduk di dunia nyata, bahkan saling melempar opini di dunia maya.

Bukankah bahasa publik adalah cerminan suasana batin suatu masyarakat? Daku sungguh berharap semoga judul tulisan ini tidak lantas menjadi cermin retak kolektif ke-diri-an ‘masyarakat’ media sosial.

Karena jika itu yang terjadi, bisa jadi diri ini-sudah terlampau sering hadir dengan wajah yang dipenuhi topeng. Entah itu topeng atas nama pribadi, organisasi, institusi, bahkan atas nama nilai mala’bi yang selama ini mengasuh dan terlanjur dipuja serta diagungkan.

Segenap teori bahasa bahkan dimensi estetika sastra yang selama ini banyak pelajari seketika runtuh, karena belum sanggup menganalisa, memaknai bahkan merumuskan judul tulisan ini secara utuh dan autentik.

Judul tulisan yang sedianya berhasil mengajak daku menepi, sekaligus melecut diri ini untuk sedikit merenung pada tiap peristiwa yang riuh di dunia nyata dan di dunia maya. Lalu sebutir kata ini sebenarnya hendak memberi isyarat apa?

Meski istilah isyarat terlampau tinggi, terlalu halus, bahkan terlalu agung, karena bisa jadi kata itu hadir sebagai ibarat, hadir semacam tamsil atas diri yang selama ini begitu degil, berwajah menyeramkan dan mengenaskan di kanal-kanal media sosial.

Diri yang sering menampilkan wajah angkuh, sulit mengalah, sering merasa lebih intelek, terkadang mengaku lebih berbudaya, bahkan dengan bangga menampilkan sikap ujub kesolehan dan kehebatan di dunia nyata terlebih di dunia maya.

Lalu daku harus bagaimana?
Sudahlah, sudah begitu jelas pesannya; satu kata saja daku tidak sanggup melawannya, apalagi untuk melawan diri sendiri di bulan Ramadan ini.

Wallahu’alam..


*Teriakan mahasiswi STIKES Bina Bangsa Majene (BBM) saat menghalau aktivis HMI yang berdemo di pelataran kampusnya, (12/03/25).

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Recent Posts

Anak Muda Sulbar Antusias Sambut kehadiran KAMI di Mamuju

MAMUJU, TAYANG9 — Pengurus Pusat Kaukus Anak Muda Indonesia (PP KAMI) secara resmi menyampaikan ucapan…

1 hari ago

Tingkatkan Ekonomi Nelayan, Bupati Polman Serahkan Bantuan Sarana Prasarana Perikanan Kepada Nelayan

POLEWALI MANDAR, TAYANG9 - Upaya Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (Polman), meningkatkan…

1 hari ago

Warga Mateng Hibahkan Lahan 7.5 Ha di Karossa untuk Pembangunan Sekolah Rakyat

MATENG, TAYANG9 - Program sekolah rakyat (SR) di Mamuju Tengah (Mateng) akhirnya peroleh berkah berupa…

2 hari ago

Ady Suratman: Minta Teguhkan Ideologi dan Amalkan Nilai Pancasila

POLMAN, TAYANG9 – Dalam rangka menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar (Polman) menggelar upacara…

2 hari ago

Lantik Pengurus KWMSB, Zain Tekankan Pelestarian Budaya Mandar Melalui Keluarga

JAKARTA, TAYANG9 - Peran Kerukunan Wanita Mandar Sulawesi Barat (KWMSB) dalam pelestarian kebudayaan Mandar melalui…

5 hari ago

Cinderamata untuk Ketua Baru: Harapan Baru bagi RAPI Polman

POLEWALI MANDAR, TAYANG9– Dalam suasana penuh kebersamaan dan bersahaja, pemilihan Ketua Radio Antar Penduduk Indonesia…

6 hari ago