DI tengah perubahan zaman yang kian cepat, kita sering terjebak dalam anggapan bahwa pendidikan hanya lahir dari ruang kelas, buku teks, dan kurikulum modern yang serba sistematis. Namun bagi masyarakat Mandar, pendidikan sejati justru tumbuh dari akar budaya, dari tradisi yang sarat makna, dari kebijaksanaan yang diam-diam diajarkan para leluhur.
Dua di antaranya—Totammaq dan Sayyang Pattudu—bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi cermin nilai-nilai pendidikan yang tetap relevan hari ini. Totammaq bukan hanya konsep gotong royong; ia adalah roh kebersamaan yang membentuk fondasi sosial masyarakat Mandar. Dalam tradisi ini, anak-anak melihat secara langsung bagaimana solidaritas bekerja.
Mereka belajar bahwa pendidikan bukan sekadar pencapaian individu, melainkan perjalanan kolektif. Keberhasilan seseorang tumbuh dari dukungan komunitas, dari tangan-tangan yang saling membantu, dari hati yang belajar merasakan kebutuhan orang lain.
Di sini, nilai empati, tanggung jawab sosial, dan kepedulian tidak diajarkan melalui teori, melainkan melalui praktik nyata yang hidup dalam keseharian.
Di sisi lain, Sayyang Pattudu hadir sebagai kesenian yang indah sekaligus sarat makna edukatif. Kuda menari dalam tradisi ini bukan hanya hiburan, tetapi simbol pembelajaran holistik. Ia mengingatkan bahwa pendidikan tidak boleh hanya menekankan kecerdasan intelektual semata. Pendidikan harus menyentuh fisik, emosional, spiritual, dan kultural manusia.
Disiplin dalam melatih kuda, ketenangan penunggang, keanggunan busana adat, serta doa yang menyertai setiap prosesi merupakan pelajaran tentang keseimbangan diri. Sayyang Pattudu mengajarkan bahwa karakter manusia dibentuk tidak hanya dengan membaca buku, tetapi juga dengan merawat budaya, menghargai seni, dan menjaga hubungan dengan alam serta Sang Pencipta.
Melalui Totammaq dan Sayyang Pattudu, masyarakat Mandar memaknai pendidikan sebagai proses pembentukan jati diri. Bukan hanya menjadi pintar, tetapi menjadi manusia utuh—yang peka terhadap sosial, bangga pada identitas budaya, dan mampu berkontribusi positif bagi komunitasnya. Nilai-nilai ini menjadi penawar bagi arus modernisasi yang kadang membuat manusia kehilangan akar dan arah.
Di era saat ini, ketika tantangan pendidikan semakin kompleks, melestarikan dan mengintegrasikan nilai-nilai Totammaq dan Sayyang Pattudu bukan hanya pilihan, tetapi kebutuhan. Tradisi ini menawarkan pendekatan pendidikan yang lebih kontekstual, lebih manusiawi, dan lebih bermakna. Ia memberi keseimbangan antara kecanggihan zaman dan kearifan lokal, antara modernitas dan identitas.
Jika generasi muda Mandar terus tumbuh dalam naungan nilai-nilai ini, maka pendidikan bukan hanya menjadi jalan menuju masa depan, tetapi juga jembatan yang menjaga kelestarian budaya. Totammaq dan Sayyang Pattudu mengingatkan kita bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan yang membuat manusia tidak sekadar berilmu, tetapi juga berakar, berkarakter, dan berbudaya.
POLMAN, TAYANG9 — Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) tingkat kecamatan se-Kabupaten Polewali Mandar masa khidmat…
POLMAN, TAYANG9 - Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar hadiri Rapat Teknis Penyelenggaraan Kuliah Kerja Nyata (KKN)…
POLMAN, TAYANG9 - Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas…
SUMARORONG, TAYANG9 — SMK Negeri 1 Sumarorong kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui…
Polewali, Tayang9 – Universitas Al Asyariah Mandar (UNASMAN) kembali menorehkan prestasi membanggakan di tingkat nasional.…
SUMARORONG, TAYANG9 – Hari ini menjadi hari yang berbeda di SMK Negeri 1 Sumarorong. Suasana…