Urgensi Pembentukan Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat
Kondisi pengelolaan kebudayaan di Sulawesi Barat selama ini menunjukkan adanya kekosongan kelembagaan yang berdampak langsung pada lemahnya arah dan keberpihakan kebijakan kebudayaan.
Penempatan urusan kebudayaan yang melebur dalam struktur Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah membuat kebudayaan kehilangan fokus strategisnya, tereduksi menjadi urusan tambahan di tengah dominasi agenda pendidikan formal dan administratif.
Dalam situasi ini, kebudayaan belum diperlakukan sebagai sektor pembangunan yang setara dan strategis, melainkan sekadar pelengkap program.
Kehadiran BPK nantinya sebagai lembaga vertikal negara memang penting, namun tidak dapat menggantikan peran Dinas Kebudayaan Provinsi. BPK memiliki keterbatasan kewenangan politik dan penganggaran, serta berfungsi terutama sebagai pelaksana teknis kebijakan pusat.
Tanpa mitra kelembagaan yang kuat di tingkat provinsi, peran BPK akan terjebak pada aktivitas administratif dan simbolik, sementara persoalan mendasar kebudayaan -seperti konflik ruang hidup, perlindungan wilayah adat, dan tekanan industri ekstraktif- tetap tidak tertangani secara struktural.
Pembentukan Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan kebudayaan memiliki otoritas kebijakan, legitimasi politik, dan daya tawar anggaran yang memadai.
Secara kelembagaan, pemisahan urusan kebudayaan dari sektor lain merupakan prasyarat tata kelola yang efektif, sebagaimana ditegaskan dalam kerangka pemajuan kebudayaan yang menempatkan kebudayaan sebagai sektor strategis pembangunan, bukan sekadar fungsi pendukung.
Momentum penataan ulang kelembagaan pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat saat ini -meskipun lebih diarahkan pada perampingan struktur- justru dapat dimanfaatkan untuk menegaskan posisi kebudayaan sebagai urusan pemerintahan yang berdiri sendiri dan memiliki fokus kebijakan yang jelas.
Dinas Kebudayaan diharapkan mampu menyusun kebijakan kebudayaan yang kontekstual dengan realitas sosial, ekologis, dan historis Sulawesi Barat. Dapat mengintegrasikan kebudayaan ke dalam perencanaan pembangunan daerah, serta memperjuangkan perlindungan wilayah adat dan lanskap budaya yang semakin terancam.
Selain itu, Dinas Kebudayaan dapat berfungsi sebagai mitra strategis bagi BPK, pemerintah kabupaten, komunitas adat, dan pelaku kebudayaan dalam membangun tata kelola kebudayaan yang kolaboratif dan berkelanjutan.
Tanpa pembentukan Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri dan berwenang penuh, kebijakan kebudayaan di Sulawesi Barat akan terus berjalan secara terfragmentasi, lemah secara struktural, dan rentan dikalahkan oleh kepentingan sektoral lainnya.
Oleh karena itu, pembentukan Dinas Kebudayaan bukan sekadar penambahan struktur birokrasi, melainkan langkah korektif dan strategis untuk menempatkan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan daerah yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada identitas serta ruang hidup masyarakat Sulawesi Barat. Disinilah diukur sekaligus diuji keberpihakan para pemegang kendali atas arah Sulawesi Barat, bukan dibalik mimbar-mimbar monolog.
Tulisan ini merupakan tulisan bersambung yang fokus melihat Penempatan Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan Sulawesi Barat (BPK Sulbar) dalam Bayang-Bayang Krisis Ekologi dan Urgensi Pembentukan Dinas Kebudayaan Sulawesi Barat (Disbud Sulbar)
POLMAN, Tayang9 - Menjelang perayaan Natal, personil gabungan Kodim 1402 Polman dan Sat Samapta Polres…
Situs Budaya dan Komunitas Adat di Bawah Tekanan Korporasi Situs budaya -baik berupa artefak, lanskap,…
Balai Pelestarian Kebudayaan: Mandat, Fungsi, dan Keterbatasan serta Relevansinya dengan Pemerintah Provinsi Secara kelembagaan, BPK…
MAKASSAR, TAYANG9 – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Barat, H. Syamsul Samad, resmi menyandang…
Penempatan Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan Sulawesi Barat Rencana penempatan kantor BPK Sulawesi Barat di Kabupaten…
POLMAN, Tayang9 — Kasat Binmas Polres Polewali Mandar, IPTU M. Rustan, S.Sos, menjadi narasumber dalam…