Categories: ABDUL MUTTALIBKOLOM

Budaya Tanding, Bukber Terbatas

“Sore ini kita buka puasa bersama di Cafe Rumah Putih ya,” ajak kawan seniman perupa via pesan WhatsApp. Wah, ajakan buka puasa bersama (bukber) yang cerdas nan egaliter.

“Saya siapkan nasi padang, ente siapkan es buah/cemilan buka bersama dengan owner dan barista Cafe Rumah Putih,” lanjut seniman yang juga Direktur Uwake Culture Foundationt.

Jadilah bukber edisi terbatas itu disiapkan dengan serba terbatas. Meski kata ‘terbatas’ harusnya ‘digeledah’ kembali maknanya. Apakah makna terbatas, karena bukbernya hanya melibatkan empat orang saja?

Atau jangan-jangan lantaran menu dan obrolan bukbernya memang serba terbatas? Hehe. Sebatas melakukan obrolan sambil lalu, terkait landskap gerakan kesenian dan kebudayaan mutakhir di Mandar-Sulbar.

Gerakan seni budaya yang ditinjau dari sudut pandang ekonomi, politik dan kebudayaan. Dalam dimensi ekonomi, mestinya para seniman dan penulis tidak hanya sibuk riset dan eksperimentasi karya, tetapi luput menciptakan masyarakat penikmat seni, sekaligus apresiator karya yang kritis.

Apresiator yang tidak sebatas menanggapi dengan komentar tendensius dan sejak awal ogah menonton, membeli karcis pementasan dan (mungkin) gengsi pula membeli buku karya rekan sejawatnya, hihi..

Apakah ragu akan kualitas karya? Daku pikir, tidak juga. Justru menjamurnya komunitas, lembaga dan surplus seniman dan penulis, mestinya diisertai ketulusan untuk saling mendukung dalam bentuk mengapresiasi karya secara dewasa, objektif dan mendalam.

Dewasa di dalam pengelolaan konflik, objektif memandang idealisme pekaryaan, seraya melakukan refleksi mendalam atas ego sektoral kelembagaan dari sesama pegiat seni-budaya yang masih terasa sulit diruntuhkan.

Bukankah pola apresiasi karya tidak cukup di isi dengan debat kusir semata? Bukankah gerakan kesenian dan kebudayaan harus ditopang-misi kebudayaan kuat dan adaptif dengan perkembangan zaman?

Jangan sampai hanya terlihat sibuk menanggapi kisah kasih melodramatik pelabuhan cinta* dan dilanjutkan polemik atas kata-kata sarkas penghalau demo yang viral itu di Sosmed beberapa waktu lalu.**

Jika fenomena budaya tandingnya seperti itu, ya sebaiknya anjuran berbuka dengan yang manis-manis segera dituntaskan, seraya kembali menunggu ajakan bukber si doi yang masih sebatas harapan manis gaes..

Wallahu’alam…

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Recent Posts

Suara Tuhan di Antara Denting Sendok dan Senyuman

DISELA riuhnya lagu pujian dan tawa anak-anak yang memenuhi jalanan kampung Tabone PADA perhelatan pekan…

13 jam ago

Tabone: Dari Kampung Sunyi ke Pusat Rohani

DIBALIK lekukan pegunungan nan indah serta jalanan kecil yang tenang, Kelurahan Tabone biasanya dikenal sebagai…

22 jam ago

Pelantikan Pejabat Eselon II Sulbar Tertahan, SDK Kritik Proses di BKN

MAMUJU, TAYANG9 – Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Pemprov Sulbar) hingga kini masih menanti turunnya Persetujuan…

1 hari ago

Pawai Ta’aruf Tahun Baru Islam 1447 H Warnai Semangat Hijrah di Mamuju

MAMUJU, TAYANG9 – Semangat perubahan dan kebangkitan terasa kuat menyelimuti langit Mamuju saat ribuan warga…

1 hari ago

Cegah Sengketa Pertanahan, Menteri Nusron Ajak Kepala Daerah Sosialisasikan Pemasangan Tanda Batas Tanah

SUMEDANG, TAYANG9 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengajak…

1 hari ago

OTP 37 Mamuju Melaju Final Polman Cup V, Kandaskan Makmur Jaya Enrekang 4-2

POLEWALI MANDAR, TAYANG9 - Tim OTP 37 Kabupaten Mamuju, melaju final turnamen sepak bola antar…

2 hari ago