TIDAK jarang pertentangan tersulut dari perbedaan cara pandang. Salah satunya cara pandang dalam memaknai kenangan. Kenangan tentang orang terkasih kini hanya dapat ditemui dalam wujud makam.

Menemuinya lewat prosesi ziarah makam. Prosesi yang karib dilakukan di dua momen lebaran: Idul Fitri dan Idul Adha. Dua momen itu, tidak hanya menghadirkan suasana berdimensi spritual dan sosial, melainkan ikut menyajikan nostalgia masa lalu.

Nostalgia yang dapat bermakna kerinduan dalam bingkai kenangan. Letaknya dapat bermakna tempat dan berada di waktu yang lampau. Meski dalam terminologi bahasa, nostalgia berasal dari dua suka kata latin.

Nostos berarti rindu pulang, dan algos berarti sakit. Sehingga kerinduan yang bersifat nostalgia di momen seperti lebaran, tidak sebatas kepulangan secara lahir, akan tetapi sudah bermakna kepulangan secara rohani.


Makna pulang secara rohani itu kian terasa ketika ziarah di makam orang terkasih yang darinya kita bertumbuh-penuh kasih sayang. Darinya kita memiliki kenangan indah, manis dan mengenal nilai-nilai kebajikan.

Orang terkasih yang dulunya tak lelah mengajari bersikap. Teguh dalam pendirian dan menuntut kedewasaan dalam bertindak. Kenangan itu kian kuat mendera dan sekali waktu butuh dijenguk lewat tradisi ziarah makam.

Tradisi yang diyakini ampuh-menguatkan mental, setelah setahun berjibaku dengan kecederungan gaya hidup individualistik, materialistik dan pragmatis di kota. Lewat tradisi itu, kita seolah diajak-merangkai kenangan masa lalu dalam iklim komunal-transenden di kampung.

Kampung yang dapat terasa jauh sekaligus dekat. Jauh jika kampung yang dimaksud adalah kampung rohani. Tempat kita mengenang masa lalu. Waktu di mana kita terbiasa pada iklim nilai, etika serta adab yang girang diperagakan para tetua kampung.


Terbilang dekat jika nilai kampung kenangan itu dihidupkan kembali lewat nostalgia. Nostalgia yang menumbuhkan daya hidup, cinta kasih dan kebijaksanaan dari orang-orang terkasih yang dulunya begitu dihormati.

Meski orang terkasih itu kini hanya dapat ditemui dalam bentuk nisan. Nisan lapuk yang sudah termamah usia. Tempat kita biasa bersimpuh, menaburkan bunga dan memanjatkan doa ke langit. Semoga jasad yang terbaring di bawah pusara mendapatkan kemesraan dan cinta paripurna dari pemiliki semesta.

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Recent Posts

Anak Muda Sulbar Antusias Sambut kehadiran KAMI di Mamuju

MAMUJU, TAYANG9 — Pengurus Pusat Kaukus Anak Muda Indonesia (PP KAMI) secara resmi menyampaikan ucapan…

2 hari ago

Tingkatkan Ekonomi Nelayan, Bupati Polman Serahkan Bantuan Sarana Prasarana Perikanan Kepada Nelayan

POLEWALI MANDAR, TAYANG9 - Upaya Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (Polman), meningkatkan…

2 hari ago

Warga Mateng Hibahkan Lahan 7.5 Ha di Karossa untuk Pembangunan Sekolah Rakyat

MATENG, TAYANG9 - Program sekolah rakyat (SR) di Mamuju Tengah (Mateng) akhirnya peroleh berkah berupa…

3 hari ago

Ady Suratman: Minta Teguhkan Ideologi dan Amalkan Nilai Pancasila

POLMAN, TAYANG9 – Dalam rangka menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar (Polman) menggelar upacara…

3 hari ago

Lantik Pengurus KWMSB, Zain Tekankan Pelestarian Budaya Mandar Melalui Keluarga

JAKARTA, TAYANG9 - Peran Kerukunan Wanita Mandar Sulawesi Barat (KWMSB) dalam pelestarian kebudayaan Mandar melalui…

5 hari ago

Cinderamata untuk Ketua Baru: Harapan Baru bagi RAPI Polman

POLEWALI MANDAR, TAYANG9– Dalam suasana penuh kebersamaan dan bersahaja, pemilihan Ketua Radio Antar Penduduk Indonesia…

6 hari ago