Subaltern, Rokok, Kopi dan Diskusi di Teras Masjid

SUBALTERN mula pertama dicetuskan oleh Antonio Gramsci saat mencatat tuliskan tentang hegemoni budaya. Teori ini konon lahir sebagai teori kritis dan pascakolonial. Dalam pemahaman Antonio, subaltern merupakan istilah yang dipahami sebagai penduduk yang secara sosial, politis, dan geografis berada di luar struktur kekuasaan hegemonik koloni.

Dan begitulah kira-kira potret yang bisa dimandatkan pada diskusi di teras Masjid Pancasila kampus Unasman se-usai shalat jumat siang tadi. Sedikitnya ada tujuh, kalau bukan delapan anak muda yang sebenarnya tidak lagi begitu laik disebut muda. Walau, mereka juga belumlah masuk kategori tua dalam takaran usia.

Tujuh kalau bukan delapan orang siang menjelang sore berawal seusai jumat di dalam masjid usai salam-salaman sebagaimana kebiasaan lazim pada setap usai solat jumat. Perbincangan sambil duduk lesehan di dalam masjid kemudian berlanjut ke luar teras.


Dan itu dimulai, saat mereka serentak hendak membakar rokoknya yang cerdasnya lagi, salah satu diantara mereka kemudian melontarkan gagasan untuk selain ngobrol dan merokok akan amat bagus jika ada pula kopi yang menemani.

Jadilah dari tujuh atau delapan orang secara serentak bermigrasi sambil merogoh saku memastikan rokoknya ikut terbawa saat sholat jumat beberapa menit yang lalu.

Dan pilihan yang paling tepat untuk menjadi tenaga sukarelawan dadakan menyiapkan kopi dan sedikit gorengan adalah, salah satu diantara mereka yang nomor stambuknya paling muda, walau mungkin secara kelembagaan lebih senior di institusi pengawal dan para pecinta kiai dan ulama dan itu bernama anak-anak muda NU atau yang berkhidmat di Ansor Banser.

Seraya ngopi, merokok dan menikmati gorengan yang jumlahnya juga amat terbatas itu, diskusi lalu bergerak kesana kemari tanpa pemandu dan moderator berkelas serupa yang ada di acara acara talk show televisi.

Namun dashyatnya diskusi tidak saja terhenti pada ihwal kampus dan kuliah yang tak kunjung kelar, atau soal desa dan pendampingannya, tetapi juga menyenggol soal pakan ternak, mikroba hingga cara memelihara sapi yang baik dan benar.

Diskusi begitu saja lepas mencomot beragam konteks dan tidak pula terjebak pada firqah dan ruang atau sekat-sekat tanpa kemerdekaan sebagaimana laiknya sebuah struktur kekuasaan. Tidak ada yang berkuasa dalam diskusi itu, semuanya lepas begitu saja. Tanpa hegemoni.


Tetapi tentu saja, diskusi itu secara sosial bahkan kultur menjadi memiliki makna, tersebab yang hadir dari tujuh atau delapan orang itu, sepengetahuan saya adalah mereka yang memang gandrung pada diskusi dan yang selama ini saya kenal telah begitu intens melibatkan dirinya dalam beragam aktivitas ciri kaum progresif.

Bahkan diantara mereka, kini selain tercatat sebagai dosen, dan dua diantaranya juga adalah dosen dus komisioner lembaga yang ditangannya pertaruhan maju mundurnya demokrasi diletakkan. Sedang yang satunya adalah khatib yang beberapa menit sebelumnya berdiri tegak dengan jubah kebesarannya di atas mimbar menyampaikan soal-soal kebaikan dan tata laku bermasyarakat dan beribadah. Tentu saja dengan mengutip sejumlah dalil.

Dan akhirnya sebelum tarhim dari toa masjid berkumandang di jelang magrib sore ini, biarlah catatan tidak begitu penting ini disudahi. Dengan satu lekatan ingatan dari ucapan sang khatib jumat tadi, sekaligus peserta diskusi di teras masjid itu, bahwa shalat adalah momen pertemuan hamba dengan Tuhan.

Sebagaimana shalat merupakan mi’raj-nya orang–orang mukmin. Selebihnya saya tidak sanggup atau tepatnya tidak paham lagi bagaimana melanjutkannya. Semoga jumat kita menjadi jumat mubarak dan menuai banyak kebaikan. Wallahualam bissawab.

MS TAJUDDIN

belajar membaca dan menulis juga pembelajar di kehidupan

Recent Posts

KPU Polman Gelar Nobar Film “Tepatilah Janji” bagi Siswa SMK, Semaraka HUT Ke 80 RI

POLEWALI MANDAR, TAYANG9 – Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 Republik Indonesia, Komisi Pemilihan…

2 hari ago

RPJMD Majene 2025 – 2029 Janji Ambisius yang Bisa Berujung Seperti Demonstrasi Pati

PROSES penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Majene 2025–2029 jika boleh jujur bisa…

2 hari ago

Mahasiswa Keperawatan Universitas Wallacea Ikuti Coaching ASI bersama BNNP Sulbar

MAMUJU, TAYANG9 – Program studi Setara Satu (S1) Keperawatan Universitas Wallacea bekerja sama dengan Badan…

2 hari ago

BAN PDM Sulbar Gelar Pelatihan Asesor, Kenalkan IA 2024 Versi 2025

SULBAR, TAYANG9 - Sebanyak 109 asesor Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Dasar Anak Usia Dini, Dasar…

5 hari ago

Sampah Polewali Mandar: Regulasi Cantik, Realita Buruk?

DI balik tumpukan dokumen kebijakan yang tampak rapi, sampah di Polewali Mandar terus menumpuk. Perda…

5 hari ago

Pembentukan dan Pengembangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Desa Limboro: Wujudkan Pariwisata Berkelanjutan

MAJENE, TAYANG9 - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Universitas Hasanuddin Gelombang 114, termasuk Nurul…

5 hari ago