Ketua GP.Ansor Kabupaten Polewali Mandar Busyra Baharuddin.
Mamuju – Tayang9 – Menyikapi penyebab utama rusuhnya Lapas Kelas II B Polewali Mandar, karena syarat harus bisa membaca Alqur’an, yang diterapkan Kalapas bagi para Narapidana (Napi) untuk bebas bersyarat, menuai sorotan dari Pengurus Cabang GP. Ansor Polewali Mandar.
Ketua GP. Ansor Kabupaten Polewali Mandar Busra Baharuddin mengatakan, bahwa pihaknya sangat mengapresiasi langkah atau pembinaan bagi para Napi untuk mengaji Alqur’an, sebagaimana yang diterapkan di Lapas Kelas II Polewali Mandar, namun untuk dijadikan syarat untuk kebebasan para tahanan dinilainya terlalu berlebihan, karena tidak adanya Undang-undang yang mengatur.
“Pembinaan untuk mengaji Al-quran bagi penghuni lapas sangat kami apresiasi, tapi menjadikan syarat untuk bebas bersyarat itu berlebihan, karena tidak diatur dalam UU sementara hukum kita tidak menerapkan syariat Islam,” ucap Busra Baharuddin, melalui press rilisnya, Minggu, 30/06/19.
Sementara itu, Wakil ketua GP.Ansor Kabupaten Polewali Mandar Suaib Jawas menuturkan, bahwa para Napi tak dibebaskan dengan alasan tidak sesuai dengan aturan UU yang berlaku, dinilainya sebagai perbuatan dzolim.
“Napi yang sudah sampai waktunya untuk dibebaskan, namun belum dibebaskan karena alasan yang tidak sesuai ketentuan, atau aturan adalah zolim. Sebab tidak memberikan sesuatu yang sudah menjadi hak orang lain,” ungkapnya.
Selain itu ia juga menjelaskan, bahwa dalam membuat suatu regulasi yang menyulitkan para Napi karena tidak sesuai dengan SOP yag ada, Misalnya mewajibkan seluruh Napi untuk menghafal Al quran, meski berdampak positif bagi agama, namun hal itu dinilai tidak benar karena menghafal Alquran bersifat fardhu kifayah, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah: 286
“Begitu pula membuat aturan yang memberatkan bagi napi yang tidak sesuai dengan SOP meskipun itu aturan yang baik untuk agama tetapi tidak bersifat fardhu ain (wajib individu) maka it tidak d benarkan Sebab Allah saja sang pencipta menyampaikan bahwa Lā yukallifullāhu nafsan illā wus’ahā, Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya (Al-Baqarah: 286),” jelasnya.
Lebih lanjut ia juga menuturkan, bahwa sebagai contoh adalah para Napi dipaksa menghafal kitab suci bagi umat muslim itu, sementara dilain sisi hukum dari menghafal Alqur’an adalah fardhu kifayah, sebagaimana dalil yang disampaikan Al-Jurjani pada kitab As Syafi, Al‘Ubadi.
“Artinya, tidak setiap individu diwajibkan, maka termasuk zholim, jika memaksa setiap individu melakukannya. Dalil menghafal qur’an fardhu kifayah. ketahuilah bahwa menghafalkan Alqur’an hukumnya adalah fardhu kifayah atas seluruh umat islam, sebagaimana penegasan al Jurjani dalam as Syafi, al ‘Ubadi ” tutupnya. (FM)
Integrasi Kebijakan: Sinergi BPK, Dinas Kebudayaan, dan Komunitas Adat Pengelolaan kebudayaan di Sulawesi Barat membutuhkan…
Urgensi Pembentukan Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat Kondisi pengelolaan kebudayaan di Sulawesi Barat selama ini…
POLMAN, Tayang9 - Menjelang perayaan Natal, personil gabungan Kodim 1402 Polman dan Sat Samapta Polres…
Situs Budaya dan Komunitas Adat di Bawah Tekanan Korporasi Situs budaya -baik berupa artefak, lanskap,…
Balai Pelestarian Kebudayaan: Mandat, Fungsi, dan Keterbatasan serta Relevansinya dengan Pemerintah Provinsi Secara kelembagaan, BPK…
MAKASSAR, TAYANG9 – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Barat, H. Syamsul Samad, resmi menyandang…