Categories: ABDUL MUTTALIBKOLOM

Sebentar Lagi Sekolah

DI tengah kecenderungan melihat sekolah sebagai lembaga pendidikan dengan segala prolematikanya, ternyata sekolah masih menjadi salah satu lembaga pendidikan yang menjadi titik sentral pendistribusian nilai, tradisi keilmuan, etos budaya serta etika keadaban.

Nilai paradoksal itu yang justru tidak mengumbah pandangan kedua gadis kecilku untuk segera bisa sekolah. Si kakak, usia 5 tahun dan si adek usia 4 tahun, tampak girang dan lahap berlomba menghabiskan makanannya jika yang dijanjikan adalah sekolah.

Setidaknya ada satu usaha dan satu tes yang harus dilewati jika hendak mencicipi manisnya sekolah. Usaha yang pertama, harus rajin makan. Makan yang rajin dianggap berhubungan langsung dengan bertumbuhnya ukuran dan tinggi badan.

Badan yang besar dan tinggi dianggap sanggup mempercepat keduanya untuk diterima bersekolah. Tentu setelah melewati tes kedua yang terbilang sulit bin ajaib. Tes turun temurun untuk memegang telinga sebelah kiri, dengan melingkarkan lengan kanan ke atas kepala.

Jika tangan kanan sudah dapat menggapai telinga kiri maka peluang bersekolah akan kian nyata di depan mata. Tidak heran jika parakadel ikan mairo, abon daging, ikan goreng, dan telur ceplok dengan cepat mereka lahap.

Usaha gigih yang justru berpunggungan dengan suasana hati kedua orang tuanya. Kondisi hati yang mulai sibuk mengkalkulasi biaya pendidikan, jaminan hidup masa depan, dan tumpukan keluhan yang pelan-pelan sudah menjadi tabungan keprihatinan.

Kebahagian menyaksikan mimpi kedua anak itu serempak hadir dengan biaya masa depan yang sudah pasti bersifat kalkulatif. Dua hal berbeda yang hadir di waktu bersamaan, dan lucunya tidak sampai mengubah pandangan kedua putri kecil itu untuk segera bersekolah.

Sekolah yang terus menumbuhkan imajinasi menyenangkan. Bukan sekolah yang menjadi wahana perpeloncoan kekerasan, dan kongkalikong nilai agar kelak diterima di sekolah unggulan. Untungnya, fenomena itu belum sempat terpikirkan oleh keduanya.

Kemeriahan usaha dan tes masuk sekolah di lingkungan keluarga, mestinya segera merubah cara pandang kedua orang tuanya. Cara pandang atas sekolah sebagai ruang berderma, dan wahana mendarmakan hidup demi kehidupan penuh berkah.

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Recent Posts

Bawaslu Polman Peroleh Anugerah Badan Publik Informatif

MAMUJU, TAYANG9 - Setelah melewati proses penilaian monitoring dan evaluasi, akhirnya Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar…

2 hari ago

Workshop Penguatan Tupoksi Wali Kelas Digelar di SMKN 1 Sumarorong

SUMARORONG, TAYANG9 – SMK Negeri 1 Sumarorong melaksanakan workshop penguatan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)…

2 hari ago

Dua Kordiv Bawaslu Polman Didapuk Menjadi Moderator P2P Daring Bawaslu Sulawesi Barat

MAMUJU, TAYANG9 - Pendidikan Pengawasan Partisipatif (P2P) yang diselenggarakan dalam jaringan (daring) dan melibatkan sejumlah…

3 hari ago

Totammaq dan Sayyang Pattudu — Warisan Mandar yang Mengajarkan Pendidikan Sejati

DI tengah perubahan zaman yang kian cepat, kita sering terjebak dalam anggapan bahwa pendidikan hanya…

3 hari ago

MUI se-Polman dilantik, Ulama Diminta Antisipatif Hadapi Tantangan Zaman

POLMAN, TAYANG9 — Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) tingkat kecamatan se-Kabupaten Polewali Mandar masa khidmat…

3 hari ago

Bawaslu Polman, Hadiri Rapat Teknis Penyelenggaraan KKN Multimatik Sadar Pengawasan Pemilu dan Pilkada di Unasman

POLMAN, TAYANG9 - Bawaslu Kabupaten Polewali Mandar hadiri Rapat Teknis Penyelenggaraan Kuliah Kerja Nyata (KKN)…

3 hari ago