ILUSTRASI Opini Menggugat Mahasiswa
“Tidak ada satupun besi yang tak dapat kita hancurkan. Maka, tidak ada alasan bagi kita untuk berhenti melakukan perjalan menuju kebaikan sekalipun dengan jalan yang terjal dan berliku”
Rantai perubahan disertai jatuh bangunnya bangsa atau daerah tidak lepas dari peran mahasiswa atau pemuda dalam konteks umum. Mahasiswa mengawal dan sebagai garda terdepan bangsa ini dari kolonialis maupun tangan besi penguasa. Pergerakan pemuda atau mahasiswa menjadi penentu dalam setiap arah bangsa ini.
Mahasiswa mempunyai kemampuan intelegensi yang mendukung akan setiap gerakan. Peran mahasiswa dalam mengkaji setiap kebijakan, membuat suatu formula atau konsep pembaharuan, dan sebagai penyambung lidah rakyat. Mengkaji setiap kebijakan yang sesuai dan bermanfaat bagi kehidupan sosial maupun sebagai langkah strategis menuju masyarakat Indonesia yang bersatu, berdaulat serta adil dan makmur.
Sebagai contoh, kita bisa lihat mahasiswa pada masa pra kemerdekaan. Bagaimana Soekarno, Muh. Hatta, Sutomo, Muh. Yamin dll. Bergerak baik secara terbuka maupun sembunyi merancang sebuah gerakan untuk menyatukan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari penjajah.
Namun ada sebuah pertanyaan yang cukup menarik, mengapa pemuda/mahasiswa yang dengan gemilang memproklamirkan sebuah Negara pada tahun 1945 serta menyingkirkan rezim Soeharto pada 1998 dalam skala nasional, tidak menghasilkan efek yang besar terhadap mahasiswa?
Padahal mahasiswalah yang memberikan kepemimpinan dan energi dalam setiap perubahan penting disepanjang sejarah Indonesia. Mengapa mahasiswa sekarang tidak?.
Pertanyaan tersebut mencoba mencari apa yang terjadi sebenarnya dalam gerakan mahasiswa.
Setelah hampir 20 tahun masa reformasi, banyak sekali kegundahan rakyat terhadap aktivitas gerakan Mahasiswa. Salah satu fungsi Mahasiswa sebagai agent of change seperti menjauh jika berbicara realita yang ada. Sebagian besar mahasiswa lebih senang dan bangga jadi juru keplok (tepuk tangan) di acara-acara TV seperti yang biasa kita lihat di OPERA VAN JAVA, BUKAN EMPAT MATA dan beberapa acara-acara TV yang lain atau duduk manis di pusat perbelanjaan atau di tempat nongkrong modern, sementara mahasiswa sebagian besar asyik mengatur waktu mencari tempat rekreasi bersama dengan kawan-kawannya atau di kos-kosan yang begitu gemerlap dan jauh dari kesulitan hidup rakyat kecil.
Di sana mereka dapat leluasa berbicara tentang artis idola, film populer serta trend atau mode pakaian terbaru, dan tak lupa mencibir setiap kali sebagian kecil teman mahasiswanya melakukan demo yang memacetkan jalan atau tak terima ketika upah buruh naik yang membuat para buruh dapat hidup layak. Di sisi yang lain gerakan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan cenderung tersandera dengan isu-isu elit yang menyetir media massa nasional.
Mereka seringkali terjebak pada romantisme masa lalu, seperti seorang ABG yang ditinggal kekasihnya kemudian gagal move-on. Prestasi bagi mereka adalah ketika berhasil membuat event besar dengan mendatangkan artis papan atas ke daerah atau membuat road race tingkat Kabupaten ataupun Nasional. Kalau begitu?? apa bedanya mahasiswa dengan event organizer (EO)? Coba hitung berapa banyak organisasi mahasiswa yang tetap berada di rel awalnya untuk mengasah para intelektual muda yang mampu memperjuangkan kehidupan rakyat dan mengkritisi penguasa?
Apa Yang Harus Dilakukan?
Kini kita dihadapkan pada hasil dari proses penghancuran atau kontra-revolusi gerakan politik rakyat oleh rezim orba. Konsep “massa mengambang” yang diterapkan oleh rezim orba telah membuat mahasiswa begitupula rakyat kebanyakan, terjerat dalam kesadaran palsu mereka dan imajinasi ketakutan terhadap perjuangan politik.
Artinya gerakan mahasiswa ke depan harus mampu menghubungkan dan membangun kembali atau melampaui perjuangan politik rakyat yang sudah terbentuk pada 1908-1998.
Gerakan mahasiswa juga harus belajar dari perjuangan gerakan mahasiswa pada masa sebelumnya. Mereka harus bersikap tegas dengan berbagai kajian dan tidak hanya riuh dengan selebrasi politik praktik yang tidak jelas arahnya.
Tidak hanya bergerak dalam dunia maya seperti dengan gerakan facebook, twitter, Blog dsb. Akan tetapi bergerak dalam aksi nyata. Seperti contoh Mahasiswa di Chile yang berhasil mendorong kebijakan kuliah gratis yang dibiayai dari pajak korporasi, karena mereka turun ke jalan-jalan untuk aksi massa dengan tuntutan-tuntutan yang menekan penguasa sejak tahun 2006 melalui apa yang mereka namai dengan Penguin Revolution.
Artinya, gerakan mahasiswa dewasa ini, selain berkutat dengan teori, mereka harus turun langsung ke rakyat melalui strategi live-in dengan melakukan aktivitas sosial-politik demi menciptakan kesadaran politik pada rakyat dan keyakinan atas kekuatannya. Melakukan berbagai kajian dan membentuk media propaganda seperti Koran menjadi penting untuk memperkuat argumen dan memperluas kesadaran rakyat.
Kebijakan pemerintah yang masih terjerat dalam politik neoliberal, membuat terus terjadinya berbagai konflik yang melibatkan rakyat dengan pemerintah atau swasta serta dengan keduanya. Di sana mereka dapat turut membantu perjuangan rakyat dengan membentuk blok historis. Dan hal utama adalah untuk menghidupkan kembali “PERJUANGAN MENYELESAIKAN REVOLUSI NASIONAL INDONESIA”.(*)
DISELA riuhnya lagu pujian dan tawa anak-anak yang memenuhi jalanan kampung Tabone pada perhelatan pekan…
DIBALIK lekukan pegunungan nan indah serta jalanan kecil yang tenang, Kelurahan Tabone biasanya dikenal sebagai…
MAMUJU, TAYANG9 – Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Pemprov Sulbar) hingga kini masih menanti turunnya Persetujuan…
MAMUJU, TAYANG9 – Semangat perubahan dan kebangkitan terasa kuat menyelimuti langit Mamuju saat ribuan warga…
SUMEDANG, TAYANG9 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengajak…
POLEWALI MANDAR, TAYANG9 - Tim OTP 37 Kabupaten Mamuju, melaju final turnamen sepak bola antar…