Categories: GAGASANOPINI

Menanti Sekda Polewali Mandar: Tiga Calon, Satu Harapan Bagi Masa Depan Birokrasi Bukan Karena ‘Anu’

Oleh: Muhammad Abid Alimuddin Lidda

POLEWALI Mandar saat ini tengah berada di titik penting dalam perjalanan tata kelola pemerintahannya: seleksi Sekretaris Daerah (Sekda). Sebuah jabatan strategis yang memegang peran vital dalam menggerakkan mesin birokrasi, menyinergikan visi kepala daerah dengan pelaksanaan teknis, dan menjadi penjaga stabilitas administratif.

Saat ini, proses seleksi telah memasuki tahap uji publik dengan menghadirkan tiga nama: I Nengah Tri Sumadana, Nursaid Mustafa, dan Agustina Hasan Sulur. Ketiganya adalah putra-putri terbaik yang telah melalui tahapan awal seleksi dan kini terbuka untuk dinilai lebih lanjut—bukan hanya oleh tim seleksi, tetapi juga oleh masyarakat luas.

Namun pertanyaannya, apakah uji publik ini benar-benar dijalankan sebagai forum partisipatif yang terbuka, ataukah hanya menjadi ‘judul’ prosedural tanpa substansi? Apakah masyarakat benar-benar dilibatkan? Apakah masukan publik akan tercatat, dianalisis, dan dijadikan pertimbangan nyata dalam pengambilan keputusan? Ini penting, karena bila uji publik hanya menjadi formalitas, maka nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas seleksi akan kehilangan maknanya.

Uji publik harus menjadi ruang kontrol sosial dan instrumen demokrasi lokal. Ia bukan panggung kosmetik, melainkan panggung kejujuran dan klarifikasi—di mana masyarakat bisa menilai langsung kapasitas, rekam jejak, integritas, dan visi calon Sekda.

Uji publik bukan sekadar formalitas. Ia merupakan ruang penting dalam demokrasi lokal, di mana publik diberi kesempatan untuk menilai, mengkritisi, dan memberi masukan terhadap kandidat yang kelak akan menjadi sosok sentral di balik jalannya roda pemerintahan. Maka, partisipasi aktif masyarakat dalam proses ini adalah bentuk kepedulian terhadap kualitas kepemimpinan birokrasi daerah.

Polewali Mandar menghadapi tantangan serius di berbagai sektor: peningkatan kualitas layanan publik, reformasi birokrasi, penguatan ekonomi lokal, serta pengelolaan potensi daerah seperti sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata berbasis budaya Mandar. Untuk itu, Sekda ke depan haruslah figur yang tidak hanya menguasai urusan administrasi, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial yang kuat, integritas tinggi, dan kepemimpinan yang inklusif.

Dalam konteks ini, harapan masyarakat kepada Sekda baru bukan sekadar pada kemampuan teknis, tetapi juga pada keberaniannya menata birokrasi secara adil dan profesional. Sudah saatnya penempatan pejabat dalam struktur OPD dilakukan berdasarkan kompetensi, integritas, dan kebutuhan organisasi, bukan karena kedekatan personal, loyalitas sempit, atau apa yang sering disebut dengan “anunya si anu, Orangnya Si Anu, Orang dalam Lingkarannya iAnu”

Birokrasi yang sehat adalah birokrasi yang menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat. Jika sistem ini dibangun dan dijaga oleh Sekda, maka pelayanan publik akan berjalan lebih efektif, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan meningkat. Sebaliknya, jika birokrasi terus dikelola dengan pola transaksional dan patronase, maka kemajuan hanya akan menjadi ilusi.

Dalam konteks ini pula, penting untuk ditegaskan bahwa Sekda bukanlah kekuatan politik baru, bukan pula simbol loyalitas politik tertentu. Sekda adalah pemimpin birokrasi, bukan politisi. Keberpihakannya harus jelas: pada pelayanan publik, pada efektivitas pemerintahan, dan pada kemajuan daerah. Bila jabatan ini ditarik ke dalam orbit politik praktis, maka yang akan dikorbankan adalah netralitas ASN dan profesionalisme lembaga.

Selain kemampuan teknis dan keberanian dalam menata birokrasi, kita juga membutuhkan Sekda yang mampu membangun relasi yang kuat. Baik relasi ke dalam—dengan OPD dan seluruh elemen ASN—maupun relasi ke luar—dengan dunia usaha, pemerintah pusat, lembaga non-pemerintah, hingga masyarakat sipil. Relasi yang kuat dan sehat ini akan menjadi modal penting dalam mendorong sinergi pembangunan dan menyatukan berbagai kepentingan ke dalam satu visi daerah.

Ketiga calon tentu memiliki rekam jejak dan pengalaman masing-masing. Namun, publik berharap proses seleksi ini tidak hanya melihat aspek teknis administratif, melainkan juga menyelami kapasitas mereka dalam memimpin birokrasi yang adaptif, bersih, dan melayani. Sosok Sekda ideal adalah mereka yang mampu menjembatani dinamika politik dan teknokrasi, serta menjadikan birokrasi sebagai alat pelayanan, bukan kekuasaan.

Kini, harapan publik tertuju pada proses seleksi yang transparan, objektif, dan berbasis meritokrasi. Kita tidak sedang memilih jabatan seremonial, tetapi figur strategis yang akan sangat menentukan arah kemajuan Polewali Mandar dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Mari kita kawal proses ini bersama. Karena kualitas birokrasi sangat ditentukan oleh siapa yang memimpinnya dari dalam.


Tentang Penulis: Muhammad Abid Alimuddin Lidda adalah akademisi dan putra daerah Polewali Mandar yang aktif mengikuti isu-isu tata kelola pemerintahan dan kebijakan publik.

REDAKSI

Koran Online TAYANG9.COM - "Menulis Gagasan, Mencatat Peristiwa" Boyang Nol Pitu Berkat Pesona Polewali Sulbar. Email: sureltayang9@gmail.com Gawai: +62 852-5395-5557

Recent Posts

KPU Polman Gelar Nobar Film “Tepatilah Janji” bagi Siswa SMK, Semaraka HUT Ke 80 RI

POLEWALI MANDAR, TAYANG9 – Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 Republik Indonesia, Komisi Pemilihan…

1 hari ago

RPJMD Majene 2025 – 2029 Janji Ambisius yang Bisa Berujung Seperti Demonstrasi Pati

PROSES penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Majene 2025–2029 jika boleh jujur bisa…

1 hari ago

Mahasiswa Keperawatan Universitas Wallacea Ikuti Coaching ASI bersama BNNP Sulbar

MAMUJU, TAYANG9 – Program studi Setara Satu (S1) Keperawatan Universitas Wallacea bekerja sama dengan Badan…

2 hari ago

BAN PDM Sulbar Gelar Pelatihan Asesor, Kenalkan IA 2024 Versi 2025

SULBAR, TAYANG9 - Sebanyak 109 asesor Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Dasar Anak Usia Dini, Dasar…

4 hari ago

Sampah Polewali Mandar: Regulasi Cantik, Realita Buruk?

DI balik tumpukan dokumen kebijakan yang tampak rapi, sampah di Polewali Mandar terus menumpuk. Perda…

5 hari ago

Pembentukan dan Pengembangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Desa Limboro: Wujudkan Pariwisata Berkelanjutan

MAJENE, TAYANG9 - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Universitas Hasanuddin Gelombang 114, termasuk Nurul…

5 hari ago