Categories: ABDUL MUTTALIBKOLOM

Azimat Tiga Biji Tai Kambing

SUDAH banyak peristiwa heroik yang dituturkan, namun cerita heroik dari seorang demonstran seolah kembali mengingatkan, bahwa nilai kepemimpinan tak cukup terlahir dari derita rakyat, tapi ikut ditopang keyakinan batin yang kuat.

Makanya sebelum berangkat ke Jakarta, sang demonstran tidak lupa bertandang dan sowan ke kiainya di kampung. Kiai yang tak hanya memberikan berkah, nasihat, tapi juga ikut memberikan azimat keselamatan.

Berkat azimat itu, ia kini layaknya kuda sembrani yang gesit, lincah dan berapi-api ketika berorasi di tengah lautan manusia. Selain kulitnya licin dan mengeras, lidahnya pun terasa begitu piawai merangkai kata saat berorasi.

Membuat segala kebijakan minor pemerintah ia kritisi dengan bahasa santun tapi terasa menohok. Belum lagi, segala jenis pagar berhasil ia terobos; entah itu pagar berduri, pagar betis petugas dan pagar ayu demonstran wanita yang diam-diam sudah mengidolakannya.

Dalam sekejap ia menjadi buah bibir, tidak hanya bagi sesama demonstran tapi juga para petugas. Betapa tidak, kobaran api serta pecahan kaca tidak bisa melukai kulitnya, bahkan tubuhnya terasa begitu ringan.

Saking ringannya ia dengan mudah meloncat, lindap dan melenting ke sana dan ke mari menghindari amarah demonstran dan petugas yang mulai saling menanduk; ricuh. Tidak terasa keringat mulai membasahi bajunya.

Ia perlahan mengambil nafas panjang seraya membatin di dalam hati, “Hebat betul azimat pemberian sang kiai. Kira-kira isinya apa?” Diiringi rasa penasaran akut, ia perlahan membuka azimat yang ia kenakan sebagai kalung yang terbuat dari kain berwarna putih.

Alangkah terkejutnya ia setelah melihat azimat yang tadinya begitu ia yakin, ternyata hanya berisi tiga biji tai kambing, itu pun tai kambing yang sudah mengering. Aduh. Pikirannya mulai buyar. Ia mulai diombang-ambing perasaan bimbang.

Masa sih azimat tiga biji tai kambing dapat membuat kulitnya licin, dan mengeras ketika menerobos kawat berduri dan kobaran api serta amarah yang kian menyala-nyala. Perasaan itu mulai berkecambah di hatinya, sebelum ia kembali menerjang titik kericuhan demo hari itu.

Namun naas, itu lah kali terakhir ia terlihat. Ia seolah hilang. Lenyap, berganti berita di televisi yang rutin mengabarkan tentang seseorang yang bukan demonstran, bukan pula petugas yang berhasil diselamatkan dari amuk massa dengan begitu heroik.


Catatan: Tulisan ini merupakan tafsir lain dari cerita yang dituturkan Habib Ahmad Fadlu Al Mahdaly

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Recent Posts

OTP 37 Mamuju Juara Polman Cup V, Bantai Tidola FC Polman 5-1

POLMAN, TAYANG9 - Tim OTP 37 Kabupaten Mamuju juara turnamen sepak bola antar club se…

4 jam ago

Suara Tuhan di Antara Denting Sendok dan Senyuman

DISELA riuhnya lagu pujian dan tawa anak-anak yang memenuhi jalanan kampung Tabone pada perhelatan pekan…

1 hari ago

Tabone: Dari Kampung Sunyi ke Pusat Rohani

DIBALIK lekukan pegunungan nan indah serta jalanan kecil yang tenang, Kelurahan Tabone biasanya dikenal sebagai…

1 hari ago

Pelantikan Pejabat Eselon II Sulbar Tertahan, SDK Kritik Proses di BKN

MAMUJU, TAYANG9 – Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Pemprov Sulbar) hingga kini masih menanti turunnya Persetujuan…

2 hari ago

Pawai Ta’aruf Tahun Baru Islam 1447 H Warnai Semangat Hijrah di Mamuju

MAMUJU, TAYANG9 – Semangat perubahan dan kebangkitan terasa kuat menyelimuti langit Mamuju saat ribuan warga…

2 hari ago

Cegah Sengketa Pertanahan, Menteri Nusron Ajak Kepala Daerah Sosialisasikan Pemasangan Tanda Batas Tanah

SUMEDANG, TAYANG9 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengajak…

2 hari ago