Categories: BERITAFEATURE

Tabuhan Gendang Banua Kaeyyang

Catatan Persiapan Event Banua Kaeyyang, 23-25 juli 2025 Mendatang

GEMA musik seru-menderu menelusuk lorong-lorong jiwa. Lantunan musik itu berbicara pada alam raya, ketukan-ketukan gendang bertabuh memenuhi detakan jantung cita, siulan seruling berbisik pada atmosfer jiwa dan pecah. meledak bersamaan dengan bulu kuduk yang mulai meninggi.

Pada kesempatan kali ini, saya menjelajahi tangga-tangga nada, dentuman-dentuman yang terus mencari dan memahami arti bunyi. Mendengarkan musik bergusar dan berbicara, tentang bunyi yang diapresiasi hanya oleh telinga.

Dimanakah letak nyawa dari sebuah ketukan? Dimanakah letak jiwa dari sebuah alunan? Selain pada detak, selain pada detik, selain pada gerak, selain pada gerik.

Setiap kali musik berdendang, rasa-rasanya tak mampu kita naifkan dan hentikan organ tubuh kita mulai serentak merayakan. Menyambutnya dengan tarian. Tarian jemari, tarian tubuh, tarian Langkah serta tarian jiwa.

Musik seolah mengalir pada aliran darah, tidak pernah berhenti berdengan di dada dan kepalanya. Memperhatikan hitungan dan pola Langkah para penari, Sahabuddin Mahganna selaku komposer atau lebih akrab disapa Opa oleh semua kru pemusik yang tergabung dalam team worknya, duduk di hadapan alat musik lalu mencoba mengotak-atik bunyi dari segala ruang dimensi.

Sembari tajam memperhatikan, menghitung pola nada dan irama, Opa mulai mengkreasikan pengalaman serta pengetahuannya untuk meracik komposisi musik yang mewah untuk mengiringi para melati menari. sesekali berteriak, ulang, mulai Kembali, Dari awal, cepat, bergerak dan lain sebagainya.

Ketegasannya tidak menandakan keganasan nan emosional. Opa yang semua kru tau sangat dikenal sebagai seorang yang humoris tapi sangat propesional dalam Latihan. Sebagai composer musik, Opa dipercayakan untuk menggarap lantunan musik untuk mengiringi para penari pada kegiatan festival yang akan dilaksanakan akhir juli 2025 nanti.

“Untuk menggarap suatu karya musik penggiring tari, terlebih dahulu kita melakukan kajian dasar serta memperhatikan dengan teliti tiap adegan serta gerakan yang akan disampaikan oleh para penari”, ungkap Opa sambil menjelaskan tiap komponen musik yang ada dihadapannya.

Dengan topi hitam yang di ikat selendang sutera merah yang menjadi ciri khasnya, Opa menjelaskan tiap detail bunyi yang ada dikepalanya untuk disampaikan pada seluruh kru musik yang menjadi partnernya dalam kegiatan kali ini.

Kegiatan event kebudayaan “Banua Kaeyyang Multicultural Atraction dengan tema Menenun             Peradaban, Merajut Ekosistem Kebudayaan” yang merupakan program Kementrian Kebudayaan RI, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVIII Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat ini menjadi salah satu tempat berekspresi para seniman dan budayawan muda dalam mengasah kemampuan nya dalam bidang kesenian, terkhusus para pemusik dari Unit Kegiatan Mahasiswa  Seni Pandaraq Universitas Sulawesi Barat (UKM Seni Pandaraq Unsulbar) yang menjadi penggiring Tari dalam kegiatan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Polewali Mandar ini.

Pemusik dari UKM Seni Pandaraq ini berkolaborasi dengan Opa yang merupakan seorang Etnomusikologi senior dari tanah mandar untuk mempersembahkan suguhan musik terbaik untuk ditampilkan pada kegiatan acara yang akan disaksikan oleh seluruh khalayak Masyarakat nantinya.

Kolaborasi antara seniman muda dan seorang praktisi etnomusikologi ini adalah merupakan sajian yang wajib kita tunggu dan nantikan. Sebagai seorang yang sering mendengarkan musik seperti orang pada umumnya, saya tidak terlalu tertarik untuk mengkaji musik secara lebih dalam. Namun ada hal yang berbeda setelah saya melihat langsung bagaimana proses seorang Musisi dalam merancang rumus dan komposisi musik.

Pada dasarnya musik dinikmati melalui indra pendengaran. Beberapa musik bahkan mampu berkomunikasi dengan anggota tubuh yang lain sehingga tubuh meresponnya dengan tarian.

Salah satu pemusik Bernama Hendi Pradana Montoya yang akrab disapa toya memberikan komentarnya. Disela waktu istirahat saya mengajaknya bercerita tentang pengalaman yang Ia dapatkan selama aktif dalam memainkan alat musik tradisional untuk mengiringi tarian.

“ada beberapa hal yang berbeda Ketika kita memainkan musik untuk mengiringi tari dan pada saat kita memainkan musik untuk lagu dan nyanyian. Jika kita mengiringi penyanyi, kita bisa mengetahui emosi dan pesan apa yang terkandung dalam lagu. Beda halnya dengan penari. Kita harus betul-betul memperhatikan detail setiap Gerakan. Menangkap pesan yang ingin disampaikan lalu menyesuaikan diri untuk menghasilkan kolaborasi yang paling tepat untuk dimainkan”.

Toya menyampaikan bahwa sebagai seorang pemusik yang bermain dalam tim kita harus mengimajinasikan nada yang tepat. Selain itu kita dituntut untuk cekatan dalam menterjemahkan maksud arahan dari seorang komposer. Sesekali menyampaikan pendapat atau mendengar masukan dari para penari untuk mencapai kesepakatan yang paling maksimal.

Saya melihat dan memperhatikan secara seksama, bagaimana saya menempatkan diri untuk duduk ditengah-tengah para pemain musik. Melihat langsung bagaimana mereka melakukan komunikasi dan kolaborasi, menghitung nada dan ketukan dan melihat langsung bagaimana mereka berdiskusi dengan komposer.

Hal ini saya lakukan setelah saya mendengarkan langsung musik yang mereka mainkan. Begitu indah dan berdendang-dendang. Setiap kali mendengarkan tabuhan gendang dan tiupan seruling seolah-olah saya ingin lebur dan menari Bersama penari lainnya.

Hal yang sama mungkin juga akan kalian rasakan jika kalian melihat langsung bagaimana aksi dan kolabrasi yang mereka lakukan selama prosesi Latihan. Hasil Latihan Panjang yang mereka lakukan akan disuguhkan dalam bentuk final dan kompleks di acara “Banua Kaeyyang” ini.

Dan satu tambahan lagi, dari Toya, seorang pemusik dari UKM Seni Pandaraq ini. “Selain dari pada pewarisan budaya yang kita dapatkan menjadi seorang penggiring tari ialah anugerah yang diberikan Tuhan menyaksikan bagaimana keindahan tercipta dari paras kecantikan para penari dari tanah mandar disertai Gerakan elok dan Anggun mengasilkan suatu keajaiban makna,” tuturnya sambil tertawa kecil.

Dan untuk mengakhiri laporan ini, saya menyampaikan kepada seluruh Masyarakat yang ada di Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah untuk mempersiapkan diri menerima persembahan karya seni luar biasa pada kegiatan kebudayaan “Banua Kaeyyang” ini.

Selamat menjadi saksi.

FAUZAN AZIMA

Penikmat dan penggiat seni budaya Mandar ini, selain aktivis juga dikenal gandrung pada berbagai gerakan spritualitas dan pencerahan

Recent Posts

Pada Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Penataan Ruang, Menteri Nusron Ajak Kepala Daerah Se-Sulawesi untuk Revisi RTRW dan RDTR

PALU, TAYANG9 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan…

22 jam ago

Pantauan Langsung! Tim Kanwil BPN Sulbar Ikuti Rapat Kerja Nasional Bahas APBN 2024-2026

MAMUJU, TAYANG9 - Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Barat, Rudy Sapulette, bersama…

23 jam ago

Para Melati itu Menari, Merayakan Saqbe Sejak Dini

GEMA hitungan berkali-kali, satu hingga delapan menemani Langkah kaki 150 bunga melati. Menggerakan tangan  dan…

4 hari ago

Rapiuddin, Kasek Bawaslu Sulbar Apresiasi Pola Hubungan di Bawaslu Polman

POLMAN, TAYANG9 — Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, Rapiuddin, mengapresiasi baik pola hubungan yang…

4 hari ago

BAN-PDM Sulawesi Barat Gelar Kegiatan Penyegaran Asesor Instrumen Akreditasi PAUD

SULBAR, TAYANG9 – Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (BAN-PDM) Provinsi…

4 hari ago

Kepala Satpol PP Pimpin Apel Gabungan OPD Pemkab Polman: Tegaskan Peran Strategis Damkar dalam Penanggulangan Darurat

POLMAN, TAYANG9 - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Polewali Mandar, Arifin Halim,…

5 hari ago