Categories: ABDUL MUTTALIBKOLOM

Puisi Puasa Gejet

“Telepon genggam yang tak pernah lepas dari genggaman // Benda mungil yang sangat disayang // Surga kecil yang tak ingin ditinggalkan // Yang layarnya memancarkan gambar gerimis yang mengguyur senja.”

Demikian nukilan larik-larik puisi Joko Pinurbo berjudul “Telepon Genggam” (2003). Sekilas puisi itu menawarkan panorama indah atas relasi atau persinggungan manusia dengan gejet. Sebuah relasi yang belakangan ini terlihat timpang dipenuhi paradoks satir dan terkesan ironis.

Kehadiran gejet layaknya sebagai “pengasuh” anak. Telaten melayani kebutuhan belajar anak, menjadi sarana komunikasi, menyupi informasi dan menyajikan hiburan yang justru berpotensi membuat penggunanya pasif.

Gejet memang berhasil mendekatkan orang jauh, tetapi sekaligus menjauhkan orang yang dekat. Piawai memperluas jangkauan pergaulan maya, tapi ikut membentuk tren pergaulan asosial di dunia nyata. Kini kehadirannya gejet tak ubahnya semacam anomali. Semacam oase.

Satu sisi menawarkan informasi, tetapi ikut menawarkan destruksi informasi, menumpulkan daya rangsang, dan berpotensi merusak daya imajinasi anak. Inilah dilema gejet.

Mari kembali menyimak berita tentang; dua ratus lebih pasien anak-anak masuk di rumah sakit jiwa (RSJ) di Cisarua, Jawa Barat. Anak-anak itu kebanyakan baru berusia 11 – 15 tahun, tapi sudah kecanduan (adiksi) game online, media sosial yang dipicu dari gejet (detik.com: 16/03/21).

Sebenarnya berita itu tidak terlalu mengagetkan. Karena persoalannya ternyata tidak dipicu dari pengaruh luar rumah. Bukan pula berasal dari benda asing. Benda itu sudah begitu karib. Begitu akrab dan namanya lazim disebut gejet, telepon genggam, handphone bahkan smartphone.

Benda kecil nan mungil yang diberikan orang tua kepada anaknya, tapi berdampak besar jika penggunaannya tidak diawasi. Karena berdasarkan riset dari WHO, waktu penggunaan gejet normalnya hanya 2 – 4 jam. Selebihnya dianggap abnormal.

Ternyata makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang seperti anjuran nabi-bukan hanya ilmu tentang makan. Ilmu itu jika diperluas maknanya dapat berarti menahan potensi adiksi gejet. Meski tulisan ini dirampungkan melalui gejet juga. Tapi secara seksama, di dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

ABDUL MUTTALIB

pecinta perkutut, tinggal di Tinambung

Recent Posts

Pemain Tidola FC Polman, Farhan Kembali Ikut TC Memperkuat Sriwijaya FC

POLMAN, TAYANG9  - Pemain Tidola FC, Kelurahan Darma, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Muhammad…

3 jam ago

OTP 37 Mamuju Juara Polman Cup V, Bantai Tidola FC Polman 5-1

POLMAN, TAYANG9 - Tim OTP 37 Kabupaten Mamuju juara turnamen sepak bola antar club se…

21 jam ago

Suara Tuhan di Antara Denting Sendok dan Senyuman

DISELA riuhnya lagu pujian dan tawa anak-anak yang memenuhi jalanan kampung Tabone pada perhelatan pekan…

2 hari ago

Tabone: Dari Kampung Sunyi ke Pusat Rohani

DIBALIK lekukan pegunungan nan indah serta jalanan kecil yang tenang, Kelurahan Tabone biasanya dikenal sebagai…

2 hari ago

Pelantikan Pejabat Eselon II Sulbar Tertahan, SDK Kritik Proses di BKN

MAMUJU, TAYANG9 – Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Pemprov Sulbar) hingga kini masih menanti turunnya Persetujuan…

3 hari ago

Pawai Ta’aruf Tahun Baru Islam 1447 H Warnai Semangat Hijrah di Mamuju

MAMUJU, TAYANG9 – Semangat perubahan dan kebangkitan terasa kuat menyelimuti langit Mamuju saat ribuan warga…

3 hari ago